Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumbar terus mengalami penurunan. Kini harga berada di posisi terendah yakni dibawah Rp1.000 per kilogram.
Kondisi itu terjadi di sejumlah daerah penghasil sawit di Sumbar. Seperti di Kabupaten Sijunjung dan Solok Selatan (Solsel).
Di Solok Selatan petani sawit mulai menjerit. Beberapa bulan lalu, harga TBS sawit awalnya berkisar Rp 1.500an per kilogram. Saat ini harga turun di bawah Rp1.000 per kilogram.
“Dengan kondisi harga sawit yang semakin terpuruk membuat para petani sawit di Solok Selatan dilanda kecemasan,” kata Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Solok Selatan, Emi Susnawati, Kamis (23/6).
Ia menyampaikan, ada beberapa persoalan yang membuat masih anjloknya harga TBS di daerah itu. Berdasarkan keterangan eksportir kepada Apkasindo, kendala pertama akibat penyetopan ekspor CPO sejak tanggal 22 April lalu oleh Presiden Joko Widodo.
Atas kondisi itu, negara impotir membuka kontrak pembelian ke negara lain seperti Malaysia dan negara pengasil CPO lainnya. Sehingga begitu larangan ekspor kembali dicabut Senin 23 Mei 2022 lalu, negara importir harus memenuhi kontrak dulu dengan negara penghasil CPO lain yang dikontrak beberapa bulan lalu itu.
“Ini penyebab utama TBS sawit terus anjlok, kini dikabarkan dibawah Rp1.000 hasil pengaduan para petani ke kami Apkasindo,” jelas Emi.
Ia menyebut, foktor lainnya penyebab harga TBS merosot yaitu kondisi penuhnya beberapa tangki timbun di 4 pabrik kelapa sawit yang ada di Solok Selatan, sehingga tidak ada tempat untuk stok lagi di pabrik.
“Kita akan menelusurinya kembali, bagaimana sawit petani kembali mendapatkan harga yang normal,” terangnya.
Ia berharap, dalam hal ini negara harus hadir untuk menyelamatkan nasib petani sawit Indonesia. Karena kalau harga seperti ini dikhawatirkan petani sawit tidak mampu lagi merawat kebun, memenuhi kebutuhan hidupnya dan meyekolahkan anak-anak mereka.
Imbas ini pasti akan dialami para petani, jika Pemerintah Pusat lambat dalam mengambil langkah dan kebijakan untuk kesejahteraan rakyatnya.
“Dampak sawit anjlok akan berdampak pada pendidikan dan kesehatan masyarakat. Sebab biaya pendidikan itu mahal, sehingga perlu ada kebijakan pusat dalam menyelamatkan regenerasi dari putus sekolah atau putus kuliah,” terang Emi.
Ketua Asosiasi Petani Sawit itu meminta pemerintah, mulai dari dari gubernur, Menteri Pertanian dan Presiden Joko Widodo agar tegas dalam hal ini. “Yang kami minta hanya soal harga berpedoman pada Permentan Nomor 01 Tahun 2018 dan ketetapan harga tim penetap provinsi,” pungkasnya.
Emi menjelaskan lagi, Ketua Apkasindo Pusat saat ini sedang berkomunikasi dan berkoordinasi dengan asosiasi pelaku usaha sawit, baik di sektor hulu maupun hilir termasuk Bulog, RNI dan BUMN lainnya.
Ini agar secara maksimal melaksanakan arahan dari Presiden RI, agar stabilnya harga TBS sesuai harga yang ditetapkan di masyarakat. Kondisi serupa juga terjardi di Dharmasraya, Kamis (23/6) harga TBS di salah satu pabrik kelapa sawit di bawah angka Rp 1000 per kilogram.
Kondisi tersebut membuat petani kelapa sawit gelisah, karena harga kelapa sawit terus turun. Di sisi lain harga pupuk dan pestisida justru naik signifikan.
Wawan, 42, petani sawit mengatakan, jika harga sawit terus merosot, tentu nasib petani sawit akan semakin marasai dan kebutuhan hidup akan terancam karena harga sembako juga naik. Kondisi itu di perparah lagi dengan masuknya tahun ajaran baru, yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Jika harga sawit terus turun, bukan tidak mungkin dalam dua atau tiga bulan ke depan, angka kriminal akan meningkat. Karena tidak ada lagi yang akan dimakan sementara kebutuhan terus meningkat,” ucapnya.
Hal senada dikeluhkan Haikal, 41, yang terpaksa harus oper kredit mobil yang dibelinya satu tahun yang lalu, karena tidak ada uang untuk membayar cicilan mobil tersebut.
“Mau tidak mau suka atau tidak suka mobil saya harus saya oper karena sudah menunggak tiga bulan. Di satu sisi pihak leasing hampir tiap hari menagih angsuran mobil itu, bahkan mereka berencana akan menarik mobil tersebut. Jika ditarik leasing jelas saya rugi. Namun jika saya oper kan kepada orang lain, setidaknya masih ada uang yang saya dapat. Karena memang sejak harga sawit terus merosot pendapatan saya jadi jauh menurun. Jangan kan untuk membayar cicilan mobil, untuk menutupi kebutuhan sehari-hari saja sulit. Sementara sumber perekonomian saya, memang hanya dari hasil sawit tersebut,” tuturnya.
Manajer PT Sakato Andalas Kencana (SAK) Deka menjelaskan, pada posisi Kamis (23/6) pabrik membeli kelapa sawit kepada petani dengan harga Rp 930 per kilogram. Dirinya juga tidak tahu pasti kenapa harga sawit merosot.
“Kita tidak tahu alasan yang sebenarnya, harga TBS turun lagi menjadi di bawah Rp1000 per kilogram,” ucapnya.
Sementara itu Humas PT Dharmasraya Lestari (DL) Zulkifli menjelaskan, Kamis harga TBS dibeli sebesar Rp 1.180 per kilogram, harga tersebut menunjukkan penurunan. Karena memang satu hari sebelumnya atau Rabu (22/6) harga TBS Rp 1.280 per kilogram.
“Harga tersebut sudah sesuai dengan penetapan harga, jika berdasarkan penetapan itu, harga TBS turun, otomatis kita akan mengikuti aturan tersebut,” tegasnya.
Senada dengan Humas PT DSL Wahyu Sinaga, juga membenarkan terjadi penurunan harga kepala sawit. “Memang terjadi penurunan harga TBS. Jika sebelumnya kita beli Rp 1.400 per kilogram, maka Kamis (23/6) turun menjadi Rp 1.305 per kilogram. Bisa jadi penurunan harga itu dikarenakan harga CPO yang juga turun yakni dari Rp 9.200 per kilogram menjadi Rp 8.600 per kilogram,” urainya.(tno/ita)