Kertas, menjadi media penting dalam upaya manusia menjaga keaslian sejarah dan mengabadikan momen-momen tertentu yang bisa mempengaruhi jalan cerita kehidupan manusia kedepannya. Sejarah di sini bisa kita artikan sebagai peristiwa, momen, gagasan-gagasan, ataupun peradaban tertentu. Catatan-catatan penting mengenai sejarah itu kemudian dibukukan, agar dapat dibaca oleh generasi berikutnya.
Memang, tidak bisa dinafikkan elemen-elemen terdahulu seperti pelepah pisang, kulit kayu, batu, maupun kulit binatang yang sempat hadir sebagai salah satu media tulisan generasi terdahulu. Berbagai simbol, tulisan, dan gambar menjadi metode komunikasi dan gambaran bagaimana kehidupan terdahulu. Namun, semangatnya tetap sama dengan kertas, yaitu media kepenulisan yang bisa mencapai semua kalangan dan dilakukan dengan kegiatan menulis.
Generasi sekarang, baik gen Y maupun gen Z tentu tidak pernah bertemu tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka. Keempat tokoh tersebut berada jauh di atas kedua gen muda ini. Tetapi, bisa dibuktikan bahwa banyak dari gen Y dan gen Z tersebut mengetahui wajah dan gagasan setiap tokoh. Gagasan-gagasan tokoh tersebut direkam oleh sejarah melalui kegiatan menulis dan diabadikan ke dalam bentuk buku. Bahkan gagasan mereka dikembangkan, dan di analisis untuk menjawab kebutuhan zaman ataupun disesuaikan dengan kondisi zaman sekarang.
Menulis untuk mengabadikan sejarah, kertas sebagai media perekam, dan membaca sebagai upaya merawatnya. Tiga hal ini menjadi satu kesatuan utuh dalam merawat dan mewarisi peradaban. Menulis dan kepemilikan kertas menjadi dua hal yang bersifat universal, sehingga bisa dilakukan oleh siapapun dan kapanpun bagi aktor sejarah. Secara semiotik, bisa kita artikan dua bahkan tiga hal ini tidak bersifat elitis.
Kertas memiliki peran yang fundamen sebagai media perekam sejarah. Menulis dan membaca tidak bisa terlaksana jika bukan kertas sebagai media perekat dua kegiatan ini. Menulis dan membaca ini yang kemudian menjadi kegiatan mencerdaskan bagi generasi berikutnya dalam memahami sejarah. Buku-buku dipelajari dan di bedah, sehingga gagasan-gagasan tokoh-tokoh terdahulu dan bagaimana suasana ketika itu bisa tergambar.
Meskipun perkembangan teknologi kemudian melahirkan media-media lain sebagai perekam sejarah, kertas dan buku tetap menunjukkan eksistensinya. Sedikitnya angka baca di Indonesia, itu persoalan lain. E-book, film, dan media-media lain yang berbasis teknologi mencul sebagai opsi-opsi baru dalam upaya merawat sejarah dan peradaban.
Akan tetapi, di antara kertas dan buku dengan E-book dan film meski berada dalam generasi teknologi yang berbeda, tentu memiliki perbedaan yang berpengaruh. Yang paling sederhananya adalah sifatnya, yaitu antara elitis dan universal. Kertas dan buku menjadi media yang paling terjangkau, atau menjangkau semua kalangan. Catatan-catatannya pun lebih merinci serta dapat dibuat oleh siapapun sebagai aktor sejarah.
Sementara, E-book danfilm berada pada era teknologi yang berbeda. Ini yang menyebabkan dua media ini cenderung elitis. Maksudnya, hanya kalangan tertentu yang mampu menjangkaunya. Meskipun film sebagai media pencatat sejarah memiliki kelebihan berupa menggambarkan sejarah secara lebih jelas, akan tetapi dengan biaya (cost) yang mahal, hanya sejarah-sejarah tertentu yang bisa di filmkan. Proses penyebaran pun terbatas, serta pertimbangan kualitas gambar dalam film juga bisa mempengaruhi niat penonton untuk menonton. Pun demikian dengan E-book, yang hanya kalangan tertentu yang bisa dan mengerti bagaimana dan dimana mengaksesnya.
Disisi yang lain, kertas dan buku tetap menjadi media yang mengharuskan penggunanya untuk menulis dan membaca. Menulis dan membaca menjadi dua hal penting dalam merawat peradaban melalui keilmuan. Sementara, E-book danfilm hanya melatih penggunanya untuk sekedar membaca dan melihat (menonton). Padahal, kelebihan utama dalam menulis adalah terikatnya keilmuan dan cara penulisnya untuk berpikir menjadi sistematis.
Kertas dan buku tidak akan kehilangan tempat dalam sejarah. Bahkan orang-orang hebat seperti Bill Gates masih menggunakan kertas untuk mencatat hasil-hasil rapatnya di kantor. Ada nilai lebih dalam kertas, yaitu ketika kita menulis, kita susah untuk lupa apa yang telah kita tulisa di kertas tersebut.
Kertas, buku, menulis, dan membaca, menjadi empat hal yang memiliki kontribusi dalam merawat sejarah dan peradaban. Semoga generasi kita tetap mengaktualisasikannya meskipun teknologi terus berkembang. (*)
LOGIN untuk mengomentari.