Meminimalkan Kesenjangan Nagari
Sejatinya, semakin besar aliran dana, semakin banyak dapat diperbuat. Banyak yang bisa dibangun menggunakan alokasi dana nagari (ADN) maupun alokasi dana desa (ADD) itu, banyak pula kegiatan pemberdayaan yang dapat digelar.
Namun kenyataannya, dengan penambahan anggaran, pemerintah nagari (Pemnag) justru makin kocar-kacir. Hal tersebut dialami salah satunya nagari Lubuk Gadang Utara, Kecamatan Sangir, Solok Selatan.
Realisasi ADD di nagari tahun 2016, hanya mencapai 72 persen. Artinya 28 persen menjadi silpa. Tidak tercapainya target itu disebabkan keterlambatan masuknya dana tersebut.
“Total ADD tahun 2016 lalu Rp 1.286.635.000 dan baru terealisasi 72 persen. Adanya silpa dikarenakan ADD terlambat masuk selama 3 bulan. Selain itu, surat keterangan (SK) bamus terlambat diproses pihak kabupaten,” ujar Sekretaris nagari Lubuk Gadang Utara, Sapari Septiadi, kepada Padang Ekspres, Kamis (5/1).
Sementara, untuk perealisasian alokasi dana nagari itu, sudah mencapai 100 persen. Realisasinya dibagi dalam dua bidang, 75 persen untuk pembangunan dan 25 persen untuk bidang pemberdayaan. “Total Rp 751.209.000, semua sudah terealisasi,” sebutnya.
Dana itu dimanfaatkan untuk rabat beton di jorong Koto Rambah, Sungai Salak, Sampu, pembangunan rabat beton di SD Tanggo Aka.
Kemudian, pembangunan desa wisata pulau mutiara dan pembangunan irigasi, termasuk juga pemberdayaan seperti peningkatan kapasitas kelompok tani senagari Lubuk Gadang Utara dan peningkatan pengelolaan posyandu.
“Pihak inspektorat juga sudah turun memantau pemanfaatan DD untuk tahun ini. Penilaiannya sendiri juga bagus, hanya bagi mereka masih melihat kesalahan kita dalam hal administrasi,” jelasnya.
Untuk tahun ini, pihaknya menyebutkan akan menargetkan pembukaan dan peningkatan jalan di nagari. Sesuai usulan akan buka jalan di Bariang Kampungdalam, Jorong Manggiu, termasuk Jorong Sampu.
“Sedangkan bidang pemberdayaan akan fokus kepada peningkatan kapasitas kaum ibu terkait UMKM, dan peningkatan kapasitas pemuda,” katanya.
Sementara, Sekretaris Nagari Pemnag Talunan Maju, Hendrik Patriona, menuturkan, jumlah ADD 2016 untuk Talunan Maju, sebesar Rp 655.491.000 dan digunakan untuk 5 kegiatan, yakni 4 kegiatan fisik serta 1 lagi kegiatan pemberdayaan.
Empat fisik itu adalah rabat beton jalan lingkung di dua jorong dan pengerasan jalan usaha tani di dua jorong. Sementara itu, satu kegiatan pemberdayaan berupa gerakan promosi kesehatan dan gerakan hidup sehat.
Terkait cara Pemnag mengelola DD, Hendrik menjelaskan, pihaknya melihat semua regulasi tentang DD. Setelah itu, memperhatikan kondisi lapangan yang merupakan sasaran pembangunan dari pemanfaatan DD.
“Untuk kepala pekerja sebuah kegiatan, kami ambil dari pegawai wali nagari yang berdomisili di jorong tempat kegiatan itu dilaksanakan. Sebab mereka mengerti aturannya,” tutur Hendrik.
Ia menambahkan, cara-cara seperti itu didapatkan pihaknya dari banyak hal, antara lain dari sosialisasi regulasi pengelolaan DD yang digelar oleh pemerintah daerah, belajar dari evaluasi penggunaan DD di nagari tersebut pada tahun sebelumnya.
