Arena pertarungan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melawan Setya Novanto (Setnov) meluas. Selain mengusut kasus dugaan korupsi Setnov, KPK kini serius menindaklanjuti banyaknya laporan masyarakat yang mengadukan tim pengacara ketua DPR yang juga ketua umum Partai Golkar itu.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengakui, pihaknya menerima banyak aduan dari masyarakat yang menilai tim pengacara Setnov sudah melakukan obstruction of justice karena menghalang-halangi proses penyidikan kasus e-KTP. “Ini (obstruction of justice, red) tindak pidana serius,” ujarnya kemarin (18/11).
Karena itu, lanjut Febri, KPK perlu menindaklanjuti aduan masyarakat tersebut agar semua menjadi jelas. Dia menyatakan, pengusutan kasus korupsi tak boleh dihalang-halangi. “Ancaman hukumannya cukup berat, 3 sampai 12 tahun (penjara),” ucapnya.
Sejumlah warga memang beramai-ramai melaporkan kuasa hukum Setnov ke KPK, khususnya Fredrich Yunadi. Laporan itu terkait indikasi menghalang-halangi penyidikan kasus e-KTP. Salah satu pelapor adalah Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. “Laporan dugaan obstruction of justice,” kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI M. Isnur.
Koalisi itu, antara lain, terdiri atas ICW, KontraS, YLBHI, LBH Pers, dan Gerakan Anti-Korupsi (GAK). Ada beberapa poin yang dilaporkan. Salah satunya tindakan kuasa hukum yang menganjurkan Setnov untuk tidak memenuhi panggilan KPK dengan berbagai argumen yang tidak relevan. Bahkan, pendapat itu cenderung menyesatkan masyarakat. “Banyak bukti yang kami ajukan, video, semua ucapan dia (kuasa hukum, red),” ujarnya.
Isnur menambahkan, ada upaya menyesatkan opini publik yang dilakukan kuasa hukum Setnov. Yang paling parah terkait dengan penafsiran UU MD3 bahwa pemeriksaan anggota DPR harus seizin presiden. Padahal, dalam UU tersebut terdapat pasal yang mengecualikan ketentuan itu. “Ada upaya penyesatan opini publik,” ujarnya.
Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai Fredrich bisa dijerat dengan pasal 21 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, pengacara Setnov tak menggubris tudingan obstruction of justice tersebut. Dalam beberapa kesempatan, Fredrich Yunadi menyebut pengacara memiliki imunitas sehingga tidak dapat dituntut, baik perdata maupun pidana, sebagaimana Pasal 16 UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum. Saat tadi malam dihubungi untuk dimintai komentar terkait rencana terbaru KPK yang bakal serius menindaklanjuti laporan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, Fredrich juga tak bersedia merespons.
Tak hanya pengacara Setnov, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi juga serius mengumpulkan bukti terkait indikasi keterlibatan Hilman Mattauch dalam membantu menyembunyikan Setnov saat hendak dijemput paksa KPK. Hilman yang merupakan kontributor Metro TV adalah orang yang menyopiri mobil saat Setnov kecelakaan di kawasan Simprug, Jakarta Selatan, Kamis malam (17/11).
Menurut Isnur, jika ditemukan bukti-bukti yang mendukung dugaan itu, Hilman bisa dikenai pasal merintangi penyidikan KPK dan kode etik jurnalistik. “Tapi, sejauh ini baru kuasa hukum Setnov yang kami laporkan ke KPK,” ujarnya.
Gayung pun bersambut. Febri Diansyah mengungkapkan, indikasi adanya sejumlah pihak yang sengaja menyembunyikan Setnov selama pencarian KPK juga bakal ditelusuri. Setidaknya, pihak-pihak yang diketahui bersama Setnov berpotensi dimintai keterangan. Salah satunya Hilman.
“Kalau butuh kronologi yang lebih rinci atau informasi terkait peristiwa untuk (kecelakaan) Kamis malam, tentu tidak tertutup kemungkinan pihak yang mengetahui akan dipanggil sebagai saksi,” imbuhnya. Sebagai catatan, Hilman sebenarnya pernah dipecat Metro TV pada Juni 2016. Namun, dia diakui kembali sebagai jurnalis Metro TV pada tahun yang sama.
