ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah, mengatakan pada saat dirinya cuti karena mengikuti pilkada, ada beberapa kebijakan yang diambil oleh Soedarmo selaku Pelaksana Tugas Gubernur Aceh tidak sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku di Aceh.
“Mungkin karena bapak Plt pada waktu itu bukan orang Aceh, jadi tidak terlalu memahami peraturan perundangan yang berlaku di Aceh. Oleh karena itu, setelah saya menjabat kembali, maka saya harus memperbaiki dan sesuaikan dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,” sambung Doto Zaini.
Zaini Abdullah mengaku berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Dan, mutasi yang dilakukan pada Jum’at lalu adalah salah satu cara yang harus ditempuh untuk mendukung langkah tersebut, meskipun masa kepemimpinannya sebagai Gubernur Aceh hanya tinggal beberapa bulan lagi.
“Walaupun masa pemerintahan saya tinggal sehari lagi, kalau ada yang belum jelas, pasti akan saya perjelas, kalau ada yang salah, pasti akan saya perbaiki. Tidak ada ambisi apapun, semua yang saya lakukan semata-mata untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan UUPA,” ujar pria yang akrab disapa Doto Zaini itu.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Zaini Abdullah dihadapan sejumlah mahasiswa yang hadir beraudiensi di ruang Kerja Gubernur Aceh, Senin, (13/3/2016).
Sementara itu, menanggapi pertanyaan para mahasiswa terkait dengan dasar hukum Gubernur Aceh melakukan mutasi, Edrian selaku Kepala Biro Hukum Setda Aceh, yang turut mendampingi Gubernur menjelaskan, bahwa mutasi yang dilakukan oleh Gubernur merupakan kebijakan yang wajar sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Zaini Abdullah sebagai Gubernur Aceh.
“UU nomor 11 tahun 2006 memberikan otoritas kepada Gubernur untuk melakukan mutasi. Sementara yang dijadikan dasar oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan kebijakan ini adalah UU nomor 10 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota,” ungkap Edrian.
Gubernur menegaskan, bahwa UUPA adalah aturan yang bersifat khusus di Aceh, sementara itu UU 10/2016 bersifat umum.
“Oleh karena itu, sesuai dengan penafsiran hukum, Lex specialis derogat legi generali, yaitu aturan yang bersifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum. maka UUPA adalah aturan yang harus kita junjung tinggi di Aceh. Saya adalah orang Aceh, oleh karena itu saya menjunjung tinggi UUPA,” tegas Doto Zaini.
Sedangkan Staf Ahli Gubernur bidang Hukum dan Politik, Nurdin, SH, M Hum, menambahkan, bahwa ada pihak-pihak yang membuat informasi seputar mutasi menjadi bias dan langkah mutasi dianggap sebagai langkah ngawur karena Gubernur dianggap kecewa karena kalah pada Pilkada lalu.
“Satu hal yang harus saya sampaikan, bahwa Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe adalah sebuah langkah langkah visioner yang dilakukan oleh Gubernur, dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan membuka lapangan kerja di Aceh, namun hall tersebut telah di otak-atik oleh Plt Gubernur,” ujar Nurdin.
Nurdin mengungkapkan, sejak awal Gubernur telah berkomitmen agar pengelolaan KEK dilakukan oleh Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh selaku Badan Usaha Milik Aceh. Bahkan sebelummengajukan cuti, Zaini Abdullah telah berpesan kepada Plt Gubernur untuk menjadkan Aceh sebagai pengusul agar Aceh menjadi pengelola KEK.
“Namun dalam laporannya kepada Presiden, Plt menjadikan KEK sebagai usulan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Dan, Pertamina menjadi ketua konsorsium pengelolaan KEK. Ini tentu saja sangat merugikan Aceh,” ungkap Doto Zaini.
Zaini menambahkan, sebenarnya dirinya telah membentuk tim yang berasal dari SKPA terkait dan diberi kewenangan untuk mengawal pengelolaan KEK saat pembahasan. Namun ternyata hal ini tidak dlakukan.
“Ada beberapa pertimbangan kenapa saya melakukan mutasi, dan ini merupakan salah satu dari alasan tersebut. Sebenarnya hal yang harus kita lakukan saat ini adalah mendukung Pemerintah Aceh untuk merasionalisasikan kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan revisi PP terkait KEK yang saat ini telah ditandatangani oleh Presiden. Ini merupakan pekerjaan besar,” sambung Gubernur.
Doto Zaini meyakini, ada pihak-pihak yang ingin menjadikan pengelolaan KEK di bawah konsorsium BUMN dengan menghembuskan isu bahwa Aceh tidak mampu mengelola KEK karena tidak memiliki dana yang cukup.
“Padahal Perusahaan Gas Negara (PGN) sudah bertemu saya dan meminta dilibatkan dalam pengelolaan KEK, bahkan Pemerintah Aceh juga sudah bertemu British Petroleum untuk membahas KEK. Bagi saya, dalam pengelolaan KEK jika ada PDPA kenapa harus ditangani Pertamina.”
“Saya akan mengklarifikasi permasalahan mutasi ini dengan Mendagri. Saya juga akan bertemu Presiden. Saya tegaskan, apa yang saya lakukan ini tidak terkait dengan gagalnya saya pada Pilkaada lalu. Saya harap masyarakat dapat melihat permasalahan ini secara jernih. Apa yang saya lakukan sekarang sesuai dengan aturan yang memang musti ditegakkan,” sambung Gubernur.
Doto Zaini juga menambahkan, dirinya tidak mempermasalahkan berbagai fitnah yang timbul pasca mutasi yang dilakukan. “Tidak masalah saya difitnah, suatu saat nanti kebenaran pasti akan terungkap,” pungkas Gubernur Aceh.