Bukan sekedar cerita, bukan sekedar kisah
Makna bertitip dari Sang Cinta
Memberi cinta kepada yang dicinta
Itulah Tuhan kepada hamba-Nya
Sekitar beberapa waktu yang lalu, aku kembali dari kantor menuju persegi empat merah muda tempat berdiam, bercampur suka duka. Kosan lebih tepatnya. Seperti biasa, Bus Trans Pakuan atau yang lebih dikenal TP oleh masyarakat kota hujan, menjadi tunggangan pulangku ke kosan. Tepat di depan Mcd TP berhenti, aku melompat turun bersama rekan sejawat. Perlahan kami menyusuri jalan setapak yang berada di samping Mcd. Tuk..tuk..tuk… langkah demi langkah suara sepatu menapaki jalanan yang sedikit tidak rata.
Tengah menikmati perjalanan, aku menoleh ke arah depan dan tanpa sengaja terlihat tiga orang wanita paruh baya sedang berjalan bertiga sambil berpegang tangan satu sama lain. Aku memperhatikan dengan seksama. Awalnya, ku kira mereka sedang bercanda sambil berjalan beriringan layaknya bermain ular-ularan. Ku amati lebih teliti. “Astaghfirullah…,” jantungku mendadak seperti berhenti berdetak. Antara yakin tak yakin namun ini nyata. Kaget, haru, sedih, rasa tak percaya mengerubungi hati dan pikiran. Sejenak ku terhenti, sesaat kuperlambat langkah kaki sambil mengikuti tiga ibu tadi.
Tak kuduga, ternyata beliau-beliau tunanetra. Ku mendekat dan mencoba berbincang sembari berjalan. Bukan iba, tetapi rasa kagumku lebih besar pada beliau bertiga. “Mau ke mana Bu?” tanyaku. “Mau balik ke panti Neng,” sahut seorang diantaranya. “Oh, panti yang di gang bawah ya, Bu?” imbuhku. “Iya..” jawabnya dengan senyuman. “Habis dari mana Bu?” tanyaku lagi. “Kita dari Jakarta Neng,” sahut beliau. Dan.. aku kembali tertegun. Bayangkan, ibu-ibu tersebut menempuh perjalanan dari Jakarta – Bogor hanya bertiga.
Tak banyak yang kuucap. Sejurus kemudian, aku merasa malu, sedih, dan terbayang rupa ibuku. Malu dan sedih dengan aku yang sangat sedikit bersyukur atas nikmat yang ku terima, dengan semua yang ku punya. Melihat beliau, aku teringat ucapan ibu atau aku memanggilnya ‘AMA’. Ama pernah bercerita perihal anak kuliah yang sedang magang di kantor beliau. “Mereka dekat dengan Ama, karena Ama juga berusaha untuk dekat dengan anak-anak itu. Ama bimbing dalam bekerja, mengarahkan, dan memberi nasihat. Ama percaya, ketika Ama berbuat baik pada anak-anak tadi, insya Allah akan dibalas-Nya. Ama berharap nantinya anak-anak Ama akan dibimbing pula oleh orang-orang ketika jauh dari sisi Ama.”
Mengingat ucapan Ama, tanpa pikir panjang aku segera menawarkan untuk berjalan bersama sambil kupegang tangan ibu yang paling di depan. Alhamdulillah beliau terbuka menyambut tawaranku. Tak jauh dari harapan Ama, aku ingin apa yang ku lakukan juga dibalas kepada orangtuaku, aamiiin.
Perlahan-lahan kami berjalan sambil mengobrol untuk memecah suasana hening malam. Tanpa terasa, kami telah sampai di panti tempat ketiga ibu itu tinggal. “Sudah sampai Neng,” tutur salah seorang ibu. “Di sini ya, Bu? Baiklah kalau begitu saya pamit Bu,” ujarku. “Iya Neng terima kasih yaa…” ucap ketiga ibu tadi. “Iya sama-sama, Bu,” balasku. Kami pun berpisah dengan saling memberi senyuman.
Aku meneruskan langkah kaki yang sedikit lagi sampai di gubuk tercinta. Tak mampu menahan haru, tiba-tiba bola mata bergelinang dan air mengalir membasahi pipi. Segera ku seka dengan tangan sembari tersenyum. Ini bukan tangis kesedihan, tapi tangis bahagia. Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan? (Q.S. Ar-Rahman)
kamu juga bisa menulis karyamu di vebma,dibaca jutaan pengunjung,dan bisa menghasilkan juta rupiah setiap bulannya,