Walau serapan ADD dan ADN tahun anggaran 2016, tercapai hingga seratus persen, namun setiap wali nagari untuk segera menyampaikan laporan Anggaran Dana Pembangunan Nagari (ADPN) triwulan IV tahun 2016 itu, tuntas hingga tanggal 10 Januari 2017.
“Kami minta segera menuntaskan laporan penggunaan ADPN nya. Ditergetkan laporan ini masuk telah masuk tanggal 10 Januari 2017. Sebab bila tidak, pencairan tidak bisa dilakukan, kecuali yang bersifat wajib, seperti gaji, dan biaya rekening listrik. Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan fisik, dan bentok honor lainya belum bisa dilakukan,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Pessel, Suhandri didampingi Kepala Bidang (Kabid) Perbendaharaan, Mulyani.
Tahun 2017, total anggarannya mencapai Rp 231.468.630.100. Karena itu, wali nagari dan Badan Musyawarah (Bamus) diminta supaya saling bersinergi dalam melaksanakan pembangunan.
Terpisah, Wali Nagari Talok, Kecamatan Bayang, Syamsurizal menargetkan laporan penggunaan keuangan di nagarinya itu tuntas menjelang tanggal 10 Januari 2017. Ini bisa tercapai, sebab format-format laporan atau tata caranya sudah diberikan oleh pemerintah daerah (Pemda) melalui DPKAD.
“Total anggaran APB Nagari Talok pada tahun 2016 sebesar Rp 1,1 miliar, bersumber dari dana transfer pusat bersumber dari APBN yang dikenal dengan ADD, dan dari APBD kabupaten yang dikenal dengan sebutan ADN,” ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan Wali Nagari Kambang Timur, Sondri KS. “Saat ini kami dari pihak pemerintahan nagari tengah melakukan penyusunan pelaporan penggunaan sebagai mana rencana sebelumnya,” sebutnya.
Di sisi lain, Ketua Perwanaliko yang juga Wali Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luak, Irmaizar menilai, secara umum program pembangunan dana desa bermanfaat.
Betapa tidak, sebelumnya dengan mengandalkan pembangunan bersumber dari APBD, banyak kebutuhan yang sudah berulangkali diusulkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan di tingkat nagari, tidak kunjung diakomodir.
“Sekarang dengan adanya dana desa yang terus bertambah setiap tahun, masyarakat benar-benar mampu mewujudkan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan ditingkat nagari. Artinya ketika melakukan musyawarah, sudah benar-benar untuk menyepakati penggunaan dana secara prioritas,” tambah Irmaizar.
Pembangunan irigasi dan jalan nagari hingga pembangunan gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi pembangunan paling dominan di nagari menggunakan DD.
“Hanya saja pada tahap pelaksanaan DD sebelumnya, kita melihat sejumlah kendala yang patut menjadi bahan evaluasi dimasa mendatang. Mulai dari tahap perencanaan penyusunan proposal Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan. Masih belum sempurnanya kajian secara teknis, nilai upah dan harga material di setiap nagari,” ucap Irmaizar.
Soal pelaporan dan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang benar-benar harus dibekali oleh instansi terkait secara lebih rinci. Sebab TPK merupakan masyarakat nagari yang diberdayakan.
Secara umum sumber daya manusia ditingkat nagari sangat variatif dengan latar belakang pendidikan yang berbeda pula. Sehingga perlu pembekalan secara teknis, hukum dan administratif.
“Di samping itu kita juga ingin adanya pendamping hukum, teknis dan administratif dari pemerintahan. Meski pekerjaan dalam skala kecil, kajian teknis tentu sangat dibutuhkan agar kualitas pekerjaan kian membaik, begitu juga tenaga pelaporan dan adminsistratif dan pemahaman aspek hukum yang mumpuni,” harap Irmaizar.
