in

Ketika Penyair Chairil Anwar Diusulkan jadi Pahlawan Nasional

”Binatang Jalang” Itu Menyalakan Api untuk Negeri

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak Gentar.  Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
Maju…”

Puisi di atas berjudul ”Diponegoro”. Ditulis penyair terkemuka Indonesia Chairil Anwar, enam tahun menjelang kematiannya. Puisi bertarikh Februari 1943 itu cukup menjadi alasan bagi sastrawan Gustafrizal Busra alias Gus tf Sakai, 52, kenapa Chairil Anwar layak diusulkan sebagai pahlawan nasional.

”Sajak-sajak Chairil sangat mencerminkan semangat hidup dan sikap kepahlawanan,” tutur Gus tf  yang pernah meraih penghargaan sastra Lontar dan SEA Write Award dari Kerajaan Thailand kepada Padang Ekspres di Payakumbuh, pekan lalu.

Sejak awal April ini, Gus tf bersama sejawatnya Adri Sandra, 52, Iyut Fitra, 49, dan Khairul Jasmi, 53, gencar mengumpulkan sastrawan, penyair, budayawan, seniman, wartawan, serta pecinta sastra di Payakumbuh.

Kepada mereka yang dikumpulkan di kedai Sarikayo Kopi itu, termasuk di antaranya Rayfoster W Manespo, Nasrul Azwar, Yulfian Azrial alias Yum AZ, Yusril ”Katil”,  Bayu Tullah Vesky, Yudilfan Habib, Yusra Maizah, Ade Suhendra dkk, Gus tf begitu antusias menceritakan sosok Chairil Anwar yang layak ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional.

”Chairil Anwar yang berdarah Limapuluh Kota, Sumatera Barat, dikenal luas sebagai pelopor Angkatan 45. Sebuah angkatan dalam kesusastraan Indonesia yang terlibat dalam gerakan perjuangan bangsa,” kata Gus tf Sakai yang pernah mengecap pendidikan di Fakultas Peternakan, Univeritas Andalas, Padang.

Bagi Gus tf Sakai, tidak hanya sajak-sajak Chairil Anwar yang mencerminkan semangat hidup dan sikap kepahlawanan. Puisi-puisi penyair yang lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922, dan meninggal di Jakarta, 28 April 1949 ini, juga memperlihatkan betapa Chairil memiliki perhatian besar terhadap bangsa.

Bahkan, ketika negeri dalam bahaya, ”Binatang Jalang” (sebutan Chairil dalam puisi ”Aku”) itu menyalakan api untuk negeri.

”Puisi-puisi Chairil, seperti ”Aku” atau ”Semangat”, ”Diponegoro”, dan lebih-lebih ”Krawang-Bekasi” memperlihatkan bagaimana ia, karena perhatiannya yang sangat besar terhadap kondisi sosial dan politik bangsa yang sedang dalam bahaya, sengaja menyadur puisi Archibal MacLeish untuk menyaran dan mengingatkan bangsa ini agar ”Menjaga Bung Karno/Menjaga Bung Hatta/Menjaga Sjahrir”. Meneruskan jiwa-jiwa mereka, para bapak bangsa,” kata Gus tf Sakai.

Bukan itu saja, menurut Gus tf, sebagai seorang penyair pelopor dan salah seorang tonggak kesusastraan Indonesia, Chairil Anwar memberi arti penting dalam kesusastraan modern Indonesia.

Terutama pada penemuan, pembaharuan, serta pilihan strategi puitiknya yang menekankan kepada kebebasan dan tak lagi mengikuti pola-pola perpuisian lama.

”Pola ini diikuti dan bahkan boleh dikata menjadi pedoman hampir seluruh tokoh penyair Indonesia pada angkatan-angkatan berikutnya. Seperti, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, sampai ke angkatan penyair terkini seperti Afrizal Malna atau Joko Pinurbo,” papar Gus tf.

