Berbagai cara dilakukan masyarakat menyambut bulan suci Ramadhan. Ada pergi balimau ke sungai atau tempat pemandian, ataupun melakukan ritual-ritual lainnya. Masyarakat rela menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk bisa balimau ataupun rela harus bermacet-macet di jalan raya menuju tempat pemandian.
Tak peduli, tua ataupun muda, wanita ataupun pria, semua membaur di sungai untuk balimau. Mereka bersuka cita, yang katanya untuk mensucikan diri dari dosa. Seakan masyarakat seakan tenggelam dalam euforia menyambut Ramadhan tersebut.
Sejumlah remaja yang berdiri di samping penulis bercerita, keinginan mereka mendatangi tempat pemandian bersama teman-teman mereka. Untuk dapat izin orangtuanya, para remaja itu mengarang cerita agar mendapatkan restu orangtuanya. Penulis hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah para remaja tersebut.
Rekan penulis kemudian berbisik ke telinga penulis, katanya mensucikan diri, kok malah menambah dosa dengan membohongi orangtua. Penulis hanya memandangi para remaja putri tersebut yang masih tertawa cekikikan menceritakan bagaimana mereka membohongi orangtua hanya untuk dapat pergi balimau. Para remaja itupun kemudian segera bergegas pergi sambil memacu kendaraannya.
Di salah satu rumah sangat sederhana di Kota Padang, penulis tertegun melihat seorang anak yang masih duduk di SD mencium tangan ibunya dan meminta maaf. Tak hanya tangan ibunya dijabatnya, namun tangan saudara-saudaranya juga dijabatnya.
Anak tersebut kemudian mengetuk pintu rumah tetangganya sembari menyampaikan permintaan maafnya atas kesalahan yang sengaja ataupun tak sengaja dilakukannya.
Anak kecil tersebut hanya punya keinginan kecil, agar ibadah puasa yang dijalaninya di terima Yang Maha Kuasa. Ia tak ingin kesalahan dilakukannya, dapat mengurangi pahala yang didapatkannya.
Penulis jadi teringat dengan para remaja yang tega membohongi orangtuanya hanya untuk balimau. Sementara seorang murid SD, justru memilih meminta maaf secara langsung pada orangtua, saudaranya, kerabat dan tetangganya.
Sudahkah para remaja tadi menjabat tangan kedua orangtuanya, saudara-saudaranya, karib-kerabat serta tetangganya? Atau lupakah mereka, meminta maaf pada orang-orang yang ada di sekeliling mereka?
Betapa banyak kita yang lupa, meminta maaf pada orangtua, karib kerabat dan tetangga, namun eksis di sungai dan media sosial. Betapa banyak kita yang lupa atau pura -pura lupa bahwa mensucikan diri tak mesti harus di sungai atau tempat pemandian. Apalagi bercampur baur antara pria dan wanita.
Sambutlah Ramadhan dengan membersihkan diri dan hati tanpa melanggar ajaran agama dan norma-norma yang ada di tengah masyarakat. Sambutlah Ramadhan dengan meramaikan masjid, menghidupkan tadarus ataupun kegiatan keagamaan lainnya.
Jangan hanya meriah diawal, namun sepi di akhir Ramadhan. Mari luruskan niat dan semarakkan Ramadhan. Karena belum tentu, Ramadhan tahun depan masih milik kita. Mungkin hari ini, esok, bulan depan atau tahun depan, kita tak bisa lagi menikmati indahnya Ramadhan.
Atau pun bersantap sahur dan berbuka bersama dengan keluarga dan orang- orang yang kita kasihi. Jadi sebelum masa itu datang, sambutlah Ramadhan dengan suka cita dan hati yang bahagia. Karena esok belum tentu milik kita. (*)
LOGIN untuk mengomentari.