Sumbar memang surganya kuliner. Selain sudah dikenal dunia dengan kelezatan rendang, dendeng hingga satenya, di daerah pesisir barat Sumatera ini juga
ada kuliner unik berbagai citarasa yang dapat ditemukan dengan mudah. Keunikan kuliner ini ada yang dilihat bentuk, cara penyajian, namanya terkesan aneh hingga rasanya yang di luar kelaziman. Seperti yang disajikan di restoran Kampoeng Malabar di Jalan Veteran, Padang. Selain kulinernya unik, peyajian salah satu menu di restoran ini juga unik. Padang Ekspres, sempat mengunjungi restoran ini Jumat (24/11).
Terlihat beberapa koki sedang atraksi membuat roti cane. Adonan tepung yang sudah di-geprek, kemudian dilempar dari atas ke bawah mencapai ketinggian satu meter. Lalu di tempelkan ke dalam kuali tipis sampai adonan tersebut mengembang. Atraksi itu berulang-ulang dilakukan oleh juru masak.
Begitu juga dengan roti tisu. Sesuai dengan namanya, kuliner ini memang setipis tisu. Saat membuatnya, sang koki memutar dan melayangkan adonan sampai berbentuk bulat dan melebar sekitar 30 sentimeter. Kemudian adonan yang sudah lebar itu, digoreng dengan api yang kecil, supaya masaknya merata.
Setelah itu diolesi kocokan telur dan margarin sampai bentuk adonan tersebut kering dan crispy. Makanan ini disajikan dengan cara digulung, lalu ditegakkan tepat di tengah piring dengan ketinggiaan 30 sentimeter lebih. Lalu, ditebarkan cokelat dan keju. “Kalau sudah siap begini, paling enak dipatahkan mulai dari atas. Kalau dari bawah, rotinya pasti akan rapuh dan roboh,” jelas Indra L, pemilik restoran Kampoeng Malabar.
Sejak tahun 1998, Indra mengembangkan usaha ini, dan terus berkembang sampai saat ini. Ia memilih makanan ala India tersebut, berawal dari kebingungan saat berada di Malaysia. ”Saya heran kenapa di Malaysia roti cane dan teh tarik banyak peminatnya. Restorannya pun buka 24 jam dan selalu ramai,” ungkapnya.
Berawal dari sanalah dia membawa makanan tersebut ke Kota Padang. Bersama kawannya Abdul Razaq, dia mulai meniti usaha ini dari awal. ”Saat di Malaysia saya belajar dulu bersama koki dari Thailand dan China,” ungkapnya.
Keunikan makanan yang disajikannya tak terlepas juga dengan nama restoran yang ia pilih, yakni Kampoeng Malabar, suatu kampung di India yang didominasi oleh para umat muslim. Jika pergi ke restoran tersebut, pembeli bisa melihat ada filosofi yang tertulis dekat dinding restoran. “Walaupun notabene-nya India, kami tetap menyelaraskannya dengan selera orang Padang,” ucapnya.
Ia juga menyediakan menu unik, seperti nasi Briyani, yaitu nasi rempah India yang dicampur daging kambing, rasanya menyatu dan gurih. Kemudian martabak Istanbul yang rasanya manis, pakai telur persis seperti martabak Mesir, cuma tidak pakai daging dan sayur. Kemudian roti tampal dan roti cane yang ditempeli telur.
“Makanan tersebut kami modifikasi sehingga selalu ada variasi rasa dan bentuk penyajian yang kami ciptakan. Seperti roti cane tiga dimensi, biasanya roti tersebut dipadukan dengan kuah pedas, sekarang tidak boleh pakai cokelat, keju ataupun strawberry,” terang Indra.
Terkait ketelatenan koki, ia sendiri yang langsung mengajarkan teknik pembuatan atraksi tersebut. Seperti penyajian dan pengolahan teh tarik, di mana tuangan air yang sudah dicampur gula dan teh diangkat setinggi satu meter. Kemudian dituangkan lagi ke gelas yang satunya, dan begitu seterusnya sampai beberapa kali.
“Di sini diuji ketelatenan menuangkan air. Seberapa tinggi dalam mengangkat dan menuangkan air. Semakin tinggi, maka kehomogenan teh tarik semakin mantap. Tandanya sang koki juga semakin profesional,” jelasnya.
Kuliner unik lainnya, diberi nama Ayam Gepuk Pak Gembus. Berada di jalan A Yani. Restoran ini menyajikan makanan ayam yang dibalut sambal dari cabai rawit “setan” dan bubuk kacang. Pembeli bisa request mau level berapa. Semuanya tersedia sampai level kepedasan tak terhingga.
Contohnya, kategori original. Ayam hanya diberi sambal bubuk kacang saja. Kemudian level satu, dengan cabai rawit satu buah dan seterusnya sampai cabai tak terhingga. “Terkadang ada yang mampu mencapai level ekstra pedas dengan 100 biji cabai rawit,” ungkap Rendy Arya, owner Ayam Gepuk Pak Gembus, Cabang Padang.