Pada akhirnya, Gus tf menyimpulkan, dari seluruh penyair yang pernah dilahirkan di Indonesia, tak terbantahkan, Chairil Anwar adalah satu-satunya sosok sastrawan yang dari perjalanan hidupnya terlihat bahwa ia menyerahkan seluruh hidupnya pada kesusastraan.

”Ia menjadi ikon dari keseriusan, kesungguhan, dan vitalitas seorang penyair Indonesia yang tak tergantikan,” pungkas Gus tf.

Senada dengan Gus tf, sastrawan Adri Sandra yang dikenal sebagai penulis syair dan pantun cerita terpanjang di Indonesia, menyebut, Chairil Anwar memang sudah pantas diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Malahan, menurut pemegang rekor MURI di bidang sastra ini, pemerintah seharusnya sudah menetapkan Chairil sebagai pahlawan nasional sejak jauh-jauh hari.

”Tanpa harus diusulkan, seharusnya pemerintah sudah tetapkan Chairil Anwar sebagai pahlawan, Sebab, setiap tahun, seluruh kota di Indonesia, tak ada yang tak memperingati Hari Chairil. Penyair ini tidak hanya menjadi milik pecinta sastra, tapi sudah dikenal luas masyarakat tanah air lewat puisi. Chairil adalah pembuat sejarah. Dalam masa perjuangan melawan penjajah. Puisi-puisi yang ditulis Chairil, seperti ”Aku” dan ”Kerawang-Bekasi” memberi semangat, bagi  republik ini,” kata Adri Sandra, dengan suara baritonnya yang khas.Soal masih banyaknya aksi klaim-mengklaim kampung asal Chairil Anwar, menurut Adri Sandra, hal itu mesti diakhiri. 

”Kepada mereka yang mengklaim Chairil Anwar berasal dari Medan dan Riau, ketahuilah bahwa tanah asalnya tetap di Taeh, Limapuluh Kota. Memang ayahnya Toeloes pernah bertugas di Medan dan Rengat, tapi kampungnya di Sumatera Barat. Saya pribadi, berhubungan dekat dengan keluarganya. Baik keluarganya di Taeh atau putri semata wayang Chairil, Uni Evawani, yang kini di Jakarta,” ujar Adri Sandra.

Lelaki yang pernah menjadi staf pengajar di INS-Kayutanam ini mengaku, telah menghubungi Evawani perihal usulan menjadikan Chairil Anwar sebagai pahlawan nasional.

”Saya juga sudah tulis surat. Uni Eva, selaku ahli waris sangat setuju. Bahkan, Uni Eva siap mengirim surat persetujuan dari keluarga. Sebab, beliau sadar, Chairil tak hanya milik seniman, tapi milik masyarakat. Tidak ada yang tak kenal dengan Chairil, hanya pemerintah saja yang lupa. Mudah-mudahan, pemerintahan sekarang yang punya visi kebudayaan, segera menetapkan Chairil jadi pahlawan nasional,” pungkas Adri Sandra.

Sementara, penyair Iyut Fitra yang menulis buku ”Musim Retak” dan ”Dongeng-Dongeng Tua”, memandang Chairul sebagai ikon sastra tanah air yang telah menyalakan semangat perjuangan bangsa, ketika kuku-kuku penjajah, mencengkram bumi pertiwi. Iyut Fitra yang menyala dengan puisi menyebut, kiprah Chairil sebagai maestro bangsa, telah diakui dunia.

”Bahkan di Museum Leiden di Belanda, satu-satunya puisi penyair Indonesia yang terpajang di sana, konon hanyalah puisi karya Chairil Anwar. Begitu masyarakat internasional mengakui karya-karya Chairil Anwar yang menjadi inspirasi bagi generasi penerusnya,” kata Iyut Fitra.

