Bank Indonesia melansir, pada Mei lalu, Sumbar masih mengalami deflasi, namun tak sedalam deflasi April. Jika bulan April 0,30 persen (mtm), bulan Mei 0,09 persen (mtm) . Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi nasional yang mengalami inflasi sebesar 0,39 persen (mtm).
“Selain itu, stabilnya berbagai harga pasokan memasuki bulan Ramadhan mampu menahan kenaikan Indeks harga Konsumen (IHK) bulanan Sumbar pada bulan Mei,” ujar Ketua I Tim Teknis TPID Sumbar Bimo Epyanto dalam siara pers yang diterima Padang Ekspres, kemarin.
Pria yang juga Kepala Divisi Advisory Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumbar itu menyebutkan, secara tahunan,laju inflasi Sumbar yang tercatat 4,85 persen (yoy) telah berada di atas laju inflasi nasional sebesar 4,33 persen (yoy). Namun demikian, secara tahun berjalan, dari Januari ke Mei 2017, Sumbar masih mencatatkan deflasi tipis 0,02 persen (ytd) berlawanan dengan nasional yang mengalami inflasi sebesar 1,67 persen (ytd).
Laju deflasi bulanan (mtm) Sumbar pada Mei merupakan yang terdalam ke-5 dari 7 provinsi yang mengalami deflasi secara nasional. Secara spasial (gambaran) bulanan, pergerakan harga Sumbar disumbang oleh Kota Padang dan Bukittinggi yang masing-masing tercatat deflasi0,04 persen (mtm) dan 0,44 persen (mtm).
Kondisi tersebut menjadikan Kota Padang dan Bukittinggi sebagai kota dengan deflasi terdalam ke-11dan ke-4 dari 12 kota yang mengalami deflasi di seluruh Indonesia. “Deflasi bulanan Sumbar disumbang oleh turunnya harga pada kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dankelompok inti (core),” ujarnya.
Pergerakan harga bulanan (volatile food) padaMei tercatat deflasi sebesar 0,87 persen (mtm), tidak sedalam deflasi April 2017 sebesar 2,58 persen (mtm). Deflasi kelompok volatile food utamanya disumbang oleh turunnya harga bawang merah, cabai merah, beras dan daging ayam rasd engan andil deflasi masing-masing sebesar 0,11 persen (mtm),0,07 persen (mtm),0,07 persen (mtm) dan 0,02 persen (mtm).
Turunnya harga komoditas tersebut, sebagai dampak melimpahnya pasokan. Khususnya bawang merah, cabai merah dan beras, seiring berlanjutnya masa panen di Sumbar. Selain itu, kegiatan pasar murah yang dilakukan oleh Bulog Sumbar sebelum Ramadhan turut membantu meredam gejolak harga di pasar.
“Penurunan harga kelompok volatile food sedikit tertahan dengan kenaikan harga jengkol dan bawang putih yang memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,06 persen (mtm) dan 0,02 persen (mtm),” ujarnya.
Pada kelompok barang yang diatur pemerintah (administered price), terjadi inflasi di bulan Mei sebesar 0,67 persen (mtm) dengan laju yang lebih rendah dibandingkan inflasi April 1,25 persen (mtm). Kenaikan harga pada kelompok ini disumbang oleh tarif tenaga listrik dengan andil 0,07 persen (mtm) seiring dengan pencabutan subsidi lanjutan golongan rumah tangga mampu berdaya 900 VA.
“Angkutan udara turut memberikan andil inflasi sebesar 0,05 persen (mtm) seiring banyaknya periode liburandi bulan Mei,” ucapnya.
Selain itu, kenaikan harga juga terjadi pada komoditas bensin yang memberi andil inflasi sebesar 0,01 persen (mtm) seiring dengan penyesuaian harga Bahan Bakar Khusus (BBK) yaitu Pertalite yang naik sejak 29 April 2017.Pada kelompok inti (core), terjadi penurunan harga di Mei 2017 sebesar 0,08 persen (mtm) setelah mengalami inflasi di April 2017 sebesar 0,15 persen (mtm).
“Penurunan harga kelompok ini disumbang oleh penurunan tarif pulsa ponsel dan harga emas perhiasan yang memberi andil deflasi masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm),” ujarnya.
Secara keseluruhan, kelompok bahan pangan bergejolak, kelompok barang yang diatur pemerintah dan kelompok inti memberi andil bulanan masing-masing sebesar 0,22 persen (mtm); 0,16 persen (mtm); dan 0,04 persen (mtm) terhadap deflasi bulanan Sumbar 0,09 persen (mtm).
Tekanan inflasi ke depan diprakirakan cukup tinggi. Sumber tekanan inflasi utama berasal dari kelompok barang yang diatur pemerintah, khususnya kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan tingginya permintaan dengan rute dari/ke Padang menjelang lebaran.Selain itu, permintaan terhadap bahan pangan juga diprakirakan semakin meningkat sebagai persiapan Hari Raya Idul Fitri.
Tim Pengendalian Inflasi Provinsi Sumatera Barat (TPID Provinsi Sumbar) telah memperkuat langkah pengendalian inflasi selama Ramadhan. Sebagaimana pola historisnya yang menunjukkan peningkatan harga-harga selama Ramadhan dan Lebaran, TPID Provinsi Sumbar telah melakukan sejumlah langkah nyata pengendalian inflasi yang dimulai sejak sebelum Ramadhan.
Sebagai langkah awal, TPID Prov. Sumbar melalui Bulog Sumbar menginisiasi Gerakan Stabilitas Pangan yang dimulai pada tanggal 17 Mei 2017. “Gerakan ini merupakan bentuk dari kegiatan pasar murah yang menjual komoditas cabai merah, beras, gula pasir, bawang merah dan minyak goreng,” ujarnya.
Kegiatan ini dilakukan di Kota Padang, Bukittinggi dan Solok yang berlangsung setiap hari hingga menjelang lebaran. Selain Bulog, kegiatan pasar murah selama Ramadhan juga diinisiasi oleh Pemprov Sumbar dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar, dengan harapan semakin banyak masyarakat yang dapat membeli bahan kebutuhan pokok dengan harga murah.
“Selain menjamin kelancaran pasokan, TPID Prov. Sumbar juga melakukan upaya untuk membentuk ekspektasi positif di masyarakat. Kegiatan tersebut berupa imbauan kepada masyarakat untuk konsumsi sewajarnya sesuai kebutuhan selama Ramadhan dan lebaran,” ucapnya. (*)
LOGIN untuk mengomentari.