PROHABA.CO – Amerika Serikat memutuskan untuk menangguhkan penggunaan vaksin Covid-19 Johnson & Johnson setelah enam orang dari 6,8 juta orang yang menerim vaksin mengalami pembekuan darah.
Kasus tersebut tampaknya serupa dengan pembekuan darah langka yang terlihat pada penerima vaksin Oxford/AstraZeneca, yang menyebabkan beberapa negara juga menangguhkan penggunaan vaksin tersebut.
Sindrom pembekuan darah ini menyebabkan orang memiliki jenis gumpalan darah yang tidak biasa, seringkali yang terbentuk di otak–disebut trombosis sinus vena serebral atau CVST– ditambah dengan rendahnya tingkat trombosit, partikel kecil dalam darah yang saling menempel sehingga membentuk gumpalan.
Pembekuan darah ini terjadi terutama pada orang di bawah sekitar 60 tahun dan lebih sering dialami wanita daripada pria.
Namun, perbedaan jenis kelamin, mungkin karena lebih banyak perempuan yang telah divaksinasi, karena banyak perempuan menjadi petugas kesehatan dan staf panti jompo.
Munir Pirmohamed, Ketua Komisi Pengobatan Manusia Inggris, dalam analisisnya terhadap 79 kasus Inggris yang mengalami pembekuan darah setelah suntikan Oxford/AstraZeneca mengatakan, kasus tersebut terjadi pada tingkat yang sama pada pria dan wanita.
Angka keseluruhan adalah empat kasus per sejuta orang yang telah menerima vaksin di Inggris.
Tidak diketahui mengapa orang yang lebih muda tampak lebih berisiko mengalami pembekuan darah, tetapi distribusi usia sebagian menjadi alasan, mengapa beberapa negara mengatakan vaksin ini hanya boleh diberikan kepada mereka dengan usia tertentu.
Baca juga: Pejabat Cina Akui Vaksin Covid Milik Mereka Kurang Efektif
Alasan lainnya adalah orang tua lebih berisiko tertular Covid-19. Jadi, manfaat vaksin mungkin lebih besar daripada risikonya.
Enam kasus CVST yang baru dilaporkan pada penerima vaksin Johnson & Johnson, salah satunya berakibat fatal, dan semuanya terjadi pada wanita berusia antara 18 dan 48 tahun.