Orang Minang sudah dikenal sebagai etnis pedagang. Di nusantara, sejak zaman sebelum penjajahan, bertebaran para pedagang asal Minang. Mereka merantau berbekal modal tekad dan kelihaian berbisnis ditambah jiwa merantau yang menempa diri mereka menjadi manusia tahan banting sekaligus bervisi jauh ke depan.
Memang, modal untuk menjadi saudagar tidaklah gampang. Dituntut kreativitas, daya juang yang tinggi, keuletan, kepiawaian membangun dan membina jaringan, inisiatif, serta kepandaian dalam mempromosikan dan berkomunikasi secara efektif dengan semua orang.
Oleh karena itu, seorang pengusaha sejatinya adalah seorang yang tangguh secara mental dan terampil secara fisik, mau bekerja keras dan tidak gampang menyerah. Prasyarat itu cocok dengan budaya Minangkabau yang menekankan usaha keras dari individu untuk bisa bertahan di lingkungan sosialnya.
Popularitas orang Minang sebagai gudangnya pebisnis bisa disetarakan dengan kualitas sumber daya manusia daerah ini dari waktu ke waktu. Sudah amat sering dibicarakan dan diteliti, juga dari catatan sejarah, betapa negeri ini adalah negeri produsen orang-orang pintar dan berpengaruh mulai dari level nasional sampai mancanegara. Sering disebut oleh sejarawan, jika mau menyebut empat besar founding fathers negara ini maka tiga di antaranya adalah asli Minang. Mereka adalah Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan (selain Soekarno).
Para pedagang dari Minang juga tidak kalah menterengnya mengisi relung-relung sejarah bisnis di Indonesia. Di zaman pemerintahan Soeharto ada nama Hasyim Ning, yang sering disebut sebagai raja mobil Indonesia. Di zaman sekarang siapa yang tidak kenal Chairul Tanjung, saudagar sukses yang malang melintang di berbagai bidang bisnis Indonesia. Ia juga sempat menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian era Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Kepiawaian orang Minang berbisnis juga tampak nyata dari maraknya rumah makan Padang di seantero nusantara, bahkan merambah mancanegara. Bisa dikatakan, tidak ada yang tidak kenal dan belum pernah mencicipi hidangan masakan Minang melalui rumah makan dan restoran Padang yang ada di pelosok-pelosok. Ini tentu membanggakan, dan tugas kita semua membuat bagaimana agar kebanggaan itu tidak luntur di kemudian hari.
Ditilik dari filosofinya, maka benarlah apa yang dikatakan oleh Wakil Presiden kita, Jusuf Kalla, saat memberikan sambutan dan arahan pada peresmian gedung baru Universitas Negeri Padang Juli lalu. Kata beliau, kekuatan orang Minang terletak di sekolah (pendidikan), surau (basis nilai agama), dan pasar (ekonomi). Jika ingin memudarkan kejayaan orang Minang, rusak sekolah, surau, dan pasarnya, maka habislah orang Minang. Sebaliknya, jika ingin memajukan Minang, maka majukanlah pendidikan, surau dan pasarnya (baca: kekuatan ekonomi).
Menyikapi itu, kita harus segera menyadari bahwa pembangunan kualitas manusia di Sumbar belumlah lengkap dengan memperkuat mutu pendidikan dan keagamaan belaka. Harus ada usaha untuk terus membudayakan tradisi berwirausaha, menumbuhkan mental mandiri dalam ekonomi, sebagaimana Mohammad Hatta pernah menyuarakannya. Orang Minang, dalam hal ini Sumbar, harus kembali dibangunkan jiwa wirausahanya.
Apalagi, sesuai dengan visi perguruan tinggi di mana pun (termasuk Universitas Negeri Padang), tahapan peningkatan kualitasnya harus mampu bergeser tidak saja menjadi research university, melainkan juga mampu mengarah ke agent of economic development university, universitas yang berorientasi produk mewujud pada dampak ekonomi yang nyata ke tengah masyarakat.
Di sisi lain, melihat data terbaru, jumlah orang Indonesia yang tertarik berbisnis masih jauh dari harapan. Padahal, dunia bisnis salah satu faktor utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Bisa jadi, negara kita masih dipenuhi oleh paradigma bahwa untuk menjadi orang sukses mestilah menjadi pegawai negeri. Padahal, sebagaimana yang pernah dikatakan Jusuf Kalla, tidak ada negara maju di dunia ini karena banyak pegawai atau ASN (Aparatur Sipil Negara). Suatu negara bisa maju jika banyak pengusaha yang kreatif dan inovatif. Inilah peran strategis perguruan tinggi menghasilkan banyak sarjana yang berwirausaha.
Beranjak dari fenomena itu, tak salah jika kita dukung usaha Universitas Negeri Padang, Universitas Andalas, Kopertis Wilayah X dan PT Semen Padang yang berinisiatif menyelenggarakan lomba Minang Entrepreneurship Award 2017. Ini ajang terbesar dan pertama kalinya di Sumbar yang menyasar para mahasiswa (baik S-1 maupun D-3) yang punya nyali dan bakat, serta kemampuan berbisnis. Diharapkan melalui ajang ini bisa terjaring generasi muda yang menjadi pionir dan penggerak perekonomian di provinsi ini.
Melalui ajang ini diharapkan mampu memberi ruang baru untuk menengok lahan dan kesempatan berdunia usaha sebagai salah satu sarana meraih masa depan yang lebih baik.
Tugas perguruan tinggi adalah menciptakan generasi yang cerdas, kreatif dan inovatif. Ketiga karakter itu melekat dan harus dimiliki oleh para (calon) wirausahawan.
Jika kita berhasil menciptakan generasi emas wirausahawan, tidak akan terlalu gamang menghadapi tantangan masa depan. Meminjam apa yang pernah disebut oleh Chairul Tanjung, ‘membeli’ masa depan dengan ‘harga’ sekarang. Ayo berwirausaha. (*)
LOGIN untuk mengomentari.