Minim Petugas Pendamping
Di sisi lain, Kepala Desa Rantih, Kecamatan Tawali, Kota Sawahlunto, Yulizal dt Malin Mancayo, mengatakan perlu acuan pelaporan guna mengurangi risiko kesalahan dalam hal pelaporan ADD. Acuan dan blangko pelaporan yang baik berdasar peraturan menteri metoda penjumlahan dan pengurangan.
Selain itu, kelengkapan dokumen ADD masih jauh dari harapan. Hal itu disebabkan masih kurangnya sumbar daya manusia sehingga dokumen tersebut tidak rapi.
Di kecamatan hanya ada seorang pendamping maka tidak tercover semua desa yang ada di kecamatan tersebut sehingga banyak kekurangan dalam hal dokumen.
“Seharusnya pendamping desa itu mendampingi mulai dari perencanaan sampai pelaporan akhir. Dengan pendampingan dari awal dapat diketahui apa yang kurang dalam perencanaan tersebut dan begitu pula sebaliknya pelaporan ADD harus sesuai penganggaran. Hal ini terjadi pada ADD tahun 2015 lalu, sehingga terjadi silpa Rp35 juta program desa terkait pertanian pemberian bibit kelengkeng kepada masyarakat,” ujarnya.
Sementara ADD 2016 Desa Rantih memperoleh Rp2.138.666.574. Anggaran tersebut peruntukannya 70 persen untuk pembangunan fisik desa dan 30 untuk belanja modal termasuk Badan Usaha Milik Desa (BumDes).
Kepala Desa Lumindai, Kecamatan Barangin, Chairunnas, mengatakan ADD Lumindai tahun 2016 Rp 2,9 miliar dan banyak terserap untuk pembangunan fisik jalan.
“Secara umum tidak ada kendala dan berjalan sesuai rancangan. Namun, masyarakat yang bekerja tersebut tidak sesuai dengan tanggal ditargetkan. Pembangunan menjadi molor dan tidak sesuai tanggal ditentukan,” katanya.
Diakuinya, dalam pengerjaan pembangunan jalan tersebut, mempekerjakan masyarakat yang selama ini tidak bekerja. Mereka beranggapan pembangunan tersebut merupakan dana desa dan mereka yang bekerja pun malas sehingga tidak sesuai tanggal target pengerjaan.
“Misal kita menargetkan pekerjaan itu selesai selama 30 hari, kemudian pengerjaan dilakukan selesai selama 40 hari. Maka, terjadi keteledoran molornya pekerjaan tersebut menjadi serapan dan pembengkakan. Ini akan menjadi evaluasi ke depannya,” katanya.
Bagaimana di Agam sendiri? Sejak tahun 2015, disamping dikucuri ADD yang bersumber dari APBN pusat, tiap nagari di Kabupaten Agam juga dianggarkan ADN. Jumlahnya terus meningkat tiap tahun.
Pada tahun 2015, Pemkab Agam mengalokasikan APBD untuk ADN sebesar Rp 39,2 miliar. Lalu pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp 84,7 miliar. Sedangkan pada tahun ini, ADN dianggarkan Rp 84,9 miliar.
Namun hal itu belum diikuti kemampuan masing-masing nagari untuk melakukan serapan anggaran. Tercatat, pada tahun 2015 dari 82 nagari, terdapat 4 nagari yang tidak mampu menyerap ADN sampai ke tahap tiga. Hal serupa juga terjadi di tahun 2016.
Hanya 53 dari 82 nagari mampu menuntaskan serapan sampai ke tahap tiga. Parahnya, Nagari Malalak Barat, Kecamatan Malalak, hanya mampu menjemput bola di tahap pertama saja.
