ACEHTREND.CO, Banda Aceh – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian menilai, sedang terjadi ketidakwarasan warasan dalam sistem hukum Indonesia.
“Di mana hakim tidak lagi berdiri pada jalur yang lurus dan keadilan. Keputusan mengabulkan praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto, publik sudah menduga dari awal akan di kabulkan dengan mengamati proses persidangan yang telah berlangsung,” katanya pada AceHTrend, Senin (2/10/2017).
Untuk itu MaTA mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menerbitkan surat perintah penyidikan untuk memeriksa kembali Setya Novanto dimana mekanismenya sudah diatur dalam amar Mahkamah Konstitusi.
Sehingga tidak larut dalam kekacauan hukum yang sedang terjadi dalam pengungkapan kasus E-KTP terungkap secara utuh dan ada kepastian hukum terhadap pelaku.
Menurut Alfian aneh logika hukum yang digunakan oleh hakim Praperadilan Setya Novanto, Cepi lskandar.
Alfian mengibaratkan, ada tiga orang bersama-sama maling caleng masjid, polisi baru tangkap yang pertama sebagai tersangka, yang kedua ditangkap kemudian, juga ditetapkan sebagai tersangka, dengan barang bukti caleng yang dicuri.
Pelaku kedua mengajukan praperadilan. Hakim mengabulkan praperadilan tersangka kedua dengan alasan caleng masjid yang dipakai untuk alat bukti adalah caleng yang sama untuk tersangka pertama.
“Menurut hakim, calengnya harus beda. Sehingga putusan tersebut telah terjadi peristiwa hukum dimana seharusnya Hakim adalah hukum,” kesalnya. []