JAKARTA – Untuk mengungkap kasus suap pengadaan satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla), penyidik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) mulai fokus mengusut pembahasan anggaran di DPR. Penyidik KPK telah memanggil sejumlah saksi, di antaranya Sekjen DPR, Achmad Djuned.
“Dalam pembahasan itu, sejumlah anggota legislatif diduga ikut terlibat. Namun untuk memastikan apakah ada pihak lain yang akan didalami terkait proses penganggaran, tentu akan kami dalami,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, di Jakarta, Jumat (29/9).
Dari hasil pemeriksaan Djuned, penyidik mendapatkan risalah rapat-rapat pembahasan anggaran proyek Bakamla di DPR. Menurut Febri, dalam proyek pengadaan satelit monitor, Bakamla dan DPR menyepakati anggaran proyek senilai 400 miliar rupiah. Namun anggaran itu dipangkas menjadi 220 miliar rupiah dengan alasan pemerintah sedang menghemat.
“Dari risalah yang diberikan oleh Sekjen DPR itu, kami dapat mengetahui siapa saja pihak-pihak yang turut terlibat. Yang pasti dalam kasus Bakamla ini, kami sudah masuk dalam aspek penganggarannya,” kata Febri.
Djuned diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan. Nofel, yang menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Organisiasi Bakamla telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 April 2017.
Nofel disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah. Nofel disebut menerima 104.500 dollar Singapura terkait pengadaan satellite monitoring senilai total 222,43 miliar rupiah.
Sebelumnya dalam persidangan, Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Dharmawasyah terbukti telah menyuap untuk memuluskan perusahaannya menggarap proyek ini. Sehingga tender proyek tersebut dimenangkan PT Melati Technofo Indonesia. mza/N-3