Oleh : Two Efly, Wartawan Ekonomi
“Hanya besi yang ditempa secara berulang-ulanglah yang dapat menghasilkan sebilah pisau bagus dan tajam”. Begitu juga dengan dunia usaha, termasuk lembaga keuangan. Tantangan dan rintangan yang datang silih berganti itulah membuat lembaga keuangan menjadi kuat dan kokoh.
Lihatlah perjalanan bisnis Bank Nagari sepanjang tiga tahun terakhir ini. Semenjak terbetik keinginan Konversi, polemik antara Perseroda atau Perseroan Terbatas dan sederetan masalah lainnya, ternyata mampu dikapitalisasi oleh manajemen menjadi kinerja. Tahap demi tahap, lompatan demi lompatan hadir dan mengagetkan kita semua. Angka-angka “cantik” untuk besaran margin terpampang jelas di ujung tahun buku. Tak hanya Laba Bersih Usaha Tahun Berjalan yang membesar, deviden yiel untuk digelontorkan ke kas daerah pun kian menebal. Benarkah demikian ? Nanti kita akan bicara data.
Kuantitas Usaha
Dalam ilmu manajemen perbankan ada dua indikator pengukuran kinerja keuangan perbankan. Pertama indikator kuantitas usaha yang ditunjukkan oleh besaran Aset, Dana Pihak Ketiga, distribusi Kredit hingga besaran Laba Bersih Usaha Tahun Berjalan yang mampu dicatatkan. Semuanya ini adalah buah dari “batang dan ranting” atas modal yang ditanamkan oleh pemegang saham.
Hingga per 31 Desember 2022 (un audit) tercatat total Aset Bank Nagari sebanyak Rp30,19 Triliun. Secara year on year realisasi aset ini bertumbuh sebesar 7,89 persen. Secara persentase bisa saja itu dianggap relatif cukup kecil, namun secara nominal pertumbuhan itu jelaslah besar. Setidaknya pertumbuhan sebesar Rp2,21 Triliun itu setara dengan beberapa APBD Kabupaten/Kota. Selain terbilang besar, realisasi asset inipun tercapai 101,95 persen dari total Aset yang diproyeksi dalam Rencana Bussines Bank tahun 2022.
Baguskah? Mari kita komparasikan dengan modal yang ditanamkan. Hingga per 31 Desember 2022 tercatat CAR 21,54 persen. Artinya, Bank Nagari tidaklah besar semata-mata hanya karena dukungan modal dari pemegang sahamnya. Bank Nagari itu besar seperti saat ini karena kerja keras manajemen dan kepercayaan masyarakat. Baik masyarakat Sumatera Barat maupun masyarakat luar Sumatera Barat.
Justifikasi ini tidaklah mengada-ada. Secara data dan fakta ini dapat kita buktikan dengan angka-angka. Hingga per 31 Desember 2022 (un audit) tercatat Total Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Nagari sebanyak Rp24,56 Triliun. Dana Pihak Ketiga ini terdistribusi ke dalam tiga bentuk produk penghimpun dana. Pertama tabungan sebanyak Rp8,12 Triliun. Kedua Giro sebanyak Rp2,92 Triliun dan ketiga Deposito sebanyak Rp13,3 Triliun. Secara kinerja, realisasi Dana Pihak Ketiga ini bertumbuh secara year on year sebesar 6,77 persen.
Betul secara konfigurasi sumber dana, Bank Nagari belumlah ideal. Terlihat dengan jelas bahwa dana mahal bernama Deposito masih mendominasi. Kalau dipersentasekan dari Rp24,56 Triliun Dana Pihak Ketiga maka sebesar 54,66 persennya berupa dana Deposito. Meskipun begitu kita patut dan tetap mesti mengapresiasi. Di tengah desakan dan tekanan dana mahal tersebut Bank Nagari masih mampu memaksimalkan kredit dan melambungkan pendapatan bunga. Total pendapatan bunga hingga akhir Desember 2022 tercatat sebesar Rp2,65 Triliun. Artinya, manajemen matang dalam mengkalkulasi untung/rugi “seni tressury”. Bayangkan saja kalau dana yang dijual berbentuk kredit itu lebih didominasi tabungan atau Giro. Sudah dapat dipastikan laba bersih usahanya jauh berkali-kali lipat dari saat ini.
