SEOUL – Korea Selatan (Korsel) memasuki resesi ekonomi setelah Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2020 berkontraksi atau negatif 3,3 persen setelah pada kuartal I juga berkontraksi 1,3 persen. Sedangkan secara tahunan, ekonomi Negeri Ginseng itu berkontraksi hingga 2,9 persen untuk periode April sampai Juni 2020.
Masuknya Korsel menyusul Singapuran ke resesi itu karena salah satu pilar pertumbuhannya yaitu ekspor, anjlok paling dalam pada dua dekade terakhir. Merosotnya ekspor negara itu karena kebijakan pembatasan gerak barang dan manusia untuk mencegah penyebaran Covid-19, yang menyebabkan manufaktur mereka lumpuh.
Bank of Korea seperti dikutip dari Reuters, Kamis (23/7), menyebutkan penyusutan ekonomi 3,3 persen pada kuartal II adalah kontraksi paling tajam sejak kuartal pertama 1998. Angka itu juga lebih dalam dari perkiraan jajak pendapat yang digelar Reuters di angka minus 2,3 persen.
Ekspor yang menyumbang hampir 40 persen ekonomi Korsel, tercatat turun 16,6 persen atau yang terburuk sejak 1963. Sementara investasi konstruksi turun 1,3 persen, investasi modal turun 2,9 persen. Output dari sektor manufaktur dan jasa turun masing-masing sebesar 9,0 dan 1,1 persen, sedangkan yang tumbuh positif hanya konsumsi rumah tangga 1,4 persen.
Hal itu ditopang pemberian bantuan uang tunai pemerintah yang mendorong pengeluaran masyarakat untuk restoran, pakaian, dan kegiatan rekreasi.
Menteri Keuangan Korsel, Hong Nam-ki, mengatakan ekonomi kemungkinan baru akan pulih di kuartal ketiga. “Mungkin kita melihat rebound seperti Tiongkok pada kuartal ketiga ketika pandemi melambat dan aktivitas produksi di luar negeri, sekolah dan rumah sakit berlanjut,” kata Hong.
Pemerintah Korsel telah meluncurkan sekitar 277 triliun won atau sekitar 231 miliar dollar AS sebagai stimulus untuk mengatasi dampak ekonomi pandemi Covid-19.
Ganggu Asia
Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan resesi yang dialami Korsel otomatis akan mengganggu perekonomian Asia, lebih-lebih Indonesia yang selama ini sangat bergantung pada ekspor komoditas.
“Dengan resesi, berarti bisnisnya Korsel terganggu, maka negara-negara Asia otomatis ekspornya akan terdampak. Meskipun ekspor Indonesia ke Korsel tidak sebaik seperti ke AS yang surplus, tapi resesi Korsel akan menambah tekanan,” kata Wibisono.
Sementara rekannya, Bambang Budiarto, mengatakan Indonesia harus bisa mengelola peluang investasi dari resesi Korea Selatan. Pada jangka pendek, dampaknya pada ekonomi RI tentu ada, tetapi tidak berat, yaitu nilai ekspor yang dipastikan akan terkoreksi. n SB/uyo/E-9