in

Menunggu Lebaran bagi Mereka Yang ‘Disingkirkan’

Jutaan umat Islam di Indonesia pekan ini menjalani sepertiga terakhir bulan Ramadan. Berlomba membuat amal kebajikan. Juga bersiap untuk Hari Raya, mudik dan silaturahmi. Di sisi lain, sebagian umat waswas menyambut hari raya di masjid sendiri. Mereka adalah umat Islam dari kelompok Ahmadiyah dan Syiah yang selama ini terpinggirkan, disingkirkan bahkan diusir. Masjid Ahmadiyah disegel, kegiatan ibadah mereka dipersulit. Warga Syiah asal Sampang Madura bahkan sudah lima tahun tinggal di pengungsian di Sidoarjo, Jawa Timur. Lebih dari 200 pengungsi Syiah itu tidak bisa berlebaran di kampung halaman.

Mereka paling banyak menjadi korban persekusi, korban hukum jalanan dari pihak lain yang merasa paling benar dan merasa berhak menghakimi keyakinan orang lain. Mungkin hingga mati, warga yang terpinggirkan ini akan terus dilabel sesat, kafir, murtad dan lain-lain.

Ramadan adalah bulan berserah diri, bulan meningkatkan keimanan yang hakiki. Tidak hanya soal ritual ibadah, namun pada kualitas yang tercermin di perilaku sehari-hari. Ramadan dan Lebaran bukan hanya monopoli umat Islam Sunni yang mayoritas di negeri ini, tapi milik semua umat Islam dari beragam paham. Bahkan semua umat manusia berhak juga merayakannya.

Ramadan dan Lebaran adalah saat yang tepat untuk memulai kembali membangun jembatan untuk memperkecil perbedaan dan memperbesar persamaan diantara sesama warga negara, khususnya umat Islam di Indonesia. Jembatan untuk dilewati bersama-sama menebar kedamaian, dan keselamatan bagi bangsa. Bukan justru mempertajam pisau kebencian dan memperuncing panah permusuhan. 

What do you think?

Written by virgo

KPK tidak akan hadirkan Miryam di Pansus

Bapenda Sumsel Catat Kenaikan Pendapatan dari PKB dan BBNKB