in

Memitigasi Bencana Sepak Bola Indonesia

R.N. Bayu Aji
Dosen Pendidikan
Sejarah Unesa

TRAGEDI sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia membuat pemerintah Indonesia bersama Federation Internationale de Football Association (FIFA) membentuk tim transformasi sepak bola Indonesia.

Hal itu tertuang dalam salah satu poin surat FIFA sebagai tindak lanjut pembicaraan Presiden Jokowi dengan Presiden FIFA Gianni Infantino melalui telepon pada 3 Oktober 2022.

Terdapat lima isu penting yang harus dikolaborasikan antara pemerintah RI, FIFA, dan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Pertama, membangun standar keamanan stadion di seluruh stadion di Indonesia.

Kedua, memformulasikan standar protokol dan prosedur pengamanan yang dilakukan pihak kepolisian berdasar standar keamanan internasional. Ketiga, melakukan sosialisasi dan diskusi dengan klub-klub sepak bola di Indonesia, termasuk perwakilan suporter, untuk mendapatkan saran dan masukan serta komitmen bersama.

Keempat, mengatur jadwal pertandingan yang memperhitungkan potensi-potensi risiko yang ada. Kelima, menghadirkan pendampingan dari para ahli di bidangnya. Apabila kita sederhanakan lima isu penting tersebut, semua mengarah pada upaya mitigasi bencana.

Sepak Bola dan Bencana

Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dijelaskan, bencana merupakan peristiwa atau rangkaian sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) korban jiwa, kesusahan, kerugian harta benda, penderitaan, dan dampak psikologis.

Bencana akan terus ada dalam perjalanan hidup manusia dan akan menjadi problem bersama apabila jatuh korban. Terdapat beberapa jenis bencana yang disebabkan alam dan nonalam yang di dalamnya terdapat campur tangan manusia seperti konflik antarmanusia/kelompok/teror.

Semua kegiatan manusia yang menghadirkan banyak massa, termasuk sepak bola, memiliki potensi menjadi bencana. Penyelenggaraan sepak bola yang menyedot puluhan hingga ratusan ribu massa secara normatif untuk kepentingan olahraga, industri, pariwisata, dan pertunjukan di atas lapangan hijau yang menyenangkan dan penuh dengan nilai sportivitas.

Akan tetapi, apabila tidak dipersiapkan dengan baik, akan menjadi sebuah bencana kemanusiaan yang disebabkan tangan-tangan manusia. Sejarah mencatat banyak sekali contoh pertandingan sepak bola yang berubah menjadi bencana.

Pertandingan kualifikasi Olimpiade antara Peru vs Argentina di Peru tahun 1964 menewaskan 328 orang, di Inggris terjadi tragedi Heysel tahun 1985 (39 meninggal) dan Hillsborough tahun 1989 (96 meninggal), di Guatemala tahun 1996 (80 meninggal), dan Mesir tahun 2012 (73 meninggal).

Di Indonesia juga beberapa kali terjadi bencana sepak bola semenjak Liga Indonesia diselenggarakan tahun 1990-an di Senayan, Tambaksari (Surabaya) 2006 dan 2012 (1 meninggal), Bandung 2018 (1 meninggal), sampai tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 yang membuat ratusan nyawa melayang.

Kejadian semua bencana dalam sepak bola juga dipastikan menimbulkan kesusahan, kerugian harta benda, dan dampak trauma psikologis bagi siapa pun. Dalam UU Penanggulangan Bencana juga dibahas tentang mitigasi yang merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana.

Baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi juga memiliki sejumlah tujuan, yakni untuk mengenali risiko, penyadaran akan risiko bencana, perencanaan penanggulangan, dan sebagainya. Artinya, mitigasi bencana adalah segala upaya mulai pencegahan sebelum suatu bencana terjadi sampai penanganan setelah suatu bencana terjadi.

Langkah Bersama

Dengan kolaborasi tim transformasi yang sedianya dibentuk dan bekerja pada Oktober atau November seperti kata Presiden Jokowi, bukan hanya langka kuratif yang dilaksanakan, tapi juga preventif.

Pemerintah wajib hadir bersama federasi sepak bola beserta perangkatnya untuk membuat regulasi terkait infrastruktur, peraturan pertandingan yang jelas, dan pengamanan yang memadai serta humanistis sesuai standar keselamatan nasional, bahkan internasional.

Sering kali stadion di Indonesia sudah tidak memadai. Lampu di lorong pintu stadion banyak yang mati. Bahkan, tidak ada penanda jalur evakuasi. Namun lolos verifikasi. Jadwal pertandingan sepak bola Indonesia diselenggarakan setiap hari, mulai Senin sampai Minggu, dan dilaksanakan hanya untuk kepentingan industri yang mengeruk kapital dengan mengabaikan sisi kerawanan dan keamanan.

Sebelum kejadian tragedi Kanjuruhan, sejatinya sudah ada surat rekomendasi kepolisian supaya jadwal kickoff dilaksanakan sore hari, namun dalam praktiknya tetap terlaksana di malam hari. Kedepan, setelah tim transformasi bekerja, stadion harus memiliki semacam sertifikasi keamanan dan keselamatan.

Apakah bangunannya masih memungkinkan dipakai, akses keluar masuk pintu stadion memadai, fasilitas lampu di setiap sudut di dalam dan luar stadion, jalur evakuasi apabila terjadi peristiwa yang tidak diinginkan seperti terjadinya kericuhan, serta medical center atau fasilitas kesehatan seperti jarak antara stadion dan rumah sakit harus menjadi pertimbangan.

Selanjutnya, kultur sepak bola di Indonesia yang juga perlu diantisipasi adalah kekerasan, baik secara langsung maupun verbal. Sering kali terdengar nyanyian atau chant suporter yang mengandung kekerasan secara verbal di antaranya “dibunuh saja”, “gak bisa pulang’, “lebih baik mati”, dan sejenisnya yang masih dinyanyikan bersama-sama di stadion. Yang seperti itu harus ditinggalkan.

Kehadiran perwakilan suporter dan ahli yang menjadi perhatian dari tim transformasi memiliki peran penting dalam memutus rantai kekerasan verbal tersebut. Di Indonesia sudah muncul kelompok suporter yang telah berhasil membuang nyanyian atau chant yang mengandung kekerasan.

Kemudian mengganti dengan chant kreatif-suportif kepada tim masing-masing yang bertanding. Hal itu tinggal dikuatkan sehingga frekuensinya makin besar dan pengaruhnya bisa meluas di seluruh kelompok suporter di Indonesia.

Kita semua stakeholder sepak bola tidak lagi boleh menganggap enteng dan abai potensi bencana sepak bola di Indonesia. Semoga jargon football for humanity ataupun “tidak ada sebuah pertandingan sepak bola seharga nyawa” benar-benar terwujud di masa mendatang. Optimistis sepak bola Indonesia bangkit. (*)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Rekomendasi Nama Guild Free Fire Keren untuk Kamu

Minta Maaf, Polisi Sujud Massal: Tim Pencari Fakta Panggil LIB dan PSSI