Setelah dibangun selama sekitar 13 bulan, Masjid Hidayatullah diresmikan Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah, Jumat (11/11/2022) lalu. Masjid terletak di sisi kanan Jalan Raya Ampang Pulai, Kenagarian Jinang Kampung Pansur, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan.
Masjid berada sekitar 100 meter dari pintu gerbang masuk Kawasan Wisata Mandeh via Kecamatan Koto XI Tarusan. Jika berkunjung ke Mandeh, masyarakat bisa singgah untuk shalat atau berwisata religius.
Sebelum peletakan batu pertamanya pada 6 Oktober 2021 silam, masjid ini didesain selama dua bulan oleh arsitek Renggo Pernanda IAI dari Archividea Desain Indonesia, dengan Site Engineer Rido Winardo dan kepala divisi logistic Ricky Azmi.
Masjid Hidayatullah didirikan dan diwakafkan oleh keluarga Besar Almarhum Rusniman Rajo Basa. Salah seorang anggota keluarga yang memiliki inisiatif dan memberikan usulan mendirikan masjid di tanah milik keluarga. Namun Almarhum lebih dulu berpulang ke Rahmatullah.
“Untuk mengenang semangat Almarhum mendirikan sebuah masjid, maka masjid ini diwakafkan atas nama Keluarga Besar Almarhum Rusniman Rajo Basa, dan kemudian diberi nama sesuai nama yang diusulkan oleh almarhum semasa hidup, yaitu Masjid Hidayatullah,” ungkap Renggo kepada Padang Ekspres, Selasa (15/11/2022).
Renggo merupakan arsitek yang sebelumnya berkiprah di kancah nasional. Dia anak muda tangguh dan low profile dari Kenagarian Ampang Pulai. Kini dia lebih banyak berbuat untuk memperbaiki wajah kampung halaman dengan rancangan karya-karya arsitektur unik dan kontras di Sumatera Barat, terutama di Kawasan Mandeh.
Jebolan Teknik Sipil Universitas Bung Hatta (UBH) Padang itu menjelaskan bahwa konsep bangunan Masjid Hidayatullah berlandaskan kepada “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
“Desain bangunan dengan garis vertikal meruncing ke atas sebagai garis imajiner “Habluminallah” yaitu hubungan antara Manusia dengan Allah, dan garis horizontal kemudian menghujam ke bawah sebagai garis imajiner “Habluminannas” hubungan antara manusia dengan sesama manusia,” jelas Renggo.
Masjid Hidayatullah berupaya menampilkan sosok arsitektur Minangkabau modern, berdiri di tengah lingkungan masyarakat saat ini. Diharapkannya desain masjid ini mampu melekat secara nurani dan psikologis terhadap umat muslim Minangkabau masa kini.
“Sebagai regenerasi baru Arsitektur Minangkabau yang akan menjadi karakter, identitas baru. Diharapkan dapat memunculkan rasa memiliki dan mendorong jamaah untuk merawat, menjaga dan memakmurkan Masjid Hidayatullah ini, sehingga keberlangsungan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dapat dirasakan berkelanjutan dan terus menyesuaikan diri secara organik sesuai perkembangan zaman pada saat ini,” tutur Renggo.
Bangunan Masjid Hidayatullah direncanakan satu lantai yang menampilkan aksen bangunan masjid ini seperti bangunan panggung, dinding eksterior menggantung tidak menyentuh lantai, merepresentasikan Rumah Gadang Kajang Padati. Representasi bangunan panggung di perkuat dengan aksen pilar-pilar masjid yang diadopsi dari bentuk lengkung menyerupai “Itiak Pulang Patang”.
Dinding Masjid Hidayatullah dirancang menggunakan prinsip perforated wall memanfaatkan sirkulasi angin laut yang berhembus pada siang hari melawati site Masjid.
Menurutnya, desain perforated wall menampilkan kaligrafi kufi dengan lafaz 99 Asmaul Husna yang berfungsi sebagai ventilasi udara, dinding yang menghadap arah kiblat menampilkan kalimat Syahadat yang bertuliskan lafaz “Ashaduallailahaillallah wa Ashaduanna Muhammadarrasulullah”.
“40 persen dinding masjid merupakan lobang-lobang angin yang dilalui udara bergerak sehingga Masjid Hidayatullah diperkirakan dapat berfungsi normal tanpa menggunakan AC,” ujar Renggo.
Semestinya, kata arsitektur Minangkabau tidak dianggap final. Generasi saat ini mestinya mampu melanjutkan eksplorasi arsitektur Minangkabau yang mampu beradaptasi dengan berbagai fungsi baru pada masa modern tanpa meninggalkan karakteristik dan identitas bangunan di ranah Minang.
“Eksplorasi desain Masjid Hidayatullah berupaya menjangkau masa lalu dan menghubungkannya dengan masa saat ini sehingga diharapkan tercipta benang merah perjalanan Arsitektur Minangkabau dari waktu ke waktu,” tukasnya.(esg)