Indikator berikutnya adalah distribusi Kredit. Hingga per 31 Desember 2022 tercatat total Kredit yang sudah mampu disalurkan sebanyak Rp22,47 Trilun. Ini juga sudah termasuk Pembiayaan Syariah yang disalurkan oleh Unit Usaha Syariah (UUS). Secara kinerja realisasi kredit ini tercapai 99,98 persen dari target yang dituangkan dalam Rencana Bussines Bank (RBB). Selain mencapai target, besaran kredit ini juga bertumbuh secara year on year sebesar 7,15 persen.
Ada fakta menarik untuk dikomparasikan dari distribusi kredit ini. Total realisasi kredit sebesar Rp22,47 Triliun sedangkan Car hanya 21,54 persen sebaliknya DPK Rp24,56 Triliun. Apa artinya? Modal inti (bukan modal disetor-pen) tidaklah terpakai lebih dari separoh untuk membantu mendistribusikan kredit. Modal inti tersebut hanya terpakai lebih kurang 20 persen saja untuk mensupport kredit sedangkan 80 persennya menjadi bantalan dan “pondasi mati” dilaporan keuangan Bank Nagari. Ini menandakan manajamen betul-betul “lasak manaruko” mencari dana, termasuk menelan “pahitnya” dana mahal untuk memenuhi kebutuhan kredit. Bukankah itu keputusan yang berani dan hebat untuk diapresiasi?
Indikator terakhir untuk kategori kuantitas ini adalah Laba Bersih Usaha Tahun Berjalan (LBU). Hingga 31 Desember 2022 tercatat Laba Bersih Tahun Berjalan sebanyak Rp481,1 Miliar. Secara kinerja realiasi laba ini tercapai 103 persen dari target yang dituangkan dalam Rencana Bussines Bank (RBB). Selain sukses besar melampaui target, realisasi laba tahun berjalan ini juga bertumbuh secara year on year sebesar Rp72,4 Miliar.
Apa artinya bagi manajemen dan pemegang saham? Bagi manajemen ini menunjukkan bahwa manajemen sudah bekerja keras dan cerdas. Buah dari “manaruko” sepanjang 365 hari adalah berbuah lebat dan ranum. Sah-sah saja jika manajemen mendapatkan apresiasi dalam bentuk reward. Terserahlah reward-nya apa.
Bagi pemegang saham ini jelaslah “durian runtuh”. Berbekal modal yang tak terpakai, para pemegang saham mendapatkan deviden yang kian menebal. Dari Rp481 Miliar Laba Bersih Tahun Berjalan maka sebesar Rp336 Miliar akan terdistribusi menjadi deviden dan bertransformasi menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diproyeksikan Pemprov Sumbar mendapatkan deviden sebesar Rp105 Miliar, setelah itu akan disusul Kabupaten Tanahdatar dan kabupaten/kota lainnya di Sumbar.
Kualitas Usaha
Jika tadi kita bicara tentang kuantitas maka indikator kedua adalah kualitas usaha. Ada sejumlah indikator yang menjadi acuan untuk melihat kualitas usaha lembaga keuangan (Tingkat Kesehatan Bank). Pertama besaran ratio Non Perfomance Loan (NPL), kedua ratio Capital Adequty Ratio (CAR), ketiga ratio Return on Asset, keempat Return on Equity, kelima Biaya Operasional berbanding Pendapatan Operasional (BOPO).
Mari kita bicara data satu per satu. Hingga per 31 Desember 2022 (un audit) tercatat besaran NPL sebanyak 2,20 persen. Ini menandakan bahwa dari Rp22,47 Triliun kredit yang disalurkan hanya 2,20 persen saja yang masuk bilik bermasalah. Ingat bermasalah bukan berarti macet !!! Secara year on year NPL ini menurun sebesar -5,9 persen. Jika dibandingkan target dalam Rencana Business Bank (RBB) penurunan NPL ini tercapai 113 persen dari target.
Sementara itu ratio Capital Adequty Ratio tercatat sebesar 2,20 persen, Return on Asset sebesar 2,12 kali, Return on Equity sebesar 14,46 persen dan BOPO sebesar 79,39 persen. Dalam catatan penulis inilah realisasi BOPO terbaik sepanjang 15 tahun terakhir yang pernah dibukukan oleh Bank Nagari. Sangat patut rasanya ini diapresiasi mengingat pencapaian terbaik tersebut mampu dibukukan di tengah tekanan konfigurasi sumber dana yang masih belum ideal.
14 Penghargaan
Proses tak akan pernah mengkhianati hasil. Kerja keras pastilah membuahkan hasil yang maksimal. Keberhasilan Bank Nagari dalam membesarkan usaha dan menebalkan laba membuat banyak pihak mengapresiasinya.
