Insiden ledakan yang terjadi di metro atau kereta bawah tanah St. Petersburg, Rusia, pada Senin (3/4) sekitar pukul 14.00 waktu setempat menewaskan setidaknya 11 orang. Selain korban meninggal dan luka-luka, ledakan ini juga menyebabkan kemacetan di ruas jalan kota.
Mahasiswi asal Indonesia, Puspita Atirennu (26) mengatakan warga St. Petersburg terpaksa memilih transportasi selain metro setelah otoritas setempat menutup seluruh jalur kereta ini. “Saat ini warga kebanyakan menggunaan bus dan taksi sehingga kondisi ruas jalan kota tampak padat akibat jam pulang kerja,” ujar Puspita melalui pesan singkat, dilansir dari CNN Indonesia.
Menurut mahasiswi jurusan hubungan internasional St. Petersburg State University ini, metro telah menjadi alat transportasi utama warga St. Petersburg. Setiap harinya, kereta metro ini mengangkut sekitar 2,3 juta warga Rusia per harinya. Sistem keamanan di setiap stasiun metro juga dianggap memadai, tak heran insiden ini cukup mengagetkan warga.
Hal serupa juga turut dirasakan oleh Grigory Nikiforov (29). Karyawan swasta yang kerap menggunakan transportasi metro untuk beraktivitas ini, mengaku kebingungan mencari cara agar bisa pulang ke rumah. “Kemacetannya sungguh luar biasa. Kira-kira berskala 10 dari 10,” ujar Grigory.
Media nasional Rusia melaporkan ledakan terjadi di antara stasiun metro Sennaya Ploshchad dan Tekhnologichesky Institut. Sebuah alat peledak ditemukan dan telah diamankan di stasiun metro lain, Ploshchad Vostanniya. Namun sampai sekarang, otoritas Rusia belum bisa memastikan jenis bahan peledak yang dipakai.
Hingga kini belum jelas apakah ledakan benar merupakan aksi terorisme, tetapi Presiden Rusia Vladimir Putin membuka segala kemungkinan tersebut.
LOGIN untuk mengomentari.