JAKARTA – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Mahkamah menyatakan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Dengan putusan ini, pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin tetap memenangi Pilpres 2019 seperti yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Mengadili, menyatakan, dalam eksepsi menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan amar putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6) malam.
Ketua MK menekankan putusan tersebut berdasarkan fakta persidangan. Pertimbangan putusan dibacakan bergantian oleh delapan hakim konstitusi, yakni Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul.
Majelis hakim konstitusi juga sudah mendengar keterangan 15 saksi dan dua ahli yang diajukan Prabowo-Sandi, dua ahli dari KPU, serta dua saksi dan dua ahli pihak Jokowi-Ma’ruf. MK juga sudah memeriksa seluruh barang yang dijadikan alat bukti. Dalam putusannya, MK menolak semua dalil permohonan Prabowo-Sandiaga.
MK menilai dalil yang diajukan tidak beralasan menurut hukum karena pemohon tidak bisa membuktikan dalil permohonannya dan hubungannya dengan perolehan suara. Dalil yang ditolak di antaranya soal money politics atau vote buying oleh Jokowi-Ma’ruf.
Adapun dalil yang dimaksudkan terkait dengan penyalahgunaan anggaran hingga program negara oleh Jokowi. Menurut majelis hakim MK, tim hukum Prabowo-Sandiaga juga tak merujuk pada definisi hukum tertentu terkait money politics atau vote buying.
Belum Dilaporkan
Disebutkan juga, tim 02 tidak membuktikan secara terang hal-hal yang didalilkan itu mempengaruhi perolehan suara Prabowo-Sandi ataupun Jokowi-Ma’ruf. Majelis hakim menyebut, dalam persidangan, tidak terungkap apakah pemohon sudah melaporkan dugaan pelanggaran yang didalilkan itu kepada Bawaslu atau belum.
MK menyatakan penanganan pelanggaran administratif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pemilu merupakan kewenangan Bawaslu. Sedangkan kewenangan MK adalah tentang perselisihan hasil penghitungan suara. Terkait dalil ketidaknetralan aparat, MK menyatakan tim Prabowo-Sandiaga tidak memberikan bukti meyakinkan soal dalil ketidaknetralan aparatur negara.
Bukti pemohon yang diperiksa adalah surat, video, dan keterangan saksi. Demikian pula tentang dalil dugaan pengerahan pejabat negara dan pelanggaran netralitas ASN, mulai dari percepatan THR ASN, kenaikan honor pendamping dana desa, dukungan sejumlah kepala daerah, hingga aksi sejumlah menteri yang dinilai mengampanyekan Jokowi, MK menguraikan bahwa segala permasalahan tersebut sudah diproses oleh Bawaslu.
MK juga menyatakan daftar pemilih tetap (DPT) tidak wajar 17,5 juta ditambah daftar pemilih khusus (DPK) 5,7 juta tidak terbukti, karena argumen terkait itu tidak relevan.
ags/AR-2