Sepanjang tahun 2022 tercatat sebanyak 14 penghargaan berhasil diraihnya. Penghargaan ini mulai dari media cetak nasional, lembaga keuangan dan terkhusus lembaga riset dan review lembaga keuangan.
Di antara penghargaan tersebut adalah. Pertama, TOP DIGITAL Implementation 2022 # Level Stars 4 **. Kedua, Top Leader on Digital Implementation 2022. Ketiga, TOP CIO on Digital Implementation 2022. Ketiga penghargaan ini sekaligus diraih dari Majalah ItWorks dan sejumlah Asosiasi TI & TELCO Indonesia karena dipandang berhasil dalam pengembangan Teknologi Digital (IT & TELCO).
Keempat, 2nd The Best Finance Sharia Regional Bank Company dari Economic Review dari Asia Institute, Ideku Group dan Indonesia Leaders Foundation. Kelima, TOP BUMD 2022 dengan predikat The Best dalam Rating BUMD Keuangan Versi Infobank 2022. Keenam, The Best Sharia Award 11 th Infobank predikat “Excellence” (11 kali secara beruntun). Ketujuh, Digital Brand Award 2022 dari Infobank dan Isentia untuk kategori Bank Umum Konvensional (BUK).
Kedelapan, The Baznas Award I dari Badan Amil Zakat. Kesembilan, Banking Award 2022 dari BPKH atas keberhasilan mengelola keuangan Haji. Kesepuluh, Anugerah Syariah Republika (ASR) 2022 pada kategori Bank Pembangunan Daerah Pembiayaan UMKM Terbaik. Kesebelas, TOP 100 CEO Award 2022 dari Majalah Infobank. Kedua Belas, The Best Lietarature pada Bulan Inklusi Keuangan (BIK). Ketiga Belas, The Best Finance Sharia Regional Bank Company (IFA-V-2022). Keempat Belas, The Golden Trophy Infobank Award ke-27 dan “The Most Competitive Rate” dari LPDB-KUMKM 2021
Apa arti semua apresiasi ini? Jelas apresiasi ini merupakan sebuah pengakuan atas keberhasilan. Bagi sebagian orang bisa saja mempunyai sudut pandang yang berbeda. Ada yang memandang positif reward dan sebaliknya lagi ada pula yang berpandangan skeptis atas reward-reward ini. Dua sikap ini sah-sah saja.
Penulis termasuk dalam satu kelompok dengan itu. Di mata penulis apresiasi atau reward adalah sebuah pengakuan atas hasil maksimum dari sebuah perjuangan keras dalam bekerja. Tak mudah dan gampang untuk menghasilkan sebuah kinerja yang bagus agar membuahkan apresiasi. Wabil khusus “Hatriks” untuk reward digital banking. Ini jelaslah sebuah langkah maju. Stigma Bank Nagari bak “bank kampung” dan tak melek teknologi digital pupus sudah dengan reward ini.
Teruslah Meneruka
Hanya “orang aneh” yang terus mempermasalahkan dan merecoki badan usaha yang dimilikinya jika badan usahanya berkinerja bagus seperti ini. Hari ini Bank Nagari itu sudah bertransformasi. Bank Nagari tidaklah bank kampung lagi. Bank Nagari tidaklah bank yang besar karena selalu berlindung di bawah “ketiak” para pemegang sahamnya.
Lihatlah realita market share-nya. Sebesar 37 persen market share perbankan di Sumatera Barat dikuasai oleh Bank Nagari. Cobalah komparasikan itu secara aple to aple. Lihatlah BPD lain di Indonesia. Adakah captive market-nya yang sebesar itu. Lihat pula pertarungan antara BUMN Himbara, adakah yang mendominasi seperti itu di kancah perbankan nasional?
Sebagai anak negeri, kita pun harus jujur mengakui. Bank Nagari sudah bertransformasi. Bank Nagari sudah jauh berubah dan berbenah. Sebagai stakeholder wajiblah bagi kita hukumnya untuk mensupportnya. Caranya bermacam, bisa menjadi mitra dan bisa juga terus memberikan kepercayaan. Terkhusus untuk manajemen, teruslah manaruko. Jangan puas dan berhenti dengan belasan atau puluhan reward yang sudah didapatkan. Terus penuhi “lemari pajang” untuk meletakkan deretan sertifikat dan tropy. Teruslah bekerja keras dan menghasilkan lompatan besar. Selamat untuk pencapaiannya di tahun 2022 dan kami tunggu lagi kejutan berikutnya di tahun 2023. Bravo Bank Nagari!!! ***