in

Leony Aurora dan Riry Silalahi, Bahu-membahu di Gerakan Hutan Itu Indonesia

Ajak Musisi Masuk Hutan, Ciptakan Lagu, lalu Konser

Konser Musika Foresta di Balai Sarbini, Jakarta, Sabtu malam (13/5), mengusung misi pelestarian hutan. Acara tersebut diinisiatori komunitas Hutan Itu Indonesia, gerakan terbuka yang berupaya mendekatkan masyarakat urban dengan hutan.

Sekitar tiga pekan menjelang peringatan Hari Bumi Sedunia, 22 April tahun lalu (2016), muncul gagasan untuk membentuk kolaborasi terbuka yang bertujuan menumbuhkan kecintaan terhadap hutan Indonesia. Terutama di kalangan generasi muda dan masyarakat kota.

Latar belakang mereka tidak melulu dari aktivis lingkungan. Ada pula musisi, profesional di bidang komunikasi dan audio-visual, serta beragam profesi lain. Total ada 13 anggota inti. 

“Kami ini sekumpulan anak muda yang gemas terhadap kondisi hutan kita,” kata Leony Aurora, ketua umum Hutan Itu Indonesia, yang ditemui koran ini di sela-sela konser di Balai Sarbini, Jakarta, Sabtu (13/5).

Ada sebuah studi tentang penduduk urban yang menunjukkan kesalahan persepsi bahwa hutan itu hanya berisi pohon. “Hutan masih dilihat dengan agak sempit,” ujarnya.

Padahal, di dalam hutan Indonesia terkandung keanekaragaman hayati yang begitu banyak. Di antaranya, 12 persen spesies mamalia dunia; 7,3 persen spesies reptil dan amfibi; serta 17 persen spesies burung dari seluruh dunia.

“Istilahnya, biodiversity hotspot hutan Indonesia padat banget,” ucap alumnus S-2 environment and development di Cambridge University, Inggris, itu.

Setiap kali pohon-pohon di hutan itu ditebangi, biodiversitas di dalamnya ikut lenyap. Ketika akan ditanam pohon baru, biodiversitasnya sulit bisa kembali. Padahal, hutan memiliki banyak fungsi penting. Misalnya, penahan erosi, pengatur tata air, dan penyeimbang iklim.

Hutan Indonesia juga memiliki hubungan yang erat dengan kekayaan adat istiadat bangsa. “Kalau hutan kita hilang, itu berarti juga menghilangkan sebagian budaya kita. Kami ingin mengingatkan kembali, hutan Indonesia itu jauh lebih kaya dari sekadar deretan pohon-pohon,” papar perempuan kelahiran Bandung, 15 Agustus 1978, yang concern pada isu-isu perubahan iklim tersebut. 

Salah satu kenangan Leony yang membekas sampai saat ini adalah ketika dia berkesempatan menjelajah Tana Olen, kawasan hutan di Malinau, Kalimantan Utara, pada 2007.

Dia menginap di pondokan pinggir hutan yang berada tepat di depan sungai yang sangat jernih. Sekitar pukul 17.00 cuaca mulai gelap, Leony duduk di teras, memandang aliran sungai kecil itu. Tiba-tiba ada cahaya yang bergerak. 

“Semakin lama semakin banyak jumlahnya. Ternyata, itu kunang-kunang. Aduh, itu pemandangan bagus banget,” ungkapnya.

Leony juga pernah mendatangi hutan di wilayah lain yang baru dibakar dan ditebang kayunya untuk pembukaan lahan baru. Deforestasi memang menjadi fenomena yang dihadapi, dan setiap tahun luas hutan Indonesia terus berkurang. 

“Kalau kita tidak kenal hutan, nggak terasa kalau (hutan itu, red) hilang. Jangan sampai kita baru sadar untuk menghargai hutan ketika hutan benar-benar sudah hilang,” tegasnya mengingatkan.

Berisi anak-anak muda dari beragam background yang disatukan rasa cinta terhadap hutan, gerakan Hutan Itu Indonesia berfokus mengadakan kegiatan yang fun, memberikan ruang bagi semua orang untuk berkontribusi.

