in

Merajut Kembali Tenun Kebangsaan

Diakui atau tidak, pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun ini paling menyita perhatian dan energi publik. Meski hanya level politik lokal, namun atmosfer yang terbentuk sudah menjadi masalah nasional. 

Sejak awal tahap penyelenggaran pemilihan gubernur, perilaku dan emosi publik diaduk-aduk oleh berbagai sentimen keagamaan dan ras, dibumbui aneka fitnah dan hujatan serta dipenuhi ujaran kebencian, ancaman dan intimidasi.Dalil dan ayat suci diperdagangkan, retorika moralitas diobral. Stempel kafir, munafik, serta berbagai kosa kata caci maki begitu mudah direkatkan pada orang yang berbeda pilihan.

Agenda politik yang mestinya menjadi ajang pesta demokrasi, telah menjadi pedang pemutus tali silaturahmi, mencederai hubungan antarmanusia, bahkan merusak hubungan kekerabatan dalam keluarga.

Tempat ibadah yang semestinya memperbaiki moral manusia, berubah menjadi tempat propaganda atas nama agama yang pada akhirnya merobek kerukunan sesama warga Indonesia. Bahkan warga di luar Jakarta sekalipun ikut terseret-seret dalam hiruk pikuk yang sejatinya tak lebih hanya perebutan kekuasaan saja.

Selama kurang lebih enam bulan, warga Jakarta, dan juga warga lain hidup dalam suasana yang begitu menyeramkan.

Hari ini, warga Jakarta akan menggunakan hak mereka memilih pemimpin dari para pelayan masyarakat.Setelah pencoblosan usai dan pemenang diketahui, maka luka, goresan, kotoran serta sampah seperti menodai tenun kebangsaan yang sudah dirajut susah payah sejak lama. Yang tersisa adalah persaudaraan yang terkoyak.

PR kita adalah memulihkan kembali apa yang cedera pada relasi persaudaraan dan kemanusiaan kita. Pekerjaan berat yang menjadi tanggung jawab kita semua. 

What do you think?

Written by virgo

Alex Buka Diklat PIM Pola PPK-BLUD

“Yang Terpilih Harus Mampu Bersinergi”