JAKARTA – Terdapat persoalan tata kelola pemerintahan dalam persoalan di Papua. Bantuan kesehatan diperlukan untuk mengatasi persoalan jangka pendek. Namun kita memerlukan strategi jangka menengah untuk membangun Papua secara menyeluruh. Pernyataan itu disampaikan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho dalam Forum Merdeka Barat 9, di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin, 29 Januari 2018.
“Diperlukan strategi pembangunan jangka menengah guna mencegah kejadian yang sama terjadi di distrik-distrik lain di Papua,” kata Yanuar.
Ia menekankan, strategi jangka menengah yang dimaksud berupa pemerintah daerah dan masyarakat, perbaikan sistem kesehatan secara menyeluruh, peningkatan kualitas SDM kesehatan, dan ketahanan pangan. “Strategi ini mendukung peraturan presiden didalam Inpres 09/2017 mengenai Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat,” ungkap Yanuar.
Yanuar Nugroho melihat permasalahan Papua ini sangatlah luas. “Perlu rancangan aksi, fokus dulu. Jangan melihat orang meninggal itu sebagai statistik. Ada banyak persoalan di sana menyangkut alam, manusia, infrastruktur, dan juga tata kelola pemerintahannya, terutama pemerintah daerah,” urainya.
Dijelaskan bahwa dana yang dikeluarkan untuk 4 juta penduduk di Papua berkisar Rp 61,67 T. Melihat banyaknya sektor yang perlu dibenahi, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan menginisiasi perlunya aksi dan rancangan jangka menengah.
“Ini mungkin sudah puncak gunung es, tapi jangan menunggu meledak baru kita bergerak. Inilah wake up call untuk menghadirkan negara” tukasnya.
Yanuar memaparkan bahwa solusi jangka menengah yang dimaksud adalah dengan menjalankan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Papua.
“Jangan intervensi Papua dengan cara Jakarta, harus disesuaikan dengan yang di sana,” katanya. Dengan begitu, diharapkan semua Kementerian dapat bekerja sama untuk menangani KLB di Papua, dan tidak akan terjadi kasus-kasus Asmat berikutnya.
Di forum yang sama, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan, pembentukan rumah sakit bukanlah solusi untuk kesehatan Papua. Hal ini dikarenakan permasalahan kesehatan Papua terkait akses dan juga permasalahan budaya. Bahkan, warga Papua harus sadar kesehatan terlebih dahulu. “Kita harus preventif promotive. Pembangunan kesehatan merupakan dasar yang perlu mendapatkan perhatian,” tegasnya.
Menkes mengungkapkan, meskipun negara sudah maksimal berupaya memberikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan BPJS, sayangnya masih banyak faktor penghambat. Faktor pertama, Nila menyoroti pentingnya kebijakan pemerintah agar dokter muda bersedia dikirim ke daerah.
Kedua, rendahnya tingkat pendidikan masih saja menjadi problematika di Papua. Sebabnya dominasi pasien di Papua tidak bisa bahasa Indonesia sehingga sulit untuk mendapatkan infomasi sakit yang diderita.
Ketiga, hal yang perlu digarisbawahi ialah sinergi antarkementerian. “Tidak mungkin kesehatan mengatasi sendiri. Perlu juga ketahanan pangan, perlu pula infrastruktur,” ungkap Nila. Keempat, ia tak lupa menceritakan buruknya infrastruktur di Papua.
Pembangunan Infrastruktur Buka Isolasi
Senada dengan ungkapan Nila terkait infrastruktur, Menteri Sosial Idrus Marham menegaskan, memangkas isolasi yang terjadi di sejumlah kawasan di Papua dan Papua Barat menjadi salah satu kata kunci untuk menuntaskan persoalan kesehatan dan kesejahteraan di sana.
“Berdasarkan hasil kunjungan ke sana, baru-baru ini, saya dapat menarik kesimpulan bahwa daerah ini memang sangat terisolasi. Oleh karena itu, untuk menyeleaikan masalah, yang harus dilakukan adalah memangkas kondisi keterisolasian. Inilah yang menjadi kata kuncinya,” tutur Idrus
Lebih dari itu, Mensos yang baru dilantik 17 Januari lalu ini juga menggarisbawahi tentang kondisi lingkungan di Papua. Menurut Idrus, kondisi lingkungan yang sangat tidak sehat menjadi faktor utama yang mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, khususnya di Agats, Papua. “Saat kami sampai di sana, kami melihat bagaimana rumah-rumah berada di atas rawa. Bahkan perkantoran pun di atas rawa,” katanya.
Pemaparan selanjutnya disampaikan Plt Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Diah Indrajati yang mewakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Diah menyampaikan, “Dana Otsus harus diprioritaskan untuk pendidikan dan kesehatan. Dana Otsus Papua semakin meningkat setiap tahun”.
Pihak Kemendagri berharap dana Otsus dapat digunakan untuk melakukan pendampingan dan pembinaan bagi masyarakat Papua. Artinya, masyarakat Papua harus ditangani secara khusus. “Masyarakat itu peramu, artinya perlu disediakan lahan pertanian dan diajarkan cara pembudidayaan ikan agar tidak lagi berpindah,” paparnya.
Kasuspen TNI Mayjen Sabrar Fadhillah turut menyempurnakan diskusi dari sudut pandang TNI, dengan memaparkan bahwa TNI terus berkoordinasi, merumuskan strategi, dan mengirim pasukan bantuan untuk Papua.
“Dari 23 distrik, TNI harus terpencar menjadi 224 kampung. Kita mengatur 8 tim kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas dan sumber daya manusia yang ada,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kasuspen TNI Mayjen Sabrar Fadhillah juga melaksanakan instruktsi pembuatan tim penguat kasus Asmat dari panglima. “Tim ini akan bekerja 270 hari, lalu pengadaan flying doctor, dokter sampanye, dokter perahu, dan lain sebagainya,” katanya.
TNI menerapkan tiga strategi untuk meminimalisir KLB Campak dan gizi buruk. Ketiga strategi itu yakni segera merawat orang-orang yang terjangkit penyakit, kemudian jika tidak bisa dirawat ditempat maka segeta dikirim ke rumah sakit, serta memberikan imunisasi.