in

“KPU Gunakan Metode Sampling untuk Memangkas Waktu Verifikasi”

Setelah melalui perdebatan panjang selama hampir 10 jam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dan pemerintah menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 53/ PUU-XV/2017, yang memerintahkan untuk dilakukannya verifikasi faktual terhadap 16 parpol calon peserta Pemilu 2019.

Guna menyesuaikan putusan MK tersebut, KPU sepakat merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Peraturan KPU No 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu yang disesuaikan dengan norma Pasal 172 sampai dengan Pasal 179 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Akhirnya dicapai kesepakatan, KPU tetap menjalankan verifikasi, namun dengan metode berbeda, yakni dengan metode sampling guna memangkas waktu verifikasi dari 14 hari menjadi dua hari yang dimulai pada 22 Januari 2018. Untuk mengupas masalah tersebut, Koran Jakarta mewawancarai Ketua KPU, Arief Budiman, di Jakarta. Berikut petikan wawancaranya.

Mengapa verifikasi faktual Parpol jadi polemik pascaputusan MK?

Sebenarnya verifikasi faktual ini akan berjalan lancar dan memenuhi tenggat waktunya pada 17 Februari 2018 yang mewajibkan KPU sudah harus menetapkan parpol calon peserta Pemilu 2019.

Namun, menjadi kendala karena MK memutus perkara saat KPU sedang melakukan tahapan pemilu sehingga tidak lagi mempunyai waktu untuk melakukan verifikasi faktual terhadap ke-12 parpol peserta Pemilu 2014.

Lalu, bagaimana verifikasi faktual yang sudah dilakukan terhadap empat parpol baru?

Oke, jadi gini. Apa yang sudah ditetapkan terhadap keempat parpol baru (PSI, Perindo, Berkarya, Garuda) semuanya memang sudah hampir selesai dilakukan pengecekan kepengurusan di tingkat DPW dan DPC.

Pascaputusan ini, nantinya sisa pengecekan terhadap keempat parpol tersebut sudah dihentikan, dan dianggap sah. Kalau misal masih ada status tidak memenuhi syarat (TMS), tetapi dengan metode baru bisa memenuhi syarat, maka akan secara otomatis berubah menjadi memenuhi syarat (MS). Ini untuk menjamin kesetaraan dalam pengecekan kepada semua parpol.

Semula kan metodenya melalui sensus, sekarang sampling, apa bedanya?

Metode sampling itu bila besaran anggota dan pengurus parpol di atas 100 orang, maka sampling yang diambil 5 persen. Bila jumlah anggota dan pengurus di bawah 100 orang, maka sampling yang diambil 10 persen dengan tambahan syarat supaya cukup merepresentasikan wilayah itu.

Maka sampel yang diserahkan oleh partai itu harus tersebar di sekurang-kurangnya 50 persen kecamatan di kabupaten/kota.

Bagaimana KPU memastikan kualitas pemilu tetap terjaga itu? Metode ini kan dibuat dengan sangat sederhana dengan waktu terbatas. Kami berharap partai bekerja sama supaya proses ini mudah karena proses verifikasinya dilakukan hanya di kantor DPPnya dengan menghadirkan jumlah orang dalam sampel untuk dicek KPU.

Lah, terus gimana kalau orang tersebut gak bisa datang? Itu juga diatur bisa dengan melakukan video call, tetapi harus bisa dibuktikan bukti keanggotaannya. Dan untuk persyaratan keterwakilan perempuan itu kan tidak wajib kalau di DPP, hanya di kabupaten/kota.

Melalui PKPU baru ini, kapan KPU bisa mulai bekerja?

Ya, kami masih berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM, dan meminta untuk Menkumham segera mengundangkan secepatnya PKPU yang sudah direvisi. Apalagi revisinya tidak terlalu banyak terutama di tahapannya.

Tetapi sebelumnya, KPU bersikeras akan melakukan verifikasi faktual?

Memang terjadi banyak perdebatan, tetapi kan KPU harus mempertimbangkan banyak hal, tetapi KPU tidak diberikan peluang meminta untuk dikeluarkannya Perppu dan revisi UU Pemilu sehingga mau tidak mau dengan jumlah yang terbatas ini beserta anggaran yang tidak mengalami penambahan KPU harus menjalankan revisi PKPU ini. rama agusta/AR-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Eks Gelandang Lazio Merapat ke Sriwijaya FC

IHSG Terus Melonjak