Beberapa hari yang lalu, beredar undangan terbuka untuk menghadiri pelantikan dan pengukuhan “waliyul ‘ahdi” dan majelis fungsional di lingkungan Lembaga Wali Nanggroe Aceh. Pelantikan dan pengukuhan dilakukan hari Selasa 20 Desember 2016.
Semalam, beredar photo-photo acara pelantikan dan nama-nama yang dilantik.
Pertama, untuk “waliyul ‘ahdi”, putra mahkota, atau yang akan menggantikan wali nanggroe di saat berhalangan atau berhalangan tetap, keluar nama TM. Nazar, untuk periode 2016-2021. Nama itu adalah PNS, tidak jelas rekam-jejaknya di mata masyarakat. Pernah menjadi Sekjen Partai GAM sebelum berubah nama menjadi Partai Aceh. TM. Nazar juga pernah menjadi kepala Badan Reintegrasi Aceh (BRA), dan tidak jelas prestasi dan kinerjanya. Penempatan ini tidak sesuai dengan kemampuannya, justru melecehkan nalar rakyat Aceh. Ini musibah.
Kedua, yang dilantik adalah majelis perempuan Lembaga Wali Nanggroe. Ada tujuh nama yang terlihat. Dari tiga nama pertama saja, sudah terlihat kemana Lembaga Wali Nanggroe tersebut hendak diarahkan.
Nama pertama, Ainal Mardhiah, S. Ag., MA. Pd.
Ketika penulis mencoba mencari-cari, dapat diduga bahwa nama ini adalah pendukung bahkan pengurus Partai Aceh. Bahkan mantan aktifis ini, bersuamikan Sayuti Malik, seorang kandidat Partai Aceh dari pemilihan Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Nama kedua, Ainal Mardhiah S.Pdi.
Ini juga diduga masih pengurus Partai Aceh, pernah menjadi calon legislatif Partai Aceh untuk DPRA untuk pemilihan Banda Aceh, Sabang dan Aceh Besar. Perempuan yang disapa Bunda Gajah Keng ini, mendapat nomor urut tiga.
Nama yang ketiga, Maryati B., SH,. MH
Aktivis perempuan ini juga diduga masih menjabat sebagai salah satu ketua dalam susunan struktur Partai Aceh. Selain menjadi dosen dan aktif dalam berbagai kegiatan Partai Aceh, Maryati juga aktif di sebuah LSM yang menjadi sayap perempuan partai Aceh.
Dan majelis lain yang dibentuk adalah Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan Lembaga Wali Nanggroe periode 2016-2021, yang diangkat adalah beberapa dokter yang memang ahli di bidangnya.
Dengan demikian dapat dilihat, bahwa Wali Nanggroe, Malik Mahmud, telah melanggar Qanun Aceh tentang Wali Nanggroe, yang dengan jelas menyebutkan bahwa Lembaga Wali Nanggroe Aceh berprinsip sebagai “pemersatu yang independen dan berwibawa serta bermartabat”, dengan salah satu tujuan pembentukannya adalah “mempersatukan rakyat Aceh”.
Nyata-nyata Lembaga Wali Nanggroe dijadikan tempat untuk berlabuh orang-orang dari partai tertentu. Ini adalah pengkerdilan terhadap Lembaga Wali Nanggroe Aceh. Apakah wakil rakyat yang membuat Qanun berani bersikap? Kalau tidak berani, tunggu saatnya, di saat rakyat muak dengan segala tipu-tipu dan propaganda. []