Palembang, BP
Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Hj RA Anita Noeringhati mempertanyakan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel tentang Sumsel sebagai provinsi ke sepuluh termiskin di Indonesia.
Menurut Anita, ia mempertanyakan kapan data yang ditampilkan oleh BPS tersebut diambil, dan apa saja yang menyebabkan adanya pertambahan jumlah orang miskin di Sumsel ditengah pandemi Covid-19 saat ini.
“Data yang diambil tersebut di tahun berapa dan dari segi apa? karena ini juga yang nantinya bakal kami pertanyakan sebagai bahan evaluasi bagi Pemprov Sumsel pada saat pembahasan R-APBD Perubahan nanti,” kata Anita usai bersilaturahmi dengan awak media di ruang Media Centre (MC) DPRD Sumsel, Kamis (18/2).
Meski begitu, politisi Partai Golkar ini menegaskan Pemprov Sumsel bersama DPRD Sumsel, ingin senantiasa bersinergi dalam membangun Sumsel.
Tidak hanya ketika rilis data BPS yang menyebut Sumsel masuk dalam 10 besar provinsi termiskin di Indonesia semata melainkan bagaimana dengan program-program yang dibuat gubernur beserta jajarannya ini bisa menambah pendapatan dari masyarakat.
“Salah satunya dengan sejumlah proyek infrastruktur yang kini tengah dan akan dikerjakan Pemprov Sumsel.
Yang pastinya akan ada evaluasi per triwulan dengan meminta progres pembangunan proyeknya seperti apa,” kata Anita.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel merilis angka kemiskinan di Sumsel akibat dampak pandemi Covid-19, menjadi 12,98 persen per September 2020.
Angka tersebut naik dibanding September 2019, atau sebelum pandemi, yang sebesar 12,56 persen.
Bahkan angka tersebut juga lebih tinggi dibanding angka nasional yang sebesar 10,19 persen.
Kepala BPS Sumsel Timbul P Silitonga mengatakan kenaikan angka kemiskinan itu setara dengan 52.490 orang yang masuk kategori miskin.
“Jadi jumlah penduduk miskin di Sumsel pada periode September 2020 sebanyak 1,11 juta.
Penambahan ini salah satunya karena dampak Covid-19,” bebernya, Senin (15/2).
Timbul menjelaskan dampak Covid-19 tersebut terlihat dari beberapa indikator yang berkenaan dengan pendapatan penduduk, inflasi, daya beli serta angka pengangguran.
“Kita tahu bahwa pertumbuhan ekonomi Sumsel kuartal III/2020 terkontraksi 1,4 persen, laju inflasi juga terjadi penurunan harga.
Dua komponen itu telah menunjukkan konsumsi rumah tangga yang terkontraksi karena adanya penurunan daya beli masyarakat,” jelas Timbul.
Dia melanjutkan upah buruh tani juga tercatat menurun pada Agustus 2020 menjadi 1,5 juta per bulan dari sebelumnya Rp1,58 juta per bulan.
“Sementara kami melihat kantong-kantong kemiskinan umumnya ada pada mereka yang bekerja sebagai buruh tani,” ujarnya.
Dilanjutkan Timbul, pihaknya juga mencatat terdapat 597.880 penduduk yang kehilangan pekerjaan selama pandemi Covid-19.
Ratusan ribu penduduk yang terdampak itu ada yang menjadi pengangguran, tidak lagi menjadi angkatan kerja, dan sementara tidak bekerja.
“Indikator-indikator tersebut lah menunjukkan kondisi yang tidak menguntungkan bagi masyarakat, terutama untuk golongan bawah, apalagi yang hidup di bawah garis kemiskinan,” katanya.#osk