JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menilai ketidakpastian di pasar keuangan global masih tinggi karena dipengaruhi isu geopolitik Tiongkok-AS, Tiongkok-India, dan di Inggris. Perkembangan itu berpengaruh terhadap menurunnya aliran modal ke negara berkembang, kecuali Tiongkok, dan berdampak pada berlanjutnya tekanan mata uang di berbagai negara tersebut, termasuk Indonesia.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam video conference-nya saat mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Kamis (17/9), mengatakan meskipun ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, namun perekonomian dunia secara bertahap mulai membaik yang didorong perbaikan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Sedangkan kinerja perekonomian Eropa, Jepang, dan India belum kuat.
“Perkembangan positif di Tiongkok dan AS sejalan dengan melandainya penyebaran Covid-19 yang mendorong meningkatnya mobilitas masyarakat global ke level ekuilibrium normal baru dan dampak stimulus moneter dan fiskal yang cukup besar,” kata Perry.
Sejumlah indikator dini pada Agustus 2020 mengindikasikan prospek positif pemulihan ekonomi global, seperti meningkatnya mobilitas, berlanjutnya ekspansi PMI manufaktur dan jasa di AS dan Tiongkok, serta naiknya beberapa indikator konsumsi. Perekonomian global yang membaik itu mendorong kenaikan volume perdagangan dunia dan harga komoditas global di semester II 2020, yang berpotensi lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
“Berlanjutnya peningkatan ekspor di berbagai negara dan indeks kontainer logistik global mengindikasikan perbaikan aktivitas perdagangan dunia pada triwulan III 2020,” kata Perry.
Lebih lanj ut dikatakan, perekonomian domestik secara perlahan juga membaik, meskipun masih terbatas sejalan mobilitas masyarakat yang melandai pada Agustus 2020. Kinerja ekspor membaik sejalan kenaikan permintaan global, khususnya dari AS dan Tiongkok untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp, dan waste paper, serta CPO. n bud/P-4