in

Myanmar-Bangladesh Deal Pulangkan Rohingya

Bagi warga Rohingya, mencapai kamp pengungsian di Bangladesh dari tempat tinggal mereka di Myanmar bukanlah hal yang mudah. Menyeberangi sungai, berjalan kaki berkilo-kilometer, belum lagi risiko berhadapan dengan petugas perbatasan. Perjuangan mereka untuk mendapat hidup lebih baik bakal sia-sia. Sebab, Bangladesh sudah menandatangani kesepakatan untuk memulangkan seluruh warga Rohingya ke Myanmar. 

Kemarin (23/11) Memorandum of Understanding (MoU) ditandatangani setelah Menteri Luar Negeri Bangladesh, Mahmood Ali bertemu dengan Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi. Aksi pemulangan kembali atau repatriasi akan dimulai dua bulan setelah penandatanganan. “Kami siap membawa mereka kembali pulang secepatnya setelah Bangladesh mengirimkan berkas-berkasnya ke kami,” ujar Myint Kyaing, wakil menteri di Kementerian Tenaga Kerja, Imigrasi, dan Populasi Myanmar. 

Sejak konflik di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, terjadi 25 Agustus lalu, setidaknya ada 622 ribu penduduk Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh. Mayoritas berada di kamp pengungsian yang terletak di Cox’s Bazar. Belum ada angka pasti jumlah warga yang akan dipulangkan. Apakah hanya yang mengungsi sejak Agustus ataukah juga dari konflik sebelumnya. Jika ditotal secara keseluruhan dengan pengungsi sebelumnya, ada 900 ribu sampai 1 juta penduduk Rohingya di Bangladesh. 

Rencananya, Bangladesh melibatkan komunitas internasional, termasuk PBB, untuk membantu proses verifikasi. Berdasar keterangan sumber yang ikut dalam pembahasan MoU itu, Bangladesh sebenarnya ingin seluruh proses repatriasi selesai dalam kurun waktu satu tahun. Sayang, Myanmar menolak dan memilih tak menentukan kapan pemulangan tersebut selesai sepenuhnya. 

Detail kesepakatan repatriasi itu belum terungkap. Termasuk cara pemulangan, jaminan keselamatan yang diinginkan penduduk Rohingya, kesepakatan jumlah penduduk yang akan dipulangkan, serta di mana mereka tinggal nanti. Seperti diketahui, mayoritas desa di Rakhine yang sebelumnya dihuni penduduk Rohingya telah rata dengan tanah. Rumah, sekolah, masjid, dan berbagai bangunan lainnya dijarah dan dibakar saat konflik terjadi. 

Kehidupan di kamp pengungsian memang mengenaskan. Tapi, banyak pula pengungsi yang enggan pulang kembali ke Myanmar. Pemerkosaan, penjarahan, dan kekejian militer membuat mereka diliputi trauma luar biasa. “Saya tidak ingin kembali. Saya tidak percaya pemerintah. Setiap kali mereka menyetujui kepulangan kami, kami kembali (ke Myanmar) dan mereka melanggar janjinya,” ujar Anwar Begum kepada Reuters Oktober lalu. 

Yang dia maksud adalah tindakan represif yang terjadi berkali-kali pada etnis Rohingya. Begum telah melarikan diri dari Myanmar tiga kali. Yaitu saat konflik 1978, 1991, dan yang terakhir Agustus lalu. Saat ini pun arus pengungsi dari Rakhine ke Bangladesh masih mengalir meski tidak sebanyak sebelumnya. 

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Rex Tillerson Rabu (22/11) menyebutkan bahwa yang terjadi di Rakhine merupakan pembersihan etnis Rohingya. AS mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang terlibat dalam kekejian tersebut. Di pihak lain, Duta Besar Rusia untuk Myanmar Nikolay Listopadov menyatakan, pelabelan yang dilakukan AS hanya akan memperburuk situasi. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pelanggan Seluler Sudah Bisa Cek NIK

Program WKDS Ditunjukan Untuk Daerah Perbatasan di Bintan