in

Memulihkan Daya Beli

Bisnin ritel dalam negeri tengah mengalami tantangan berat tahun ini. Sejumlah gerai tutup dan pusat perbelanjaan dilaporkan sepi. Tak hanya di ibu kota, tapi juga di daerah.

Sebagian kalangan menilai lesunya bisnis ritel disebabkan lemahnya daya beli. Sebagian lagi menyebutkan gerai tutup dan mal sepi lantaran terjadi pergeseran pola belanja. Dari hobi belanja di mal kini beralih bertransaksi via online.

Bukan hanya itu. Tak sedikit pula yang berpendapat bahwa sebenarnya daya beli konsumen tetap tinggi. Tapi, masyarakat ogah berbelanja dan memilih menanam uangnya di bank. Terlepas dari mana yang betul, diakui atau tidak, saat ini aktivitas ekonomi memang sedang lesu darah. Tak hanya di bisnis ritel, di sektor lain seperti properti dan otomotif pun perputaran omzet relatif sangat lambat.

Paling terasa di pasar second yang terlihat begitu sulitnya penjual melego barangnya lantaran susah mencari pembeli. Jika dikaji lebih jauh, ada beberapa faktor penyebab konsumen menahan membeli barang. Di antaranya berkaitan dengan iklim sosial politik –tahun depan bakal menjadi tahun pilkada yang membuat masyarakat ramai-ramai mengerem belanja. Bisa juga karena masyarakat kini semakin cerdas sehingga hanya membelanjakan uangnya sesuai kebutuhan.

Pemerintah pun tengah melakukan kajian mengenai hal tersebut. Sebab, jika dilihat dari perpajakan, kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia justru menunjukkan pertumbuhan positif. Menkeu Sri Mulyani Indrawati bahkan menyebutkan pertumbuhannya lebih baik ketimbang sebelumnya. Tentu kita semua bertanya-tanya mengapa antara data dan kondisi di lapangan begitu berbeda. Seperti ada yang tidak match.

Merujuk data BPS, daya beli masyarakat sebenarnya memang menurun sejak tiga tahun lalu. Indikator paling gampang adalah melihat tren inflasi yang kian melandai. Bagi negara yang lebih dari separo aktivitas ekonomi dibentuk dari konsumsi, tentu tren penurunan daya beli tersebut berimbas pada banyak sektor. Tak hanya ritel, tapi juga sektor-sektor lain beserta turunannya. Tentu, ketimbang memperdebatkan penyebabnya, lebih bijak segera mencarikan jalan keluarnya. Bagaimana memulihkan daya beli, bukan malah membikin kebijakan yang menakut-nakuti. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Daerah Diminta Perkuat Mitigasi

Top-Up di Bawah Rp 200 Ribu Gratis