Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, tentang Citra MK Pasca Ditangkapnya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar
Ditangkapnya Patrialis Akbar, salah satu hakim konstitusi, menjadi pukulan kedua bagi Mahkamah Konstitusi (MK). Sebelumnya pada 2013, Akil Mochtar yang saat itu menjadi Ketua MK, digelandang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari rumah dinasnya, setelah komisi anti rasuah itu menggelar operasi tangkap tangan.
Patrialis juga begitu. Hakim konstitusi yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM di era Presiden SBY itu digelandang KPK lewat operasi tangkap tangan. Baik Akil dan Patrialis ditangkap KPK karena kasus suap. Keduanya diduga menerima suap atas perkara yang disidangkan di Mahkamah.
Akil sudah divonis oleh pengadilan dengan hukuman penjara seumur hidup karena dianggap bersalah menerima suap saat menyidangkan sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Sementara Patrialis diduga juga menerima suap atas uji materil sebuah UU.
Tentu dua kasus itu membuat citra mahkamah sebagai benteng konstitusi tercoreng. Lembaga penjaga konstitusi yang awalnya sangat dikagumi, kini mulai dicibir publik. Untuk mengupas lebih jauh tentang itu, Koran Jakarta berkesempatan mewawancarai Ketua MK, Arief Hidayat, seusai menerima rombongan anggota DPR yang berkunjung ke Mahkamah, berikut petikan wawancaranya.
Patrialis Akbar sudah mengundurkan diri, lalu?
Ya, kami baru menerima surat dari rekan kita Pak Patrialis Akbar. Pak Patrialis Akbar menyatakan diri mengundurkan diri.
Penggantinya bagaimana?
Dalam waktu dekat bisa melakukan rekomendasi ke Presiden. Segera setelah itu, kita akan kirim surat Presiden untuk dilakukan pengisian jabatan hakim baru. Karena ini akan menyongsong pilkada serentak, hakim harus lengkap sembilan orang.
Jika yang bersangkutan (Patrialis Akbar) mengundurkan diri, lalu bagaimana dengan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi? Dihentikan?
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) masih harus bersidang, bahkan sekarang lebih mudah.
Soal munculnya wacana revisi UU MK, di mana salah satu yang disuarakan soal evaluasi hakim dari kalangan partai, tanggapan Anda?
Revisi UU MK kan masih ditangan pemerintah. Jadi terserah bapak-bapak DPR. UU MK ditangan pemerintah. Revisi untuk penguatan independensi MK mengatur KUHAP MK dan perkuat dewan etik kontitusi.
Ada yang mengusulkan revisi memasukan klausul soal mekanisme pengawasan terhadap para hakim MK. Tanggapan Anda?
Revisi nanti saya harap tidak menyentuh mekanisme pengawasan. Jadi, bukan mekanisme pengawasan karena badan peradilan tidak boleh diawasi.
Ada yang berpandangan, celah suap muncul karena lamanya durasi putusan yang dikeluarkan hakim MK. Tanggapan Anda?
Itu soal teknis di MK, soal penanganan perkara. Kita akan melakukan perbaikan manajemen perkara.
Jika Patrialis sudah mengundurkan diri, majelis kehormatan tetap akan bersidang? Berapa lama proses sidang di majelis kehormatan?
Kalau sudah mengundurkan diri itu mudah, paling seminggu selesai. Kita ingin saat penanganan sengketa pilkada bisa cepat karena ada sembilan hakim.
Mahkamah sekarang dinilai lambat. Tahun ini saja, hanya 96 putusan yang dikeluarkan. Tanggapan Anda?
Jadi, ada masukan agar mempercepat proses. Kita pada bulan ini, sampai 17 putusan. Tahun kemarin kita bisa 96 putusan, karena kita selesaikan pilkada sehingga baru dimulai di bulan Mei. Sekarang kita kebut. agus supriyatna/AR-3