JAKARTA, METRO–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Lembaga antirasuah menetapkan tiga pihak sebagai tersangka, salah satunya Hakim Agung Gazalba Saleh.
Selain Gazalba Saleh, lembaga antirasuah juga menjerat Hakim Yustisial, panitera pengganti pada Kamar Pidana MA sekaligus asisten Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho dan Staf Hakim Agung Gazalba, Redhy Novarisza.
“KPK menemukan kecukupan alat bukti mengenai adanya dugaan perbuatan pidana lain dan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka,” kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (28/11).
KPK lebih dulu menetapkan Hakim Agung Sudarajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara. Sudrajad diduga menerima suap senilai Rp 800 juta melalui hakim yustisial atau panitera pengganti MA, Elly Tri Pangestu.
Selain Sudrajad, KPK juga turut menetapkan Elly Tri Pangestu dan delapan orang lainnya sebagai tersangka. Ke delapan orang itu di antaranya Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; PNS MA, Redi (RD); dan PNS MA, Albasri (AB). Kemudian, Yosep Parera (YP) selaku pengacara; Eko Suparno (ES) selaku pengacara; serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Perkara yang menjerat Gazalba Saleh tersebut bermula pada awal tahun 2022, terkait adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam Intidana, yang kemudian terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.
Yosep Parera dan Eko Suparno ditunjuk oleh Heryanto Tanaka sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung. Terkait perkara pidana, Heryanto melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus KSP Intidana, karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas.
“Langkah hukum selanjutnya yaitu Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA RI. Agar pengajuan kasasi Jaksa dikabulkan, Heryanto menugaskan Yosep dan Eko Suparno untuk turut mengawal proses kasasinya di Mahkamah Agung,” papar Karyoto.
Yosep dan Eko diduga telah mengenal baik dan biasa bekerjasama dengan Desy Yustria sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan, maka digunakanlah jalur Desy dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar SGD 202.000 (setara dengan Rp 2,2 miliar).
“Untuk proses pengondisian putusan, Desy turut mengajak Nurmanto Akmal yang juga selaku staf di Kepaniteraan MA dan Nurmanto selanjutnya mengkomunikasikan lagi dengan Redhy Novarisza selaku staf Hakim Agung Gazalba Saleh dan Prasetio Nugroho selaku asisten sekaligus sebagai orang kepercayaan,” ungkap Karyoto.
Sebab, Gazalba Saleh salah satu hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman. Karena itu, HT, YP dan ES berkeinginan terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya Terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.
“Dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya juga diduga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut diduga dibagi diantara DY, NA, RN, NP dan GS. Sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT,” ujar Karyoto.
Sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar SGD 202.000 melalui DY.
“Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang SGD 202.000 dari DY ke NA, RN, NP dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh Tim Penyidik,” tegas Karyoto. (jpg)