Bencana yang menyebabkan dua jembatan penghubung antar desa di Kecamatan Pagai Utara dan Kecamatan Siberut Barat pada 24-25 Juli 2022 lalu menunggu surat keputusan tanggap bencana dari bupati untuk perbaikan.
Hingga saat ini, warga yang terdampak akses jembatan terputus dan longsor di Desa Betumonga, Pagai Utara dan Desa Simalegi serta Desa Simatalu, Kecamatan Siberut Barat tersebut, berharap akses jalan mereka sesegera mungkin dapat dilalui.
Kepala Pelaksana BPBD Kepulauan Mentawai, Novriadi, kepada wartawan Senin (1/8) siang mengatakan, saat ini pihaknya menunggu SK tanggap darurat dari Bupati Kepulauan Mentawai. Nantinya, kondisi tanggap darurat tersebut, diperkirakan berlangsung lebih kurang satu bulan lamanya.
“Sekarang, kita tinggal menunggu SK tanggap darurat dari Bapak Bupati. Mudah-mudahan, besok, (hari ini, red) sudah ditandatangani. Untuk besaran anggaran tanggap bencana tersebut, tergantung usulan dari masing-masing camat yang wilayahnya terdampak bencana itu sendiri,” ungkapnya.
Camat Pagai Utara, Gabriel Sakeru mengatakan, saat ini pihaknya bersama unsur forkopimcam dan masyarakat berupaya menyiapkan jembatan darurat secara gotong royong. Mudah-mudahan, kata dia, dalam waktu dekat sudah bisa dilalui oleh masyarakat dalam mendistribusikan hasil pertanian.
Untuk kondisi jalan yang longsor dekat kawasan jembatan yang terbawa arus sungai dengan kedalaman diperkirakan 15 meter, katanya, dilakukan pengalihan ke sisi kiri yang jalan yang tidak terdampak longsor. Namun, untuk mempertahankan ketahanan tanah agar tidak terjadi longsor susulan, pihaknya mengupayakan penimbunan tanah secara manual.
“Kita sebetulnya, berharap ada bantuan alat berat yang bisa membantu proses penimbunan badan jalan yang longsor tersebut. Namun, informasi yang kita dapat dari perusahaan pengelola kayu di Pagai Utara, tengah mengalami kerusakan. Jadi, mau tidak mau, kita melakukan penimbunan secara manual,” ungkapnya.
Saat ini, secara umum masyarakat belum terkendala dalam hal pemenuhan kebutuhan berupa sembako dan lainnya. Hanya saja, kata dia, jika jembatan ini dikerjakan dalam waktu lama, pasti akan mengganggu penghidupan masyarakat untuk membawa hasil pertanian ke pusat ibukota kecamatan.
“Harapan masyarakat tentunya, bagaimana akses yang terganggu ini bisa kembali normal dalam waktu dekat. Sebab, jika pengerjaan dikerjakan dalam waktu lama akan mengganggu penghidupan masyarakat karena hasil perkebunan tidak bisa dibawa keluar,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk kondisi jembatan penghubung sepanjang 141 meter antara desa Simalegi dan desa Simatalu, Kecamatan Siberut Barat yang terban akibat curah hujan yang tinggi pekan kemarin, juga masih belum ada tindak lanjut. Aktivitas warga masyarakat setempat sangat terganggu terhadap kondisi tersebut.
Murdani, warga Desa Simalegi mengatakan, saat ini pengguna jalan dari Simalegi menuju Simatalu, terpaksa memutar ke muara sungai yang berkarang. Itupun, kata dia, hanya bisa dilalui, saat kondisi air laut tengah surut oleh kendaraan roda dua.
“Jembatan ini, merupakan akses penghubung antar desa di Siberut Barat. Yang merasakan, dampak terputusnya jembatan ini, tidak hanya masyarakat petani, namun semua kalangan. Termasuk guru dan tenaga kesehatan dan juga tokoh agama yang melayani setiap minggu di desa Simatalu,” ujarnya. (rif)
Ia berharap pemerintah segera bertindak mensiasati bagaiman jembatan ini bisa difungsikan kembali. Apakah, mesti dilaksanakan gotong royong untuk perbaikan sementara.
Yang penting, kata dia, jembatannya bisa dilewati kendaraan roda dua dan gerobak tarik. Ke depan, dia juga mengharapkan, pembangunan jembatan dapat dikerjakan lebih bagus lagi. (rif)