Komisi II DPR RI pada 21 Juni lalu menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Lima Provinsi, yaitu provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur untuk kemudian dilanjutkan pengambilan keputusan di Rapat Paripurna.
Dalam menyikapi informasi RUU tersebut, ada masyarakat yang salah persepsi. Ada yang beranggapan, provinsi tersebut dimekarkan atau dibentuk provinsi baru. Padahal hanya mengubah dasar hukum pembentukan provinsi itu saja.
“Memang, ada masyarakat yang salah persepsi terkait RUU Provinsi Sumatera Barat. Banyak yang berpikiran bahwa akan ada provinsi baru dari pecahan Provinsi Sumatera Barat. Itu salah,” tegas Wakil Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI yang merupakan anggota DPR Dapil Sumatera Barat II Rezka Oktoberia kepada Padang Ekspres, Senin (27/6/2022).
Menurutnya, yang betul itu adalah Komisi II DPR RI bersepakat bersama mengubah dasar hukum pembentukan 20 provinsi di Indonesia, termasuk Sumbar, Riau dan Jambi. Dasar hukumnya semula adalah UU pada zaman Republik Indonesia Serikat, yakni UU Dasar Sementara tahun 1950.
“Karena ada Dekrit Presiden 9 Juli 1959, itu membatalkan Undang- Undang Dasar Sementara itu. Jadi, Sumbar, Riau dan Jambi, yang dibentuk UU Nomor 61 Tahun 1958, itu diubah bersama 17 provinsi lainnya, dasar pembentukannya, alas hukumnya,” kata Rezka.
Sejauh ini yang sudah dilakukan, kata Ketua DPD Perempuan Demokrat Republik Indonesia (PDRI) Sumbar ini, ada empat provinsi di Sulawesi, tiga provinsi Kalimantan. “Dan saat ini sedang dibahas tiga provinsi di Sumatera yakni Sumbar, Riau dan Jambi,” imbuhnya.
Diubahnya dasar hukum tersebut, kata Rezka lagi, karena sebelumnya untuk satu undang – undang membawahi tiga provinsi. “Dan kami di DPR RI ingin, satu provinsi satu undang-undang pembentukannya. Kemudian, kelemahan kedua, undang-undang dasar pembentukan Provinsi Sumbar yang lama itu, UU Nomor 1 Tahun 1958 itu sudah tak berlaku lagi, itu jadi berbahaya di internasional karena dasar hukumnya sudah tidak berlaku lagi,” tambahnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, nantinya provinsi yang menyusul pembentukan RUU-nya adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Maluku, Sumut, Sumsel, NTT, NTB, dan Bali. “Jadi, masyarakat banyak yang salah persepsi. Itu (RUU) hanya mengubah dasar hukum pembentukan saja, bukan untuk memecah Provinsi Sumatera Barat,” ujar Rezka yang juga ketua Srikandi PP Sumbar.
Diharapkannya, masyarakat bisa memahami hal tersebut sehingga tidak salah persepsi lagi. Di sisi lain, diapun berharap pihak yang berkaitan dengan kehumasan pemerintah dan DPR perlu lebih intensif lagi menyosialisasikan secara komprehensif keputusan-keputusan atau kebijakan yang baru untuk kepentingan masyarakat dan daerah. “Agar tak timbul mispersepsi lagi di publik,” tegasnya.
Dijelaskan Rezka bahwa dalam draft RUU disebutkan bahwa kedudukan Provinsi Sumatera Barat sebagai sebuah daerah otonom selama ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan “Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau” (Lembaran-Negara Tahun 1957 No. 75), sebagai Undang-Undang.
Desain pengaturan Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Undang-Undang tersebut masih menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS) 1950 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah sebagai acuan, yang pada dasarnya tidak relevan lagi dengan dinamika dan perubahan hukum di masyarakat,” tambah Rezka, Deputi Operasi dan Kampanye Bappilu Partai Demokrat ini.
Ditambahkan Rezka, Undang-Undang ini dibentuk untuk mengganti Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan “Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau” (Lembaran-Negara Tahun 1957 No. 75), sebagai Undang-Undang yang memuat penyempurnaan dasar hukum, penyesuaian cakupan wilayah, penegasan karakteristik, serta sinkronisasi peraturan perundang-undangan,” kata Pengurus Harian DPP Partai Demokrat itu.
Rezka mengungkapkan, memang akan ada pembentukan provinsi baru, tapi itu hanya untuk Papua. Hal itu dilakukan sesuai amanat undang-undang. Nantinya, Papua akan ada 7 provinsi, terdiri dari 2 provinsi induk yakni Papua dan Papua Barat, dan akan dimekarkan baru menjadi Provinsi Papua Pegunungan, Papua Tengah dan Papua Selatan. Kemudian, menyusul Papua Barat Daya, dan Provinsi Papua Utara. “Itu adalah asas amanah undang-undang Otsus Nomor 2 Tahun 2021, yang mengamanatka untuk segera dibentuk pemekaran provinsi di Papua, tanpa perlu pembentukan daerah persiapan,” tambahnya. (rel)