“Menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia pada Rapat Terbatas Kabinet hari Senin, tanggal 16 November 2020 di Istana Merdeka, yang di antaranya menegaskan konsistensi kepatuhan protokol kesehatan COVID-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat,” ujar Tito dalam instruksi yang ditandatanganinya hari Rabu (18/11) ini.
Disampaikannya, dalam upaya mengendalikan pandemi COVID-19 dan dampak sosial, ekonomi dilakukan kerja bersama pemerintah dengan seluruh elemen nonpemerintah dan masyarakat. “Selama lebih kurang 8 bulan Pemerintah Pusat, 34 Pemerintah Provinsi, 315 Pemerintah Daerah Kabupaten, 93 Pemerintah Daerah Kota serta seluruh elemen nonpemerintah dan masyarakat telah bersama-sama bekerja keras mengatasi persoalan bangsa ini,” ujar Tito.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) telah mengeluarkan sejumlah peraturan, baik itu berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan Peraturan Kepala Daerah dalam upaya penanganan pandemi dan dampaknya tersebut.
“Berbagai langkah juga telah dilakukan secara sistematis dan masif dengan mengeluarkan biaya yang besar, termasuk dari pajak rakyat, di antaranya upaya sosialisasi memakai masker, pengaturan jaga jarak, penyediaan sarana cuci tangan dan upaya untuk mencegah terjadinya kerumunan,” ujarnya.
Telah dilakukan juga upaya meningkatkan kapasitas 3T (Testing, Tracing, dan Treatment) serta beberapa strategi pemerintah daerah lainnya, termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mencakup pencegahan terjadinya kerumunan berskala besar.
“Kepala Daerah perlu menghargai kerja keras dan dedikasi bahkan nyawa para pejuang yang telah gugur terutama tenaga dokter, perawat, tenaga medis lainnya, anggota Polri/TNI dan relawan serta berbagai elemen masyarakat yang telah bekerja keras menanggulangi COVID-19,” ujar Tito.
Tito memandang perlu dilakukan langkah terpadu untuk melaksanakan dan menaati kebijakan dan peraturan yang telah diterbitkan. “Diperlukan langkah-langkah cepat, tepat, fokus, dan terpadu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyikapi kebijakan yang telah terbit untuk ditaati guna mencegah penyebaran COVID-19 di daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Untuk itu Mendagri kemudian memberikan instruksi kepada para gubernur dan bupati/wali kota terkait hal tersebut. Berikut instruksi yang diberikan oleh Mendagri:
Kesatu, menegakkan secara konsisten protokol kesehatan COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19 di daerah masing-masing berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut.
“Kedua, melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan COVID-19 dan tidak hanya bertindak responsive/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir,” ujar Tito.
Ketiga, kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
“Keempat, bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah,” ujarnya.
Dijelaskan, sebagaimana diatur dalam pasal 67 huruf b UU Pemda tersebut pemerintah daerah diharuskan menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, dalam pasal 78 dinyatakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah juga dapat diberhentikan, dengan alasan antara lain karena dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepada daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 huruf b itu.
“Berdasarkan instruksi pada diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi sampai dengan pemberhentian,” ujar Tito. (HUMAS KEMENDAGRI/UN)