“Kalkulasi demikian, tidaklah sepenuhnya benar. Jika disebutkan jumlah nagari yang menerima secara keseluruhan memang terjadi penurunan dibanding tahun 2015. Namun, jika dilirik dari segi kemampuan pemerintah nagari menyerap dana, Kabupaten Agam justru mengalami kemajuan,” jelas Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Nagari (DPMN) Agam, Rahmat Lasmono di ruangannya, Jumat (6/1).
Hal itu ditinjau dari segi pemanfaatan ADN semata. Sementara, berkaca dari pemanfaatan ADD yang bersumber dari APBN Pusat, Kabupaten Agam patut diacungi jempol.
Sejak bergulir tahun 2015, seluruh nagari di Agam sukses menyerap secara keseluruhan. Meskipun dana yang dikucurkan terus meningkat, dana desa berhasil dilahap seratus persen.
Tahun 2015, seluruh nagari di Agam berhasil melahap dana Rp 24 miliar. Lalu pada tahun 2016, dari total Rp 55,5 miliar yang dianggarkan, semuanya juga ludes seratus persen. “Semoga hal serupa juga terulang di tahun 2017 ini dengan anggaran Dana Desa yang mencapai Rp 70,7 miliar,” harap Rahmat Lasmono.
Untuk itu, lanjut Rahmat, pihaknya sudah memberi tenggat waktu kepada setiap nagari untuk mengajukan APB-Nagari di penghujung tahun 2016.
“Hingga saat ini sudah 62 nagari yang telah mengajukan APB-Nagari untuk tahun 2017. Satu nagari diantaranya menyerahkan di bulan Januari. Karena itu, tahun 2017 ini bakal ada 21 nagari yang ADN-nya dipangkas sebesar 7 persen karena terlambat dari deadline seharusnya,” tutur Rahmat.
Tahun 2016 lalu, pencairan ADN tercepat dimulai bulan April. Karenanya banyak nagari yang tidak siap melakukan serapan secara utuh. Di tahun 2017, Januari ini sudah bisa dimulai pencairan.
“Persentasinya jumlah dana yang diserap tahun lalu sudah meningkat, namun masih Pemkab tentunya belum puas. Kita ingin serapan ini terus bertambah, ingin the best lah,” harapnya.
Di sisi lain, Rahmat Lasmono menyebut irinya sudah menyiapkan langkah-langkah konkret untuk menggenjot serapan ADD dan ADN tahun 2017. Salah satunya dengan sinkronisasi perencanaan pembangunan Pemkab dan pemerintah nagari yang akan digodok di Musrenbang tingkat nagari.
“Salah satu penyebab rendahnya serapan, bisa dilihat dari sisi SDM. Maka dari itu, disediakan layanan e-consuling, atau konsultasi via teknologi. Layanan ini sifatnya tertutup, apapun masalah di Nagari bisa dibicarakan dengan dinas terkait. Software ini berisikan rangkuman data yang bisa menjawab kesulitan nagari,” jelas mantan Kabag Administrasi Pertanahan ini.
Dia menambahkan, selain e-Consuling, Pemkab Agam juga sudah menyiapkan program Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Yaitu program yang mendukung sistem keteraturan dan transparansi bagi setiap transaksi keuangan di setiap Nagari. “Program ini sudah ready sejak 2016 tahun ini tinggal go,” tegasnya.
“Ketidakharmonisan walinagari dan bamus akan merugikan masyarakat banyak, ini harusnya menjadi perhatian. Dengan mengusung tema Nagari Kerja Berlari, kami tidak akan membiarkan pemerintah nagari terlena dengan kekurangan dan ketidaktahuan melainkan saling bekerja sama dalam mencapai kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Agak prematur dinilai, dari segi ekonomi karena baru setahun, nampaknya pola rural development pembangunan dari pinggiran sudah mulai terasa. Di berbagai sudut nagari sudah terlihat plang merek pembangunan yang bertuliskan anggarannya berasal dari dana desa. (*)
LOGIN untuk mengomentari.