in

Mafia Obat dan Alkes Bikin RI Bergantung Impor

 

JAKARTA – Adanya praktik mafia dalam tata niaga obat dan alat kesehatan (alkes) membuat Indonesia selalu bergantung pada produk im­por. Padahal, obat dan alkes merupakan komo­ditas penting karena menyangkut kesehataan jutaan orang. Bahkan, obat dan alkes sangat penting di saat wabah Covid-19 merebak.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan para mafia itu mena­han bahan baku obat dan alat kesehatan se­hingga para produsen terpaksa melakukan im­por. “Janganlah negara kita yang besar ini selalu terjebak praktik-praktik yang kotor, sehingga alat kesehatan mes­ti impor, bahan baku mesti impor. Kita harus bongkar hal-hal itu,” kata Erick, di Ja­karta, Jumat (17/4).

Menurut Erick, mafia ba­han baku obat dan alat ke­sehatan mesti diperangi, terlebih Presiden Jokowi memberikan dukungan akan pemberantasan mafia ter­sebut. “Akhirnya kita terjebak short term policy karena di­dominasi oleh mafia-mafia, trader-trader itu. Kita harus lawan dan Pak Jokowi punya keberpihakan untuk membe­rantas mafia itu,” tambahnya.

Menurut Erick di tengah kondisi pandemi Covid-19 sejumlah perusahaan ha­rus bersinergi untuk mem­produksi alat kesehatan yang sangat dibutuhkan saat ini. “Tidak mu­dah membangun industri nasional, tapi mes­tinya bisa. Kalau kita tidak gotong royong, kita tidak bisa bangun bangsa sendiri. Memangnya bangsa lain peduli? Kita yang harus peduli de­ngan bangsa sendiri. Jangan semuanya ujung-ujungnya duit terus,” tegas dia.

Dalam hal ini, Kementerian BUMN telah meminta tiga BUMN seperti PT LEN (Persero), PT Pindad (Persero), PTDI (Persero), mem­produksi alat bantu pernapasan atau ventila­tor. Keberadaan ventilator sangat penting da­lam penanganan korona. Kementerian BUMN juga menunjuk PT Indofarma untuk menyerap dan mendistribusikan produksi ventilator dari ketiga BUMN yang bergerak di sektor industri pertahanan tersebut.

Menurut pengamat ekonomi Indef, Esther Sri Astuti, sebenarnya bukan hanya mafia obat tapi mafia impor lainnya. “Ini terjadi karena bahan baku obat itu hampir 80 persen berasal dari impor,” ujarnya.

Menurutnya, yang harus dilakukan oleh pe­merintah adalah membuat standar operasional prosedur (SOP) impor untuk alat kesehatan maupun impor yang lain lebih transparan dan membenahi tata kelola (governance). “Distri­busi dan supply chain alat-alat kesehatan juga harus diawasi sehingga aliran alat kesehatan ke masyarakat lancar,” jelasnya.

Selain itu, harus ada sinergi antarperusa­haan yang bergerak di sektor kesehatan untuk memproduksi obat dan alat kesehatan sendiri.

“Jadi, tidak tergantung oleh impor dari negara lain. Sinergi diawali dengan sinergi antarperusa­haan BUMN yang bergerak di sektor kesehatan terlebih dahulu. Kemudian, sinergi dilanjutkan antara BUMN sektor kesehatan dengan univer­sitas maupun perusahaan lain yang punya potensi un­tuk bisa memproduksi obat atau alat kesehatan.

“Jika perlu lembaga ke­uangan dilibatkan bila me­mang kurang modal,” papar­nya.

Peran LKPP

Dihubungi terpisah, ang­gota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo, mengatakan saat ini Indonesia menjadi surga impor alat-alat kesehatan. “Tapi, ada solusi dan titik kuncinya di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah). Kalau LKPP membuka ruang dan mem­berikan kemudahan khusus bagi industri alat kesehatan dalam negeri untuk tayang di LKPP, saya kira masalah ini bisa selesai,” katanya.

Rahmad merasa tidak ma­suk akal jika alat kesehatan yang dapat dipro­duksi di dalam negeri, namun masih tetap di­impor. “Apakah para mafia itu dikoordinir oleh segelintir perusahaan untuk mengondisikan agar produsen dalam negeri tidak bisa masuk e-katalog? Ini pertanyaan liar dan sederhana yang layak dijawab oleh LKPP,” kata Rahmad.

Rahmad mengungkapkan, dalam rapat yang digelar Komisi IX DPR RI dengan Dirjen Peng­adaan Alat Kesehatan beberapa waktu lalu, su­dah dipatok target Indonesia akan memenuhi kebutuhan alat-alat kesehatan hingga 50 per­sen. Dengan catatan LKPP memberi kesem­patan dan kemudahan industri dalam negeri dalam pengadaan e-katalog.

Bahkan, LKPP sudah menyatakan komit­mennya untuk memberi kesempatan dan memberikan kemudahan terhadap pengada­an alat-alat kesehatan produksi dalam negeri. Hal itu diungkapkan dalam rapat bersama yang menghadirkan LKPP, Kementerian Kesehatan, dan asosiasi-asosiasi produsen alat kesehatan asing maupun dalam negeri. “Tapi apa yang terjadi? Kenyataannya sampai saat ini produ­sen alat kesehatan dalam negeri masih menge­luhkan adanya kesulitan e-katalog produk da­lam negeri,” kata Rahmad. n ers/dis/AR-2

What do you think?

Written by Julliana Elora

Keripik Cinta Sedekah Nasi Ke Masjid

Universitas Harvard Tawarkan 67 Kursus “Online” Gratis