Ilham Zulfahmi*
Pengaruh kultural dipandang sebagai salah satu penyebab masih tingginya angka kemiskinan nelayan disamping pengaruh kebijakan struktural dan faktor alamiah. Pengaruh ini umumnya disebabkan oleh faktor budaya seperti kurangnya kepedulian dan rendahnya etos kewirausahaan serta masih tingginya penggunaaan alat tangkap ikan tidak ramah lingkungan. Rendahnya etos kewirausahaan masyarakat perikanan terlihat dengan masih minimnya diversifikasi produk olahan perikanan ditambah teknik pemasaran yang belum cukup adaptif. Gaya hidup boros juga menjadi aspek tambahan yang menjadikan kondisi perekonomian menjadi semakin terjepit, terlebih lagi apabila tumpuan perekonomian hanya terbatas pada usaha tangkapan yang sangat dipengaruhi faktor cuaca dan musim. Salah satu upaya untuk mengubah kultur masyarakat perikanan tersebut adalah melalui konsep pemberdayaan.
Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat perikanan merupakan gabungan konsep dan upaya dengan tujuan mulia demi mendatangkan kesejahteraan dan kemajuan pada komunitas masyarakat. Dalam bahasa inggris pemberdayaan diterjemahkan menjadi empowerment yang berasal kata to empower dan berarti memberi kekuatan (power). Umumnya upaya pemberdayaan ditujukan kepada komunitas masyarakat yang dianggap belum memiliki kekuatan dan kapasitas untuk memajukan usaha mereka. Widjajanti (2011) menyatakan bahwa tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat adalah untuk memandirikan warga masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya.
Memandirikan masyarakat melalui sebuah proses pemberdayaan seharusnya direncanakan secara matang. Pemberdayaan seharusnya tidak hanya berorientasi pada hasil atau target luaran semata. Akan tetapi harus mampu menimbulkan dampak nyata yang berkesinambungan bagi masyarakat. Pemberdayaan yang dilaksanakan hanya sebagai upaya menggugurkan kewajiban terhadap program yang telah disusun, umumnya hanya efektif dalam jangka pendek saja, namun dalam jangka panjang malah menimbulkan banyak persoalan baru yang berpengaruh pada perubahan karakter masyarakatnya. Sehingga, masyarakat yang diharapkan memiliki kemandirian dalam berusaha, berubah menjadi masyarakat dengan sikap ketergantuan tinggi terhadap pihak-pihak pemberdaya.
Ragam Permasalahan
Masih lemahnya konsep dan strategi pemberdayaan masyarakat, terutama bagi masyarakat perikanan di provinsi Aceh telah menimbulkan beragam persoalan. Salah satu contohnya adalah upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat nelayan melalui pemberian boat bantuan. Pemberian boat bantuan seyogyanya menjadi sarana bagi para nelayan untuk meningkatkan perekonomian. Peningkatan perekonomian yang dimaksud seharusnya dilakukan melalui usaha penangkapan ikan dilaut bukan dengan menyewakan ataupun menjual boat bantuan tersebut. Hal ini terbukti dari pemberitaan penangkapan terhadap kelompok nelayan yang telah menyalahgunakan bantuan tersebut.
Adanya konsep dan strategi pemberdayaan yang salah diduga menjadi faktor terjadinya masalah tersebut. Sehingga tidak jarang, didalam seremonial penyerahan boat bantuan kepada masyarakat nelayan, selalu ditekankan agar tidak menyalahgunakan boat bantuan dan bahkan terdakang diikuti dengan ancaman melaporkan kelompok nelayan yang hadir kepada para penegak hukum. Tak mau kalah dengan kepala dinas, kelompok nelayan juga angkat bicara bahwa boat bantuan pemerintah berada dalam kondisi tidak layak melaut sehingga apabila dioperasikan dapat mengancam keselamatan awak boat.
