in

“Koalisi Merah-Hijau Berpotensi Menang”

Pakar Komunikasi Politik Unair Surabaya, Suko Widodo, tentang Konstelasi Menjelang Pilkada Jawa Timur

Tahapan resmi Pilkada Jatim belum dimulai, tapi hawa politiknya telah terasa. Masyarakat Jatim mulai disuguhi survei-survei yang memunculkan sejumlah nama berpotensi, diikuti dengan aktivitas safari politik beberapa calon.

Untuk membahas Pilkada Jatim ini, Koran Jakarta mewawancarai pakar komunikasi politik Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo. Berikut petikannya.

Bagaimana konstelasi pilkada Jatim sejauh ini?

Yang sudah menguat arahnya adalah PKB, PDIP, dan Demokrat, meskipun itu belum resmi dengan mengusung Gus Ipul (Saifullah Yusuf) sebagai kandidat calon gubernur, dengan wakil dari PDIP.

Di antara yang sudah mendaftar (mekanisme internal partai) mulai mengarah Kanang (Budi Sulistyono), Bupati Ngawi atau Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Wacana calon tunggal yang sedang diperjuangkan kubu PKB/Gus Ipul?

Soal nanti calonnya tunggal atau tidak sekarang terlalu dini untuk disebutkan. Karena sejauh ini, Pilkada Jatim selalu tidak bisa dilepaskan dari konstelasi pilpres.

Tentu tidak mungkin partai-partai papan atas lain, seperti Gerindra, PKS, dan PAN akan bergabung dalam wacana tunggal ini. Paling tidak, nanti sedikitnya akan ada dua calon.

Karena pasti masing-masing kubu pilpres nanti membutuhkan kaki untuk ditancapkan di Jatim menyongsong 2019 nanti.

Mengapa PDIP tidak mengusung calon sendiri?

Kalau kita melihat pilgub ini bagian dari konstelasi pilpres, dan petahana (Joko Widodo) mau menancapkan kaki. Maka PDIP harus berkoalisi dengan PKB yang notabene dibaliknya adalah NU.

Pak Jokowi punya kepentingan terhadap NU sehingga menjadi satu kesatuan dengan PDIP untuk pilpres. Jadi, mereka bermain aman dapat wakil gubernur dan pilpresnya.

Mengapa Risma tidak didorong sebagai wagub (dari Saifullah Yusuf), tapi malah Kanang atau Anas?

Tentu pertimbangannya macam-macam. Seorang yang populer belum tentu menang. Seorang yang elektabilitasnya memadai terkadang memiliki hambatan yang harus diperhitungkan.Salah satunya soal chemistry antara pasangan calon (cagub-cawagub).

Otomatis, pasangan itu harus ber-chemistry, bila ada dua-duanya leading bahaya juga. Pasangan ini akan agak susah orang kedua chemistry-nya.

Mana yang lebih baik, Anas atau Kanang sebagai wakil?

Saya melihat dari aspek peluang menang, lebih ke Anas. Dia dalam riset terpilih yang terbanyak sebagai wakil. Dia punya reputasi bukan hanya regional dan nasional, tapi juga internasional.

Orang dulu lebih mengenal Banyuwangi sebagai daerah “tukang santet”, tapi sekarang sudah memiliki branding image yang demikian baik.

Selain itu, Anas juga dekat dengan PDIP dan punya kultur NU karena dia juga sebagai ketua ISNU (Ikatan Sarjana NU). merepresentasikan Abang Ijo.

Sementara Kanang punya potensi karena mewakili masyarakat Mataraman (daerah-daerah di bagian barat Jawa Timur) dan modal pengalaman birokrasi karena sudah dua periode menjabat sebagai kepala daerah.

Bagaimana dengan La Nyalla yang mulai muncul?

La Nyalla secara finansial dan popularitas juga punya potensi. Tapi sebelumnya sempat tersangkut kasus hukum, biasanya ini agak berat. Namun, memang secara jaringan cukup kuat, Pemuda Pancasila kan ada di setiap daerah ada, bahkan sudah bercokol lama, jauh sebelum lahirnya partai-partai yang sekarang.

Gelagatnya, La Nyalla diusung PAN, PKS, dan Gerindra?

Tergantung apakah La Nyalla maunya sebagai gubernur atau wakil. Kalau gubernur, menurut survei yang paling dominan hanya dua, Khofifah dan Gus Ipul.

Dalam tradisi politik di Jawa Timur, partai yang punya militansi pendukung dan basis massa yang jelas adalah PKB dan PDIP. Sekarang Gerindra dan teman-temannya ini mewakili unsur kultural yang mana di Jatim. selo cahyo basuki/AR-3

What do you think?

Written by virgo

Perjuangan Penerbit Obor Melayani Umat

9 Foto Liburan Ini Bikin Salah Fokus Saking Anehnya!