Pertunjukan Wayang Semalam Suntuk Bersama Dalang Ki Mantep Soedarsono Menutup Rangkaian Hari Pahlawan 2017
JAKARTA – Kementerian Sosial RI menggelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk bersama Maestro Dalang UNESCO Ki Manteb Soedarsono dan bintang tamu Syakurun (Kirun) sebagai penutup puncak rangkaian peringatan Hari Pahlawan 2017, di halaman Gedung Konvensi Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPNU), Sabtu malam, 25 November 2017.
Acara yang dibuka oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ini mengangkat lakon Srikandi Kusumaningrat dan menghadirkan bintang tamu budayawan Kirun. Sekira 10.000 orang memadati halaman gedung konvensi yang disulap menjadi panggung megah didukung tata suara dan tata cahaya yang mumpuni khas pertunjukan wayang.
Pagelaran wayang kulit ini mengambil lakon Srikandi Kusumaningrat. Ia adalah puteri Prabu Drupada dan Dewi Dandawati dari Negara Pancala adik dari Dewi Dropadi dari Raden Drestadyumna.
Dewi Srikandi menjadi sangat gemar dalam olah keprajuritan, sangat gigih belajar memanah, tidak kenal lelah dan sangat mencintai rakyatnya. Hampir semua waktunya dipergunakan untuk mengabdi pada negaranya. Ia juga mahir dalam mempergunakan senjata panah.
Dewi Srikandi menjadi suri teladan prajurit bukan hanya perempuan. Ia bertindak sebagai penanggungjawab keselamatan dan keamanan ksatria Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha dikisahkan kenapa Dewi Srikandi tampil sebagai senopati, dan pada saat itu senopati Astina adalah Resi Bisma yang sangat sakti mandraguna.
“Melalui lakon Srikandi Kusumaningrat kiranya kita dapat mengambil makna yang terkandung di dalamnya. Yaitu bagaimana seorang tokoh perempuan bernama Srikandi memiliki kemampuan dan andil yang luar biasa membela negaranya, tidak kalah dengan tokoh pria lainnya,” terang Khofifah yang tampak menikmati pertunjukan hingga lewat tengah malam.
Hal ini, lanjutnya, menunjukkan adanya kesetaraan gender di dalam melakukan segala hal terutama membangun negeri ke arah yang lebih baik lagi.
Dikatakan Mensos, dalam kehidupan sehari-hari, Indonesia memiliki Pahlawan Nasional Wanita yang luar biasa seperti Kartini, Cut Nyak Dien, dan yang baru ditetapkan pada 10 November 2017 lalu adalah Laksamana Malahayati yang merupakan laksamana perempuan pertama muslimah di dunia.
“Meneladani Srikandi dan para pahlawan Indonesia, saya mengajak warga bangsa semua jadilah Pahlawan masa kini yang memiliki peran sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing untuk membangun Indonesia Sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan para pendahulu negeri,” harap Khofifah.
Mensos juga berharap melalui pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini masyarakat tidak melupakan jati diri bangsa dan lebih mengenal budaya bangsa yang beraneka ragam dari Sabang sampai Merauke, khususnya pertunjukan wayang kulit yang telah terkenal dan mendunia.
“Bahkan pada 7 November 2003, wayang Indonesia mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dunia telah mengakuinya, maka kita sebagai pemilik budaya ini harus bangga dan terus melestarikannya,” terang Khofifah bangga.
Hari Wayang
Ki Manteb mengataman bersama komunitas dan pecinta wayang ia mengusulkan tanggal 7 November ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional. Ki Manteb juga berharap dukungan pemerintah seperti halnya Kementerian Sosial yang menyelenggarakan pertunjukan wayang untuk masyarakat Jakarta.
Dukungan semacam ini, lanjutnya, merupakan upaya nyata dalam melestarikan budaya bangsa dan memperkenalkan kesenian wayang kepada generasi muda.
Khofifah pun menyambut baik usulan Hari Wayang Nasional. Ia menyanggupi untuk menyelenggarakan sarasehan dan serangkaian kegiatan pertunjukan wayang yang memungkinkan dilakukan di berbagai wilayah lain di Indonesia dengan terlebih dahulu mengkordinasikan dengan Kemendikbud dan Kemenpariwisata.
“Ini adalah kekayaan budaya kita yang luar biasa. Kita dukung sepenuhnya semangat Ki Manteb untuk pelestarian dan keberlangsungan seni wayang ini,” ujar Mensos.
Sementara itu suasana di depan gedung konvensi TMPNU Kalibata semakin malam semakin ramai dipadati penonton. Mereka mayoritas datang bersama keluarga, ada pula komunitas-komunitas seni dan anak-anak muda. Sebanyak 3.000 kursi yang disediakan panitia penuh terisi.
Sebagian besar penonton yang tidak mendapat kursi, memilih duduk lesehan. Pedagang makanan dan minuman, pedagang wayang dan kostum dalang, serta pedagang mainan anak-anak tumpah ruah di sepanjang jalan menuju lokasi acara.
Hingga lewat tengah malam, penonton terus bertambah dan tak beranjak. Panitia secara gotong royong menyiapkan makanan ringan dan minuman yang dibagikan dalam tiga tahap. Hal ini semata-mata dilakukan untuk membuat penonton nyaman menyaksiman pertunjukan hingga pagi.
“Malam ini sungguh sangat meriah. Saya tak menyangka sambutan warga sangat luar biasa. Saya yakin mereka datang tidak hanya sekedar menonton saja, tapi ada rasa memiliki, kecintaan, dan kerinduan untuk menikmati pertunjukan ini. Semoga masyarakat terhibur dan bahagia,” kata Khofifah.