Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, Terkait Proses Gugatan Hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi
Untuk mengulas hal itu, Koran Jakarta mewawancarai Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, di Jakarta. Berikut isi wawancaranya:
Bagaimana seharusnya KPU dalam menghadapi sengketa PHPU di MK?
Saya selalu mengingatkan KPU untuk senantiasa mengawal jajarannya di daerah ketika proses sengketa di MK berjalan. KPU harus mengawal PHPU yang melibatkan jajaran KPU di daerah. Memastikan kinerja dan integritas mereka terjaga dalam proses di MK. Jangan sampai ada jajarannya yang “masuk angin”.
Apa maksudnya “masuk angin”?
Ya, jangan sampai ada jajaran KPU di tingkat bawah tidak menjaga integritasnya, sehingga proses persidangan nanti dapat berjalan jujur dan adil.
Apa saja yang harus jajaran KPU persiapkan?
Mengawal betul jajaran KPU di daerah agar tidak terlibat main mata atau politik transaksional dengan pihak-pihak berperkara. Makanya konsolidasi jajaran KPU melalui kepemimpinan KPU dalam persidangan PHPU di MK menjadi sangat penting bagi KPU untuk meminta jajaran KPU daerah untuk mempersiapkan berbagai alat bukti penunjang yang berkaitan dengan dalil-dalil yang disampaikan pemohon di MK. Namun, yang tak kalah penting adalah asistensi dan konsolidasi yang maksimal dari KPU RI kepada jajaran KPU daerah selama sengketa masih berlangsung.
Memang bagaimana dengan mekanisme tenggat waktu pengajuan permohonan sengketa?
Berdasarkan Undang-Undang Pemilu, tenggat waktu untuk mengajukan sengketa pilpres dan pileg berbeda-beda. Berdasarkan Pasal 474 UU Pemilu, tenggat waktu untuk mengajukan sengketa legislatif DPR, DPRD dan DPD paling lama adalah 3 x 24 jam. Sedangkan untuk Pilpres diatur pada pasal 475 yang menyebutkan batas waktu mengajukan sengketa pilpres adalah tiga hari.
Apa saja yang kemudian menjadi dalil permohonan perselisihan hasil Pemilu 2019?
Ya macam-macam terkait hasil kepemiluan, semisal penggelembungan dan pengurangan suara, pengurangan suara, penggelembungan suara, pelanggaran administrasi, pelanggaran pemilu, pemilih yang tidak berhak memilih, kesalahan rekapitulasi, adanya kecurangan TSM, kekurangan logistik, politik uang dan masih banyak lagi. rama agusta/AR-3