Jakarta (ANTARA) – Kabar duka mengenai kepergian Iwan Gayo, salah satu penulis legendaris asal Aceh ini memberikan kesedihan yang mendalam. Almarhun meninggal dunia pada Sabtu (28/12/2024) di Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Kabar duka mengenai meninggalnya Iwan Gayo disampaikan melalui media sosial Facebook oleh Syukurfi M, seorang pegiat sosial asal Aceh. Informasi tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Muchlis Gayo, saudaranya, yang menyatakan, “Benar, abang saya telah berpulang di Ciputat Timur, Tangerang Selatan,” ungkapnya.
Lantas, seperti apakah sosok Iwan Gayo ini? Berikut profil singkatnya yang telah dirangkum dari beberapa sumber.
Baca juga: Kemenparekraf: Indonesia kekurangan penulis skenario
Profil Iwan Gayo
H. Iwan Abu Bakar, yang lebih dikenal sebagai Iwan Gayo, lahir pada 7 November 1951 di Tekongan, Aceh Tengah. Ia merupakan anak dari pasangan Abu Bakar Bintang dan Hj. Mariamah Bona.
Iwan Gayo dikenal sebagai wartawan, editor, sekaligus penulis yang memperkenalkan istilah “Buku Pintar”. Dari istilah itu, ia melahirkan serangkaian karya populer yang menjadi rujukan utama dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk ensiklopedia.
Perjalanan hidup Iwan Gayo penuh tantangan. Ia dilahirkan setelah sebelas bulan dalam kandungan, sebuah kondisi yang dianggap unik pada masa itu. Sebelum mencapai ketenaran, ia menghadapi berbagai ujian hidup hingga beberapa kali berganti nama dengan tujuan “menolak bala”.
Baca juga: Duta Baca Indonesia paparkan kendala peningkatan literasi nasional
Kariernya dimulai pada tahun 1971 sebagai korektor di sebuah surat kabar. Dua tahun kemudian, ia menjadi wartawan di DPR RI sebelum beralih menjadi pemandu di Batemuri Tour pada tahun 1975. Namun, kecintaannya pada dunia jurnalistik membuatnya terus berkembang hingga ia meraih penghargaan Adinegoro pada tahun 1981.
Nama Iwan Gayo mulai dikenal luas pada tahun 1982 lewat karyanya, Buku Pintar Junior. Kesuksesan ini diikuti oleh karya-karya lainnya, seperti Buku Pintar Senior (1986), Buku Pintar Nusantara (1987), Booklet 10 Dosa Besar Suharto (1998), English Liberty Statue (2000), Buku Pintar Haji dan Umrah (2001), Atlas Indonesia Baru (2002), Alamak Negara, Direktori SDA dan SDM Indonesia (2005), serta Ensiklopedia Islam Internasional (2013).
Tak hanya produktif di dunia literasi, Iwan Gayo juga aktif melakukan riset ke berbagai negara, seperti Arab Saudi, Mesir, Suriah, dan Yordania, untuk memperdalam pemahamannya tentang agama Islam.
Dari karya-karyanya, ia telah menyumbangkan banyak wawasan dan ilmu yang bermanfaat bagi berbagai kalangan, sekaligus menjadi inspirasi bagi penerbit dan penulis lainnya.
Nama Iwan Gayo akan selalu dikenang melalui karya-karyanya yang tak lekang oleh waktu. Ia telah meninggalkan warisan tak ternilai bagi dunia literasi, menjadikan pengetahuannya sebagai kontribusi besar yang terus hidup di hati banyak orang.
Baca juga: Prof Tjandra Yoga Aditama raih rekor MURI penulis COVID-19 terbanyak
Baca juga: Penulis Indonesia hadir pada Malam Sastra di Canberra
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024