in

Masih Persoalan Izin, Pemda Sulit Terbitkan Obligasi

BOGOR ( Berita ) : Hingga Pemerintah Daerah (Pemda) masih kesulitan untuk menerbitkan obligasi. Proses yang lebih rumit dibandingkan pemerintah pusat atau korporasi menjadi ganjalan Pemda untuk menerbitkan surat utang.
Padahal penerbitan obligasi daerah merupakan sumber pendanaan alternative Pemda untuk mendorong pembangunan secara mandiri. “Sebenarnya, syarat prinsip menerbitkan obligasi tak jauh berbeda dengan syarat penerbitan obligasi untuk pemerintah pusat maupun korporasi.

Hanya saja, ada tambahan yang cukup berat untuk obligasi daerah, yakni izin dari DPRD, izin Kementerian Keuangan dan harus sesuai dengan aturan pada PP Nomor 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah,” Deputy Direktur Penilaian Perusahaan Sektor Jasa, Direktorat Pengawas Pasar Modal OJK, Muhammad Maulana di Bogor, akhir pekan.

Maka tak heran, lanjutnya, jika sejak lama wacana penerbitan obligasi daerah tak pernah terwujud. Tak ada satupun pemerintah daerah yang sudah mengajukan penerbitan obligasi ke OJK.

Penerbitkan obligasi lebih menguntungkan buat Pemda. Di antaranya dana yang lebih besar dan tenor yang lebih panjang sampai 30 tahun.“Tapi obligasi daerah prosesnya agak sulit dilakukan
.Kalau obligasi pemerintah pusatkan ada jaminan, Tapi kalau obligasi daerah tidak dijamin oleh pemerintah pusat jika terjadi default. Itulah sebabnya obligasi Pemda hingga kita belum juga terwujud,” tuturnya.

Kendati banyak halangan,bukan berarti peluang untuk menerbitkan obligasi daerah ini benar-benar tertutup. Saat ini OJK dan Kementerian Keuang tengah berkordinasi untuk menyeleksi beberapa daerah sebagai pilot project penerbitan obligasi.  “Mudah-mudahan akhir tahun ini juga akan terbit aturan baru obligasi daerah. Kami sudah terbitkan 2007, tapi direvisi dengan tujuan untuk mempermudah,” imbuhnya.

Seperti dilansir Antara, Kepala Ahli Ekonomi PT.Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat beberapa waktu lalu juga menegaskan perlunya realisasi penerbitan obligasi daerah. Ini menging atkebutuhan pendanaan infrastruktur di berbagai wilayah terus meningkat, sementara pemerintah juga harus menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tidak terus melebar.

Kebutuhan pendanaan untuk pemerataan pembangunan daerah, lanjut Budi,akan semakin besar mengingat visi misi pemerintah untuk pembanguan yang sesuai konsep Nawa Cita. Maka dari itu,penerbitan surat utang semestinya menjadi alternatif pendanaan yang diupayakan pemerintah daerah agar lebih mandiri dan tidak tergantung ke pemerintah pusat.

Sekadar mengingatkan,dana transfer ke daerah pada APBN 2018 kembali menciut menjadi Rp 701 triliun dari sebelumnya Rp 706,33 triliun tahun 2017. turunnya dana transfer kedaerah disebabkan oleh rasionalisasi dana perimbangan dari Rp 678,5 triliun menjadi Rp 671,6 triliun.

Penurunan alokasi transfer ke daerah pada tahun ini disebabkan penurunan Penerimaan Dalam Negeri (PDN) neto yang menjadi dasar penghitungan DAU nasional dan dana otonomi khusus (Otsus).

Dana perimbangan sendiri adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah (otonom) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Namun, kendati dana perimbangan turun, pemerintah tetap mempertahankan pos anggaran dana desa sebesar Rp 60 triliun. Namun, lanjut Budi, sebelum menerbitkan obligasi, kata Budi, pemerintah daerah juga harus meningkatkan kualitas tata kelola fiskalnya agar dapat memberikan kepercayaan kepada investor. (WSP/J03/I)

What do you think?

Written by virgo

4 Fakta Tentang Rohingya Menurut Pandangan Orang Myanmar

Balon Tidak Banyak Uang Mundur