Sementara itu, terkait kondisi Setnov, hingga kemarin dia masih menjalani perawatan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Hanya, belum diketahui seperti apa kondisi terakhir tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. Termasuk penyakit apa saja yang dideritanya.
Menurut Febri, rangkaian tindakan medis sejatinya sudah dilakukan tim penyidik bersama pihak rumah sakit. Mulai pemeriksaan umum, magnetic resonance imaging (MRI), hingga tes CT scan. “Analisis dan kesimpulan dari pihak dokter akan menjadi pertimbangan bagi KPK menentukan langkah berikutnya,” ujarnya.
Namun, Febri belum mau menjelaskan lebih detail soal langkah berikutnya yang diambil KPK bila Setnov dinyatakan sembuh. Begitu pula terkait kesimpulan dan analisis dokter. “Apakah masih dibutuhkan observasi selama beberapa hari ke depan atau dapat dilakukan pemeriksaan dan penahanan lanjutan, masih akan ditentukan kemudian,” ungkapnya.
Febri menambahkan, Setnov kini berada di bawah pengawasan KPK. Itu seiring langkah penahanan dan pembantaran yang sudah dilakukan lembaga superbodi tersebut pada Jumat. Dengan demikian, pihak-pihak yang ingin mengunjungi orang nomor satu di parlemen itu harus mendapatkan izin lebih dahulu dari penyidik KPK.
“Kami harap peristiwa yang terjadi minggu ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak. Terutama untuk para saksi atau tersangka yang dipanggil penegak hukum agar mematuhi kewajiban tersebut,” ucap mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Di luar pemeriksaan Setnov, ada beberapa kejadian menarik di RSCM kemarin. Itu terkait dengan adanya dua karangan bunga untuk Setnov yang diletakkan di lobi bagian belakang. Karangan bunga tersebut bertulisan “Semoga Lekas Sembuh Papa Tiang Listrik #SAVETIANGLISTRIK”. Di bawahnya tertera nama Sam Aliano. Satu lagi Rizal Villano S.P. Lewat karangan bunganya, dia menulis “Semoga Lekas Sembuh Bapak Setya Novanto”.
Saat dikirim pukul 10.45, karangan bunga tersebut masih utuh. Namun, tak berselang lama setelah diletakkan di belakang, tulisan ucapan dirusak. Yang tertinggal nama pengirimnya saja. Namun, tidak ada yang tahu siapa yang merusak karangan tersebut.
Kiriman bunga itu tidak mendapat tanggapan dari pihak Novanto. “Tidak tahu siapa yang kirim. Kalian ngomong, malah saya baru tahu,” tutur Fredrich Yunadi, pengacara Setnov, yang siang kemarin menjenguk kliennya.
Ketika ditanya mengenai kesehatan Setnov, Fredrich menuturkan Setnov selalu tidur selama dijenguk. Menurut dia, tidak ada satu pun yang berani membangunkan kliennya. Termasuk dokter. “Tadi saya tungguin sampai saya tinggal makan di bawah tidak bangun. Cuma bilang kalau mau buang air kecil,” ungkap Fredrich sambil berlalu. “Cuma bilang aku masih lemes gitu,” imbuhnya.
Dia enggan membeberkan lebih lanjut bagaimana kesehatan kliennya. Termasuk luka yang mulanya dia katakan sebesar bakpao. Fredrich menyatakan bahwa keterangan kesehatan Setnov akan disampaikan pihak rumah sakit lantaran dirinya tidak berwenang.
Ketika ditanya apakah di dalam rumah sakit Setnov diawasi KPK, Fredrich mengaku tidak ada KPK. Hanya, penjagaan di RSCM Kencana terlihat lebih ketat. Setiap pengunjung yang akan masuk pasti ditanya tujuannya. “Kami sebenarnya menginginkan terbuka untuk masyarakat. Tapi, KPK minta begitu (penjagaan lebih ketat, red)” katanya. Hingga tadi malam, Setnov hanya tampak dijenguk keponakannya. Belum ada politikus maupun kerabat lain yang menjenguknya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.