Jabatan komisaris utama PT Semen Padang kosong setelah Saldi Isra diangkat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Dalam aturan dan praktiknya, kekuasaan pengisian jabatan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaan BUMN berada di tangan pemerintah.
Sudah menjadi rahasia umum, jabatan komisaris (sebagian besar) merupakan jatah orang-orang dekat penguasa yang ‘berkeringat’ mendudukkan penguasa di kursi kekuasaannya. Sebab itu, selain komisaris BUMN sektor perbankan, pengangkatan komisaris BUMN dan anak usahanya sering tidak dilakukan secara transparan dan tidak melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Karena syaratnya hanya ‘berkeringat’, kompetensi seorang calon komisaris BUMN dan anak perusahaan BUMN tidak diperlukan benar. Ada boleh, tidak pun tak apa-apa. Makanya kita tidak perlu heran bila seorang ahli politik, ahli hukum administrasi negara ataupun ahli demo tiba-tiba diangkat menjadi komisaris pada sebuah BUMN. Tidak paham seluk beluk bisnis, tidak mengerti hukum perusahaan dan tata kelola (governance) perusahaan, bukan pula menjadi halangan berarti untuk menjadi seorang komisaris. Sudah biasa itu. Sebiasa burung perkutut mandi pagi dan petang.
PT Semen Padang adalah anak perusahaan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang sebagian besar (majority) sahamnya dipegang oleh Pemerintah Republik Indonesia. Karenanya, praktik itu juga berlaku di Semen Padang. Siapa yang akan menjadi komisaris di perusahaan semen pertama di Indonesia itu sepenuhnya menjadi hak orang PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, tentu setelah mendengar arahan dan/ atau persetujuan Istana.
Secara hukum, tidak ada yang salah dengan pengangkatan komisaris tanpa melalui fit and proper test. Tidak ada aturan yang terlanggar. Lihatlah beragam ketentuan terkait itu. Mulai dari Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2005 yang sudah diubah dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan Komisaris/ Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN sampai Peraturan Menteri BUMN Nomor PER 02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.
Tidak satupun di antara aturan-aturan itu yang memuat pasal tentang keharusan calon komisaris BUMN dan anak perusahaan BUMN untuk melewati hadangan fit and proper test.
Pengangkatan komisaris perusahaan-perusahaan pelat merah melalui fit and proper test bernilai sangat penting. Pasalnya, jabatan komisaris di perusahaan-perusahaan yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan itu merupakan jabatan publik yang tentu harus dipertanggungjawabkan kepada publik. Jabatan publik harus diisi secara transparan. Tidak boleh ada krumuk-tumuk untuk mendapatkannya.
Sebagaimana diketahui, transparansi adalah salah satu prinsip good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik) yang secara formal dianut oleh perusahaan-perusahaan Indonesia (termasuk BUMN dan anak perusahaan BUMN), di samping empat prinsip lainnya, accountability, responsibility, independence dan fairness.
Pengisian jabatan komisaris BUMN dan anak-anak perusahaannya tanpa melalui fit and proper test juga tidak sejalan dengan konsep ‘Pemerintah sebagai acting shareholders BUMN’. Menurut konsep ini, pemerintah bukanlah pemilik atau pemegang saham BUMN yang sebenarnya. Keberadaan pemerintah di BUMN hanyalah sekadar wakil dari rakyat sebagai pemilik atau pemegang saham (ultimate shareholders) BUMN. Sebagai acting shareholders, peran pemerintah tentu tidak bisa seleluasa pemegang saham di perusahaan-perusahaan swasta.
Pada perusahaan-perusahaan swasta (terutama perusahaan swasta yang lembaran sahamnya menumpuk pada satu tangan seperti perusahaan keluarga), pemegang saham dibenarkan mengambil kebijakan apa saja yang mereka inginkan melalui rapat umum pemegang saham.
Misalnya, jika pemegang saham ingin memilih seorang komisaris sambil tidur pun tidak ada yang melarang. Karena, hal baik atau buruk yang terjadi pada perusahaan swasta akan menjadi keuntungan dan risiko personal para pemegang sahamnya.
Perbedaan paling dasar antara perusahaan pelat merah dan perusahaan swasta adalah dari sudut asal muasal kepemilikan modal; modal BUMN berasal dari uang rakyat yang diambilkan dari kekayaan negara yang dipisahkan, sedangkan modal perusahaan swasta berasal kantong pribadi (own pocket money) para pemegang sahamnya.
Soal pengangkatan komisaris, BUMN dan anak perusahaan BUMN tertinggal jauh dari perusahaan-perusahaan pelat merah yang berbasis lokal. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), misalnya, melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 mengharuskan rekrutmen anggota dewan pengawas (memiliki peran dan fungsi yang sama dengan dewan komisaris) melalui mekanisme fit and proper test yang dilakukan oleh panitia seleksi khusus. Rekrutmennya terbuka, dan siapapun yang merasa mampu boleh mendaftarkan diri sebagai calon anggota dewan pengawas PDAM.
Di Padang, akhir tahun lalu juga dipraktikkan pemilihan dewan pengawas (juga direksi) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Padang Sejahtera Mandiri, sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang didirikan melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2014 yang modalnya berasal dari kekayaan daerah Kota Padang yang dipisahkan.
Dua contoh tersebut (PDAM dan Perumda Padang Sejahtera Mandiri) mempraktikkan dengan benar konsep ‘Pemerintah sebagai acting shareholders’ di perusahaan milik publik. Mungkinkah pemilihan komisaris BUMN dan anak perusahaan seperti Semen Padang dilakukan secara terbuka dan mempraktikkan mekanisme fit and proper test?
Jawabannya sangat mungkin. Jalannya, revisi terlebih dahulu aturan-aturan terkait pemilihan komisaris untuk disesuaikan dengan konsep acting shareholders. Rekrutmen komisaris terbuka dan melalui fit and proper test tidak hanya bermanfaat untuk perusahaan, tapi juga baik untuk lebih menegakkan kepala para anggota dewan komisaris tersebut bahwa keberadaan mereka di perusahaan bukan hasil dari proses yang krumuk-tumuk.(*)
LOGIN untuk mengomentari.