PANDEMI Covid-19 berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan physical distancing untuk mengurangi dampak pandemi, dimulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga penerapan new normal. Implikasinya, ada pengurangan interaksi langsung di pusat keramaian, seperti rumah ibadah, sekolah, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, restoran, hingga transportasi publik. Berbagai sektor pun terkena imbasnya, mulai pelaku industri besar hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Transformasi tidak terelakkan pada dunia bisnis. Tak terkecuali pada sektor UMKM. Tidak sedikit UMKM yang terimbas pandemi. Mulai penurunan omset hingga masalah terkait kerja sama mitra. Berbagai perubahan terjadi saat pandemi. Mode komunikasi, pola kerja, hingga dinamika tim internal berubah. Begitu juga pola perilaku konsumen bisnis, banyak yang menjadi baru dan bergeser. Kondisi itu menuntut pelaku UMKM untuk cepat tanggap dalam merespons perubahan.
Sebab, kita bisa sama-sama melihat, pada saat banyak sektor UMKM konvensional yang terpuruk dan lesunya roda bisnis kala pandemi ini, tidak sedikit bisnis yang justru melejit, terutama mereka yang bergerak didunia digital alias online. Pemerintah mulai menerapkan kondisi new normal. Pertimbangannya, ekonomi tetap berputar. Banyak sektor diharapkan bisa tetap atau kembali berjalan dengan mengikuti anjuran protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Hal ini menjadi persoalan tersendiri yang harus dapat dipecahkan, sehingga para pelaku UMKM ini dapat kembali aktif.
Berdasarkan permasalahan tersebut, kami mahasiswa Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas melakukan studi penelitian terkait “New Normal, COVID-19 Tak Lagi Menjadi Penghalang Aktivitas Disektor Perdagangan dan Bisnis”. Penelitian ini berdasarkan pengisian kuesioner terhadap 53 responden pedagang dan pebisnis yang berasal dari berbagai daerah Di Indonesia. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa 73,6 % pedagang berhubungan langsung dengan konsumen (pembeli) dan 26,4% pedagang tidak berhubungan langsung dengan konsumen (pembeli). Adapun pedagang yang mematuhi protokol kesehatan selama mereka berdagang sebesar 94,2% walaupun ada juga pedang yang tidak selalu memakai masker, dan pedagang yang tidak pernah memakai masker sebesar 5,9%. Pada kuesioner juga ditunjukkan bahwa pemerintah setempat memberikan kebebasan dalam berdagang dimasa New Normal ini, tingkat pedagang merasakan kebebasan dalam berdagang dimasa New Normal diberlakukan menunjukkan 62,7% menjawab “Ya” dan 37,3% menjawab “Tidak”. Pedagang menjawab bahwa kebebasan yang mereka rasakan saat berdagang pada masa New Normal ini seperti bisa berinteraksi langsung dengan konsumen, kebebasan menerima pelanggan akan tetapi pelanggan tersebut tetap harus mematuhi protokol kesehatan, toko tetap diperbolehkan untuk dibuka, tidak ada batasan waktu dalam berdagang, dan tidak diberlakukannya sistem ganjil genap saat berdagang, serta tidak rutinnya razia yang dilakukan oleh Satuan Petugas (Satgas) COVID-19.
Pada kuesioner didapatkan hasil bahwa 51% satgas COVID-19 tidak pernah melakukan razia pada saat pedagang berdagang dimasa New Normal ini, 35,3% satgas COVID-19 kadang-kadang melakukan razia, dan hanya 9,8% satgas COVID-19 yang sering melakukan razia pada pedagang, serta 3,9 % satgas COVID-19 selalu melakukan razia kepada pedagang yang berdagang pada New Normal ini. Data kuesioner tersebut menunjukkan masih kurangnya bahkan tidak pernah adanya pengawasan dan razia dari satgas COVID-19 dalam memantau pedagang yang berdagang pada masa New Normal ini, terutama dalam hal si pedagang dan konsumen sudah mematuhi protokol kesehatan, karena protokol kesehatan ini salah satu upaya terhindar dari COVID-19 diharapkan satgas dapat melakukan tugasnya dengan baik terhadap pengawasan protokol kesehatan terhadap pedagang yang melakukan jual beli baik di pasar maupun di toko. Walaupun telah memberikan kebebasan kepada pedagang, satgas COVID-19 harus tetap memantau para pedagang baik dengan sosialisasi ataupun berupa himbauan kepada para pedagang yang melakukan jual beli dan berinteraksi langsung dengan konsumen untuk tetap mematuhi protokol kesehatan agar terhindar dari penularan COVID-19.
Pada kuesioner ditunjukkan bahwa tingkat ketakutan pedagang terhadap pembeli yang tidak mematuhi protokol kesehatan ketika membeli dagangan mereka yakni sebesar 56,9 %, dan 43,1% pedagang yang tidak takut jika ada pembeli yang tidak mematuhi protokol kesehatan saat membeli dagangan mereka. Alasan para pedagang takut terhadap pembeli yang tidak mematuhi protokol kesehatan yaitu takut akan terpaparnya COVID-19 ini kepada pembeli yang lain atau bahkan menyebar kepada pedagang tersebut.
Tingkat adanya penghalang bagi para pedagang dan pebisnis dimasa New Normal ini adalah 62% menjawab “Tidak” dan 38% menjawab “Ya”. Responden yang menjawab iya menyebutkan bahwa penghalang mereka dalam berdagang dan berbisnis saat New Normal ini seperti ekonomi yang tidak stabil, kurang lakunya dagangan, pembatasan orang yang datang serta ketakutan akan potensi terpapar COVID-19 lebih besar. Adapun tantangan utama yang dihadapi oleh pedagang pada masa New Normal ini menurut pedagang yaitu 42,9% turunnya pendapatan, 32,7% sepi pengunjung, 8,2% adaptasi yang sulit, 6,1% anjloknya permintaan, 4,1% masalah pasokan barang, dan 2% lainnya berupa banyak pengeluaran dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari kuisioner sebanyak 60% menyatakan bahwa ketakutan masyarakat terhadap COVID-19 juga mempengaruhi tingkat penjualan. Hal ini dikarenakan banyak dari masyarakat yang takut akan kerumunan sehingga akan berdampak terhadap sepinya pembeli yang membeli barang dagangan, selain itu ketakutan terhadap steril atau tidaknya barang yang dijual membuat masyarakat lebih suka berbelanja online dan dampaknya terhadap pedagang yaitu turunnya pendapatan.
Strategi yang dimiliki oleh pedagang dan pebisnis agar usaha yang mereka jalani tetap bertahan pada masa New Normal mereka menjawab dengan cara mematuhi protokol kesehatan agar pembeli tidak takut terpapar COVID-19, selalu menjaga kesterilan barang-barang, berjualan online, menyesuaikan harga barang agar menarik minat pembeli, menjual barang yang laku di pasaran, menyediakan layanan online/antar jemput sehingga pembeli tidak perlu keluar rumah dan hal ini juga bisa mengurangi kerumunan, marketing internet, melakukan promosi, dan memperbanyak pasokan barang.(*)