Start pada peringatan Hari Bumi tahun lalu, mereka membuat campaign di media sosial: Hutan Itu… Mereka ingin tahu bagaimana pandangan masyarakat terhadap hutan Indonesia. Setiap orang bisa mengisi titik-titik tersebut dengan tulisan, gambar, atau video. Ada yang mengisi Hutan Itu Paru-paru Dunia, Hutan Itu Nafasku.

Setelah kampanye tersebut, diadakan event #KuLarikeHutan pada Juni 2016. Setiap lari 5 km artinya sama dengan mengadopsi satu pohon. Ada juga penggalangan donasi melalui KitaBisa.com untuk pemeliharaan pohon selama setahun. Total, 1.039 pohon diadopsi para donatur.

Program berikutnya adalah konser Musika Foresta yang digagas mulai September tahun lalu. Program tersebut menantang para aktivis Hutan Itu Indonesia untuk bisa mendekatkan dan membawa hutan ke hati generasi muda di kota. Hutan yang diwarnai gemericik air, kicauan burung, dan menjadi inti adat dan tradisi masyarakat Indonesia. 

Kakak Leony, Riry Silalahi, mantan gitaris band S.H.E. yang tergabung dalam tim inti Hutan Itu Indonesia, mengajak beberapa teman musisinya untuk terlibat dalam gerakan tersebut. Mereka mengajak para musisi masuk ke hutan pada Januari–Maret lalu. 

Ada empat musisi yang masuk hutan. Yakni, Glenn Fredly ke hutan Manusela di Pulau Seram, Maluku; Alam Urbach ke hutan adat Dayak Iban, Sungai Utik, Kalimantan Barat; pemain biola Achi Hardjakusumah ke hutan Kemenyan di Tapanuli Utara; serta penyanyi Astrid Sartiasari yang menjelajah hutan Sumatera Barat. Perjalanan mereka diabadikan dalam web series.

Sepulang dari hutan, para musisi menuangkan inspirasi yang didapatnya ke dalam lagu. Lagu-lagu itu lalu ditampilkan dalam konser Musika Foresta yang diadakan di Balai Sarbini, Jakarta, Sabtu (13/5).

Meski tidak semua pernah masuk hutan, tidak sulit mengajak para musisi tersebut terlibat langsung dalam gerakan itu. Bagi Astrid dan Achi, ini pengalaman pertama mereka. “Dan, begitu mereka bilang mau (terlibat), mereka fully committed,” ucap Riry.

Para musisi sepakat seluruh hasil penjualan lagu tentang hutan karya mereka didonasikan untuk kegiatan perlindungan hutan. Hasil penjualan tiket konser pun digunakan untuk mengadopsi lebih dari 200 pohon di hutan Nusantara. 

“Saya bersyukur bekerja sama dengan teman-teman Hutan Itu Indonesia. Perjalanan luar biasa ke hutan Manusela, saya merasa seperti kembali ke alam,” papar Glenn.

Begitu pula Astrid Sartiasari yang bertualang di hutan bersama sang suami, Arlan Djoewarsa, dan teman-teman dari KKI Warsi. “Awalnya takut. Begitu sampai di hutan, perasaannya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Hutan seakan berbisik menyuarakan isi hatinya,” kata Astrid yang membuat lagu Hanya Untukmu dari perjalanannya ke hutan Sumatera Barat itu.

Waktu penyelenggaraan pada 13 Mei juga dipilih dengan misi khusus. Hal itu terkait dengan usul untuk menetapkan tanggal 13 Mei sebagai Hari Hutan Indonesia. 

Pada 13 Mei 2015, Presiden Joko Widodo menandatangani moratorium atau penghentian sementara untuk pemberian izin baru penebangan pohon di hutan primer dan lahan gambut. Hingga hari ini, sudah lebih dari 3 ribu orang yang mendukung petisi #JagaHutan.

Melalui petisi tersebut, masyarakat mendorong pemerintah untuk memperkuat komitmen perlindungan hutan sebagai bagian penting dari identitas bangsa. Riry dan tim Hutan Itu Indonesia berharap project Musika Foresta tidak berhenti sampai di situ. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Mulai Melambat, tapi Masih Menakutkan

Tips Menjaga Kehidupan Pribadi di Media Sosial