ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Kerapnya muncul gejolak politik antara Aceh dan pusat mengharuskan Aceh untuk membentuk wadah kajian strategis yang secara khusus ditugaskan untuk melakukan deteksi dini potensi kegaduhan politik antara Aceh dan Pusat.
Pandangan itu disampaikan Meuthia Anwar Bawarith mensikapi perkembangan terkini “hilangnya” dua pasal UUPA dengan disahkannya UU Pemilu 2017 oleh DPR RI. Sebelumnya Aceh juga beberapa kali terjebak dalam perselisihan konflik regulasi.
“Aceh butuh wadah khusus yang memantau, mengkaji, dan lalu menyampaikannya kepada semua pihak guna mencegah sedini mungkin kemungkinan terjadinya ragam konflik baru, baik itu konflik regulasi maupun konflik lainnya antara Aceh – pusat lainnya,” kata sosok yang akrab disapa Dewi, Rabu (26/7).
Menurut Dewi, wadah ini dalam operasionalnya tidak harus dibayar karena ini kerja mulia dan boleh disebut sebagai jihat perdamaian, mencegah terjadinya perselisihan.
“Agama kita sangat menganjurkan untuk mengutamakan mencegah perselisihan atau mendamaikan pihak yang berselisih, bahkan menghindari terjadinya perselisihan, ” tambahnya.
Wadah ini, oleh Dewi disebut sebaiknya di isi oleh pakar dari berbagai kalangan di bawah fasilitasi gubernur atau wakil gubernur serta pimpinan DPRA.
“Beberapa personil yang bertugas melakukan kerja kajian perkembangan melalui analisis media dan lainnya bisa diperoleh dari pegawai SKPA, atau personil khusus yang dibiayai dengan sumbangan pribadi tim fasilitator, hanya perlu dua personil saja,” sebut Dewi.
Wadah berisi tim pakar ini berkerja untuk memantau perkembangan sejak dini gejala dan fenomena Aceh dan Pusat. Setiap ada perkembangan politik di tingkat pusat harus menjadi perhatian tim pakar dan hasil analisisnya disampaikan sejak awal kepada berbagai pihak sehingga tidak menjadi potensi yang memicu terjadinya perselisihan apalagi konflik dan benturan politik.
“Aceh membutuhkan stabilitas politik untuk membangun, bek habeh batre bak konflik dan konflik, apalagi jika konflik itu berpotensi mengganggu hubungan saling mendukung kerja mensejahterakan rakyat,” ujar Dewi.
Dewi juga mengingatkan posisi Aceh saat ini dimana harapan rakyat kepada pemerintahan baru hasil pilkada sangat besar. Harapan besar rakyat ini, menurut ibu rumah tangga ini, wajib didukung oleh semua pihak, salah satunya mendukung tumbuhnya iklim damai tanpa gejolak sehingga pemerintah baru dapat berkerja maksimal.
“Kegaduhan politik adalah sentimen negatif yang ujungnya membuat pemerintah dan DPRA tidak bisa berkerja secara maksimal untuk mewujudkan RPJM Aceh. Ingat, sudah dua kali rakyat Aceh gagal mendapatkan kesejahteraannya akibat konflik yang semestinya bisa dicegah sejak dini,” tutupnya. []