Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4 mengamanatkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Pendidikan diselenggarakan dengan prinsip memberi keteladanan, membangun motivasi, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran. Dengan adanya undang-undang tersebut maka peran guru sangatlah penting. Guru merupakan sosok ideal. Manusia yang selalu menjadi panutan, digugu dan ditiru sepanjang masa.
Sosok tersebut selayaknya tidak diragukan lagi, apalagi dengan adanya Kurikulum Merdeka Belajar yang dijelaskan dalam Permendikbudristek Nomor 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran, selanjutnya diturunkan juga Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 347 Tahun 2022 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka pada Madrasah.
Sudah selayaknya guru tidak lagi menyamaratakan siswa dalam memberikan materi pelajaran. Guru selayaknya menyiapkan diri sebelum mengajar, mulai dari materi, metode dan model pembelajaran sehingga siswa merasakan kebijakan pemberlakuan Kurikulum Merdeka Belajar (Kumer) tersebut secara nyata diterapkan di lapangan.
Bukan malah sebaliknya guru bebas mengajar dengan asumsi bahwa Kurikulum Merdeka Belajar belum bisa maksimal diterapkan sehingga guru bebas mengajar. Bahkan kadang memberikan materi tanpa persiapan sehingga seluruh siswa di kelas diajarkan dengan metode dan teknik yang sama, yang sangat berbeda dengan rancangan kurikulum merdeka, yaitu siswa diberi kebebasan belajar sesuai dengan karakternya.
Untuk hal itu, guru perlu menfasilitasinya dengan persiapan materi pelajaran. Penerapan Kumer tidak serta merta mengubah gaya mengajar guru, karena guru penggeraknya masih hitungan jari, pelatihan pun masih berlangsung.
Meskipun pemerintah sudah menggelontorkan dana yang cukup besar untuk persiapan, sosialisasi dan pelatihan Kumer namun belum serta merta bisa mengubah gaya belajar siswa, apalagi dengan guru bebas mengajar dengan dalih belum paham Kumer.
Guru masih belum move on dari Kurtilas, sehingga dalam Kumer masih menerapkan Kurtilas. Fenomena ini terjadi di lapangan, ada beberapa sekolah yang sebelumnya telah menyatakan diri untuk menerapkan Kumer, namun dua bulan berjalan mundur dan kembali menerapkan Kurikulum 2013 (Kurtilas) karena belum paham tentang teknis pelaksanaannya.
Karena masih dalam tahap pengenalan, namun tiba-tiba harus sudah diterapkan, maka banyak sekolah atau madrasah yang menerapkan Kumer hanya kulitnya saja, sedang muatannya masih Kurtilas.
Miris memang, namun itulah yang terjadi jika sebuah kebijakan tanpa persiapan matang, maka akan melahirkan pro dan kontra, bahkan dalam teknisnya akan jauh berbeda dengan aplikasinya. Apalagi sekolah atau madrasah belum memiliki guru penggerak yang betul- betul paham tentang penerapan kurikulum merdeka tersebut.
Selanjutnya usulan pemerintah untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka ini secara mandiri juga berdampak terhadap ketersediaan anggaran sekolah/madrasah. Kepala sekolah/kepala madrasah diharapkan bisa berkolaborasi dan belajar kepada sekolah lain yang sudah menerapkan Kumer tersebut, dan kegiatan tersebut tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Di tengah polemik Kumer tersebut, sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, kita berharap siswa tidak menjadi korban untuk kesekian kalinya, karena kebijakan dan penerapan kurikulum yang masih belum matang.
Diharapkan bagi sekolah/madrasah yang ingin menerapkan kurikulum merdeka agar siap secara tenaga dan sarana prasarana terlebih dahulu. Jangan hanya karena keterpaksaan atau ingin lebih keren di mata pimpinan, sehingga siswa tidak menjadi korban keegoisan tersebut.
Selayaknya sekolah menyiapkan dan memahami semuanya sehingga tidak ragu dan kurang paham ketika melangkah ke Kumer tersebut, apalagi dengan istilah-istilah baru di dalam Kumer tersebut, seperti capaian pembelajaran, modul ajar, analisis capaian dan lain-lain. (***)