Banyaknya proyek-proyek penunjang usaha perikanan yang terbengkalai sehingga tidak memiliki daya ungkit mensejahtrakan masyarakat perikanan juga menjadi persoalan tersendiri. Proyek yang diharapkan menjadi motor sentral pemberdayaan masyarakat perikanan tersebut terkesan layu sebelum berkembang. Beberapa proyek penunjang usaha perikanan yang terbengkalai diantaranya pabrik es di TPI Pusong, pasar ikan Cunda, Balai Benih Ikan (BBI) di Gampong Kupula Padang Tiji, Pidie dan Pabrik garam beryodium di Desa Jangka Alue Bie, Kecamatan Jangka, Bireuen. Apabila kejadian ini tidak ditangani dengan serius, selain berdampak kepada masyarakat hal ini juga dapat menimbulkan persepsi negatif dikalangan calon investor yang ingin berinventasi di Aceh.
Pemberdayaan yang tidak dirancang dengan berorientasikan kepada penerima bantuan serta tidak dilaksanakan dengan sistem yang benar dan terukur atau bahkan cenderung memaksakan sudut pandang, akan menyebabkan hasil yang diperoleh di lapangan bertolak berlakang dengan tujuan yang diharapakan. Salah satu contoh kasusnya adalah kurang diminatinya rumah nelayan dan kios kepiting di Pidie Jaya. Ketidakmapuan dalam mengembangkan produk perikanannya juga dapat terlihat dari kurangnya keterampilan masyarakat dalam mengolah produk perikanann yang berkualitas dan memenuhi standar kesehatan. Hal ini teramati dari masih banyaknya temuan produk perikanan (makanan) yang menggunakan bahan pengawet berbahaya berupa formalin.
Solusi
Pemberdayaan dimaknai sebagai proses kreatif yang diawali dengan ide dan gagasan yang cemerlang walaupun disadari, ide dan gagasan tersebut akan melewati proses yang cukup rumit diikuti dengan beragam problematika seiring penerapannya. Oleh karenanya, sudah seharusnya pemberdaya memiliki kompentensi dan tekat yang kuat dibandingkan obkjek pemberdayaannya.
Paradigma yang berkembang bahwa pemberdayaan masyarakat hanya dianggap sebagai sebuah program yang harus dijalankan karena telah ditetapkan harus mampu dirubah menjadi sebuah pengabdian penuh strategi dan keihklasan. Beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan dalam rangka mengoptimalkan program pemberdayaan masyarakat adalah:
1) Pemberdayaan sebaiknya diawali dengan proses observasi yang tidak hanya berbekal data-data analitik saja, melainkan juga dipadukan dengan kemampuan menghasilkan gambaran intuitif profil masyarakat yang akan diberdayakan. Proses observasi tersebut diharapkan menghasilkan sudut pandang objektif mengenai keperluan objek pemberdayaan yang sebenarnya.
2) Proses pendampingan masyarakat seyogyanya diarahkan untuk menumbuhkan kemandirian bukan ketergantungan terhadap pihak pemberdaya. Selain itu, strategi komunikasi didalam proses pemberdayaan seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang persuasif. Walaupun pemerintah sebagai pihak pemberi bantuan dan kelompok masyarakat sebagai pihak penerima bantuan, tidaklah berarti bahwa kedudukan pemerintah lebih tinggi dari masyarakat. Pemerintah hendaknya jangan terlalu cepat mengeluarkan stigma negatif kepada masyarakat apabila terdapat suatu persoalan dalam penerapan program pemberdayaan.
3) Pemberdaya diharapkan menjadi simpul untuk menjejaringkan masyarakat yang diberdayakan dengan berbagai pemangku kepentingan lainya. Hal ini tentunya akan mempermudah proses pemberdayaan dengan melibatkan multikeahlian sehingga menghasilkan solusi kongkret atas permasalahan yang dihadapi. Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (PENAS-KTNA) XV tahun 2017 yang telah dilaksanakan jangan hanya menjadi pepesan kosong tanpa hasil akan tetapi harus mampu dioptimalkan sebagai wadah bertukar pikiran dan pendapat serta membangun jaringan bisnis antar masyarakat perikanan.
Kembalinya Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh, merupakan harapan baru bagi masyarakat Aceh, termasuk masyarakat perikanan. Terlebih lagi disebutkan bahwa salah satu misi Irwandi Yusuf adalah menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan yang berimplikasi pada kesejahteraan petani dan nelayan. Semoga.
*Dosen Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Email:[email protected]