Bagaimana kabarnya Bapak/Ibu guru sekalian. Harapan saya semuanya tentu dalam keadaan baik-baik saja? Pada kesempatan kali ini kita kembali membahas tentang mendidik.
Mendidik tentunya merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi Bapak/Ibu guru semua. Sebab keseharian Bapak/Ibu selalu berkecimpung dengan pekerjaan mendidik. Mendidik merupakan peran yang melekat kepada tugas guru, disamping mengajar dan melatih.
Mendidik adalah tugas yang mulia. Sebab bertujuan memperbaiki dan membentuk sikap atau karakter siswa. Namun kami yakin, mendidik juga bukan tugas yang mudah. Butuh berbagai keterampilan dan kepiawaian guru dalam menjalankannya.
Setujukah Bapak/Ibu guru, bahwa mendidik itu adalah seni? Mengapa kita katakan mendidik itu seni? Sebab dalam mendidik butuh kiat, cara-cara atau seni tersendiri dalam menjalankannya.
Seni yang dimainkan agar siswa mau dan mudah mencerna hal-hal yang disampaikan oleh guru. Serta secara sukarela mau melakukan saran yang diberikan guru kepadanya. Seni seseorang dalam mendidik tidaklah sama. Setiap orang punya seni tersendiri.
Seni seseorang dalam mendidik, tidak bisa pula ditiru atau dipakai orang lain. Mendidik merupakan seni dalam menyampaikan pemahaman kepada siswa. Setiap pemahaman yang disampaikan kepada siswa haruslah dimainkan dengan indah, seperti layaknya alunan nada dengan irama yang menarik.
Namun jangan lupa, bahwa setiap nada dan irama itu haruslah sesuai dengan perkembangan zamannya. Sesuai pula dengan kondisi dan karakteristik siswa.
Seni adalah kehalusan jiwa, yang mampu menjadi magnet untuk menarik jiwa lainnya mengikuti kehendak pelakunya.
Oleh sebab itu, dengan seni mendidik yang dimainkan guru, maka siswa akan mudah diajak mengikuti segala arahan sang guru. Dalam mendidik, seorang guru sebaiknya terlebih dahulu menarik hati dan perhatian siswanya.
Sebab ketika hati seorang guru telah dekat dengan hati siswanya, maka akan menimbulkan rasa kedekatan secara emosional. Adanya kedekatan secara emosional, akan memudahkan guru melakukan transfer of knowledge atau penyampaian konsep secara kognitif, serta penanaman nilai-nilai untuk pembentukan sikapnya.
Kami yakin, setiap Bapak/Ibu telah memiliki seni masing-masing dalam hal mendidik. Contohnya saja dalam hal menangani siswa yang bermasalah. Setiap guru yang membantu menyelesaikan permasalahan siswa tersebut memiliki cara yang berbeda.
Hasilnya pun juga akan berbeda. Bisa jadi, ada guru yang berhasil dengan mudah mengajak siswa tersebut keluar dari permasalahan yang dihadapinya, bahkan tak jarang pula hal yang terjadi adalah sebaliknya.
Oleh sebab itu, mari miliki cara-cara dan kiat-kiat yang dibutuhkan dalam mendidik. Setiap siswa memiliki karakter yang unik dan berbeda-beda. Kenalilah karakteristik setiap siswa. Sehingga, ketika guru mengenali karakteristik siswanya, maka akan lebih memudahkan tugas Bapak/ibu dalam mendidik mereka.
Hal yang perlu kita hindari dalam mendidik adalah memberikan cap nakal kepada siswa, ketika mereka keluar dari aturan yang ditetapkan. Dekati mereka, pahamilah terlebih dahulu faktor penyebab yang menjadi pemicu mereka melakukan perbuatan menyimpang. Pada kondisi ini, Bapak/Ibu tidak hanya bisa berperan sebagi guru saja.
Guru dapat berperan sebagai orangtua, sahabat atau kakak bagi mereka. Sehingga dengan demikian, akan terbangun jembatan hati yang membuat mereka nyaman untuk berbagi tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
Selanjutnya akan memudahkan guru berperan sebagai konselor yang dapat memberikan solusi agar mereka keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya tersebut. Ajak mereka untuk mengikuti saran-saran yang diberikan.
Kami berharap, agar tidak ada lagi siswa yang diberi julukan sebagai siswa nakal, pemalas, suka berkelahi dan sebagainya. Sebab ada kecenderungan bahwa seorang anak akan berusaha menyesuaikan diri dan perilakunya sesuai julukan atau label yang diberikan kepada mereka.
Hal ini sesuai dengan teori labeling yang dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Dalam konteks sosial, teori labeling adalah perilaku menyimpang seseorang akibat proses labeling yang diberikan oleh orang-orang sekitarnya.
Secara psikologis, siswa yang masih tergolong usia remaja, punya kencenderungan dalam proses mencari jati diri. Mereka sering menunjukan perilaku-perilaku yang terkadang di luar praduga kita.
Dalam hal ini guru juga perlu mengetahui dan mendengarkan keinginan dari siswa. Fasilitasi kebutuhan belajar mereka sesuai dengan karakteristiknya. Kenali perkembangan-perkembangan mereka. Berikan pelayanan terbaik sesuai kebutuhan, gaya belajar dan karakteristik masing-masing.
Semua itu akan dapat kita lakukan, apabila mendidik dilakukan dengan seni dan hati. Mendidik dengan cinta kasih, akan mempermudah pendidik menjalankan perannya.
Selain itu juga akan mampu mengantarkan generasi harapan bangsa ini tumbuh dengan hati dan kehalusan budi. Semoga. (***)