Perihal Chairil dianggap ”liar’ dan ”binal’ semasa revolusi, menurut Iyut Fitra, bukanlah alasan ia tidak dijadikan pahlawan nasional. ”Malah, diakhir hayatnya, Chairil dengan penuh kesadaran memilih kembali kepada Tuhannya. Simaklah puisi sebelum ia meninggal, ”Tuhan, oh Tuhan”. Itu menandakan, betapa Chairil amat dekat dengan Tuhannya,” kata Iyut Fitra bersama Rayfoster W Manespo.

Di sisi lain, sejumlah budayawan yang dikumpulkan Iyut Fitra bersama Gus tf, Adri Sandra dan Khairul Jasmi di Payakumbuh, menyambut terbuka gagasan mengusulkan Chairil Anwar sebagai pahlawan nasional.

Menurut Yulfian Azrial dan Yudilfan, dua di antara budayawan itu, perjuangan bangsa ini tidak hanya dengan senjata, tapi juga jalur diplomasi. Malah, WR Supratman yang membuat lagu Indonesia Raya, menjadi pahlawan nasional. Kenapa Chairil dengan puisinya yang membakar semangat perjuangan luput dari pengakuan yang sama.

”Chairil Anwar secara langsung menjadi bagian dari perjuangan menegakkan republik ini. Chairil sangat dekat dengan Syahrir, Chairul Saleh, Sukardi dkk yang menculik, sekaligus memaksa Soekarno, memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Napas Chairil adalah napas perjuangan untuk bangsa. Dia meninggalkan karya-karya monumental yang sampai kini masih menjadi bahan pelajaran mulai dari bangku sekolah sampai perguruan tinggi,” kata Yulfian Azrial.

Pemilik nama pena Yum AZ ini menyebut, umumnya perkembangan suatu bangsa sangat ditentukan oleh budaya. Seperti dilakukan Mahatma Gandhi di India.

”Gandhi tak berjuang dengan senjata, tapi dengan budaya. Bagaimana ia mencipatkan bangsanya, hingga kini masih bangga pakai produk dalam negeri. Begitu pula dengan Restorasi Meiji di Jepang, itu gerakan Budaya. Khusus dengan Chairil, karya puisinya, sudah menjadi catatan kebudayaan yang bisa menjadi bahan bagi anak bangsa untuk berbuat, bergerak,” kata Yum AZ.

Melihat Chairil Anwar dari segala sisinya, para sastrawan, penyair, budayawan, seniman, wartawan, serta pecinta sastra yang berkumpul di Payakumbuh, sepakat membentuk Forum Inisiator Pengusulan Chairil Anwar menjadi Pahlawan Nasional. Forum ini diketuai Gus tf dengan Iyut Fitra sebagai wakilnya, Yum Az selaku sekretaris dan Khairul Jasmi bersama Adri Sandra dkk sebagai anggotanya.

Khairul Jasmi yang merupakan pemegang Press Card Number One dari PWI Pusat mengaku tidak main-main dengan usulan menjadikan Chairil Anwar sebagai pahlawan nasional. ”Ini bukanlah wacana muluk-muluk, kita serius soal ini,” katanya saat meminta Padang Ekspres menghadiri pertemuan para sastrawan, pekan lalu.

Saking seriusnya, Khairul Jasmi menyebut, Forum Inisiator Pengusulan Chairil sebagai Pahlawan Nasional sudah menghubungi pula sejumlah tokoh dan sejarawan. Termasuk, Profesor Mestika Zed, Profesor Gusti Asnan dan penulis buku ”1001 Orang Minang di Pentas Sejarah”, Hasril Chaniago.

Mereka, memberi signal positif. Bahkan, menurut Profesor Gusti Asnan, saat ini sedang disiapkan acara di Unand membahas Chairil dan Adinegoro jadi pahlawan.

Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi yang dihubungi Padang Ekspres juga tak kalah gembiranya. ”Senang betul hati saya, mendengar kabar ini. Penyair Chairil Anwar layak ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional. Pemkab Limapuluh mendukung usulan ini,” kata Irfendi Arbi, secara terpisah. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Bulog: Sejak 2016, tak Jual Beras Impor

Ironi di Provinsi Sumbar yang Surplus Beras