Dijelaskannya, kebanyakan pembeli dominan memilih yang level sedang, yaitu 10 sampai 15 biji cabai rawit. “Rata-rata pelanggan kami dari kalangan mahasiswa,” ujarnya.
Selain untuk level, sistem unik lain dari restorannya, seperti kelihaian dalam mengulek cabai. Kemudian pembeli bisa melihat langsung sang koki memasak makanan. Walau pembeli sedikit lama menunggu tapi rasa yang diberikan tak memberi kapok untuk berkunjung lagi. “Biarlah lama tapi rasanya enak, dari pada cepat tapi tidak enak,” imbuhnya.
Ia menceritakan, usaha tersebut sudah lama berdiri. Sebelumnya sudah ada di Yogyakarta. “Sekarang di Kota Padang sudah buka sembilan gerai,” ucapnya. Usaha tersebut baru dirintisnya di Padang tahun ini. “Baru April lalu,” imbuhnya.
Nama Ayam Gepuk Pak Gembus, bahwasanya gepuk tersebut adalah di-geprek, sedangkan Pak Gembus pemiliknya yang pertama kali menciptakan ide tersebut.
Tak di situ saja, di kawasan Jati Padang, ada makanan unik lainnya, yakni ceker setan. Di mana ceker tersebut akan di-mix dengan kuah kacang dan cabai rawit yang pedas. Kuliner ini dikategorikan juga dengan beberapa level, yaitu level satu sampai tiga. “Jika level satu itu gak pedas, kalau level tiga itu cabainya banyak dan ekstra pedas,” ungkap Tarti Warnis, 52, owner Ceker Setan.
Sebenarnya keunikan ini tercipta dari hobinya memasak ceker untuk makan sehari-hari. Saat itu anak-anaknya menyukai makanan tersebut. Sehingga ide itu muncul, ketika sang anak mencobakan makanan tersebut ke temannya. Temannya memberikan ide untuk coba buka usaha tersebut. “Akhirnya anak saya buka gerainya dan saya sebagai juru masaknya,” katanya. Untuk harga, satu porsinya hanya Rp 10 ribu.
Bentuk makanan yang unik pun juga diciptakan oleh warung Berkah Bakso Beranak. Warung ini berada di Jati. Muthia, pegawai warung Berkah Bakso Beranak menjelaskan di dalam bakso tersebut terdapat sekitar 14 bakso dan telur puyuh. Disajikan bersama kuah baksonya. “Bakso tersebut memang sudah dicetak dahulu, sehingga jika ada pembeli langsung dikasih kuah dan siap disantap,” katanya.
Harganya pun juga cukup murah, satu porsi hanya Rp 17 ribu. Penikmat makanan unik, Olivia, 30, yang baru pertama kali mencicipi makanan roti tisu di Kampoeng Malabar menyebutkan bentuk dan cara penyajiannya yang unik. Membuatnya betah berlama-lama duduk di restoran tersebut.
“Saya lihat atraksi membuatnya, mereka tempelkan tangan di atas adonan yang sedang dimasak, apa tidak kepanasannya. Sepertinya sudah biasa,” terangnya.
Tak hanya itu. Dia pun juga merasa aneh melihat sajiannya yang sangat tinggi. “Rotinya tinggi sekali, dan harganya pun Rp 25 ribu,” imbuhnya.
Lain halnya dengan Novi Azmi, 27. Dia tak menyangka bisa menghabiskan 10 cabai dengan kategori level pedas di restoran Ayam Gepuk Pak Gembus. Awalnya dia cuma coba lima cabai, tapi masih kuat rasanya untuk tambah. Besoknya dia ke restoran tersebut dengan menambah level menjadi 10 cabai. Saat itu dia baru merasakan sensi pedas yang luar biasa. “Saya rasa ini sudah standar pedas yang saya mampu,” ucapnya sambil tersenyum.
Untuk harga, menurutnya tak begitu mencekik. Cocok untuk kantong mahasiswa. “Harganya cuma Rp 25 ribuanlah, waktu itu saya totalkan pakai kerupuk,” terangnya.
Soviana Sari, 18, mahasiswa Unand, juga sudah pernah merasakan berbagai macam jenis makanan panas yang unik, seperti mie ekstra pedas dan lain sebagainya. Uniknya sekarang dia ingin merasakan seperti apa ceker setan. Saat dicobanya untuk level tiga, ternyata masih belum begitu pedas. “Masih kurang pedas, saya akan minta lagi jadi level empat, kayaknya gak ada deh,” ucapnya sambil tersenyum.
Lain lagi dengan Randi, 22, mahasiswa Unes, saat lewati sepanjang jalan Jati, dia melihat ada plang besar bertuliskan bakso beranak. Ia penasaran dan menyempatkan untuk singgah. “Saya penasaran saja, sebab makanan favorit saya itu bakso, makanya semua yang ada baksonya ingin saya coba,” ungkapnya.Melihat variasi isian di dalam bakso tersebut, dia tersenyum sendiri, kenapa namanya bakso beranak, sedangkan di dalamnya ada telur puyuh. (*)
LOGIN untuk mengomentari.