in

Korut Ingin Berdamai Jika Trump Tarik Pasukan AS dari Korsel

Utusan pemerintah Korea Utara mengungkapkan Pyongyang mempertimbangkan normalisasi hubungan dengan Amerika Serikat jika saja pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan Donald Trump menarik pasukan dan persenjataan perang dari Korea Selatan serta mengamankan perjanjian damai yang mengakhiri perang di Semenanjung Korea. Duta besar Korea Utara untuk PBB di Jenewa, So Se Pyong, menyatakan bahwa sampai hal itu terjadi maka Korut akan melanjutkan kebijakan “pengembangan yang terus menerus” atas program nuklir dan ekonominya. 

So berada di Jenewa untuk memulai “diskusi tidak resmi dan informal” dengan sejumlah akademisi AS dan mantan pejabat AS. Kedua negara tak lagi menggelar diskusi resmi sejak Kim Jong Un memimpin Korut pada 2011 lalu. “Delegasi [Korut] ada di sini sekarang. Tapi seperti yang Anda ketahui, itu adalah ‘Rencana 2’,” kata So, dalam wawancara di kantor misi diplomatik Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) di Jenewa, Swiss, Kamis (17/11), dikutip dari Reuters. So memaparkan bahwa Choe Son Hui, negosiator Korut untuk pembicaraan terkait program nuklirnya akan memimpin tim dari Korut yang berisi empat orang dalam diskusi kali ini. 

Korut selama ini dijatuhi sanksi ekonomi yang berat lantaran terus melakukan uji coba nuklir dan rudal, yang dinilai melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Uji coba bom nuklir teranyar terjadi pada September lalu, menyusul serangkaian uji coba rudal sejak awal tahun ini. Dalam wawancara dengan Reuters pada Mei lalu, Trump menyatakan tak segan berdiskusi dengan dengan Kim Jong-un, pemimpin tertinggi Korut, terkait program nuklir Pyongyang. Jika terjadi, maka ini akan menjadi pergeseran terbesar dalam kebijakan politik AS terhadap negara yang terisolasi itu. 

Ditanya soal kemungkinan diskusi antara Trump dan Kim, So menyebut, “Pertemuan itu akan tergantung dari keputusan Pemimpin Tertinggi saya.” “Jika dia (Trump) benar-benar menghentikan kebijakan [AS yang] memusuhi DPRK, dengan menarik semua peralatan militer dari Korea Selatan, termasuk pasukan AS dan menyampaikan keinginan untuk melakukan perjanjian damai, maka saya pikir itu mungkin menjadi kesempatan untuk membahas normalisasi hubungan seperti yang kita lakukan di tahun 1990-an,” tutur So. 

Terdapat sekitar 28.500 tentara AS yang berbasis di Korea Selatan saat ini, siap membantu membela Seoul terhadap ancaman senjata nuklir Korut. Korsel dan Korut secara teknis masih berada dalam keadaan perang karena konflik Korea periode 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. So memaparkan bahwa pemerintahan Obama “kurang ramah” terhadap Korut, sehingga Pyongyang memutuskan mengembangkan program nuklirnya dan “meringankan hulu ledak senjata [nuklir]”. 

Dalam perbicangan Trump melalui sambungan telepon dengan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye pekan lalu, taipan real-estate itu menekankan komitmennya untuk membela Korsel berdasarkan kesepakatan aliansi militer kedua negara, menurut pernyataan kantor kepresidenan Korsel. Dalam kesempatan itu, So juga mengecam rancangan resolusi yang disetujui komite Majelis Umum PBB pekan lalu, yang menyatakan terjadi “pelanggaran hak asasi manusia yang luas” di negaranya. So memperkirakan rancangan itu akan digodok di rapat Majelis Umum PBB bulan depan.

Ditanya apakah dia khawatir DK PBB akan membawa kasus itu ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC), So menjawab, “Mereka tahu bahwa tanpa persetujuan penuh dari Dewan Keamanan, itu tidak bisa dilakukan. Mereka juga tahu bahwa beberapa negara akan menggunakan hak veto mereka. Tidak hanya China tetapi juga Rusia.”

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Tiket Termahal Piala AFF 2016 Rp190 Ribu

Gubernur Antisipasi Proyek Tumpang Tindih