in

OKI Desak Myanmar Akui Rohingya Sebagai Etnis Resmi

Organisasi Kerja Sama Negara Islam (OKI) mendesak Myanmar mengakui kaum minoritas Muslim Rohingya sebagai etnis resmi dengan memperbaiki undang-undang kewarganegaraan tahun 1982 yang diterapkan pemerintah mereka. “Negara OKI mendesak pemerintah Myanmar menghilangkan akar masalah dengan mengembalikaan status kewarganegaraan kaum Rohingya yang dicabut dalam UU Kewarganegaraan Tahun 1982,” kutip komunike resmi hasil pertemuan luar biasa OKI di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Kamis lalu.

Selama ini, status kaum Rohingya memang tidak diakui dalam konstitusi Myanmar, sehingga mereka kerap jadi sasaran diskriminasi. Mereka tidak memiliki akta kelahiran, surat kematian, serta tidak dapat bersekolah dan bekerja. OKI menganggap, pengakuan dan pemenuhan hak, serta kebijakan transparan terhadap etnis beragama merupakan salah satu solusi mengakhiri diskriminasi dan konflik kemanusiaan yang menimpa kaum minoritas di Myanmar selama ini.

“OKI meminta Myanmar memastikan kebijakan yang transparan dan inklusif pada komunitas keagamaan dengan melibatkan Rohingya sebagai bagian integral dari negara dan mempertimbangkan mereka sebagai etnis minoritas, seperti yang diserukan PBB,” tulis OKI. Dalam pertemuan tingkat menteri yang dihadiri sekitar 56 negara itu, OKI juga mengadposi sebuah resolusi yang mendorong negara anggota untuk turut memberikan bantuan kemanusiaan yang inklusif bagi Myanmar. 

Resolusi itu juga meminta pemerintahan de facto Aung San Suu Kyi untuk membuka akses bagi bantuan kemanusiaan ke negara bagian Rakhine, tempat bentrokan dan kekerasan terhadap kaum Rohingya marak terjadi. Kelompok pemerhati HAM di Myanmar, Burma Human Rights Network (BHRN), mengapresiasi upaya OKI yang mau turun tangan menangani konflik kemanusiaan dan dugaan pelanggaran HAM ini.

Direktur Eksekutif BHRN, Kyaw Win, berharap usaha OKI dan negara ASEAN benar-benar bisa membantu mengurangi penderitaan yang dialami oleh kaum Rohingya. Win menilai, tekanan dan perhatian dunia internasional yang besar terhadap nasib kaum Rohingya ini telah mengurangi intensitas “penyerangan membabi-buta pasukan keamanan Myanmar terhadap penduduk Rohingya” di Rakhine.

“OKI harus mendukung pembentukan komisi investigasi PBB untuk menyelidiki situasi di rakhine, termasuk pelanggaran HAM yang terjadi pada 2012 lalu. Kami juga berharap OKI mau bekerja sama dengan negara lain memastikan PBB terus membahas resolusi pelanggaran HAM di Myanmar setiap tahunnya dalam sidang umum,” tutur Win, dilansir dari CNN Indonesia.

Beberapa bulan belakangan, Rohingya kembali menjadi sorotan akibat kekerasan dan sikap represif aparat keamanan terhadap mereka.  Rangkaian kekerasan ini bermula dari penyerangan pos polisi perbatasan di Rakhine pada 9 Oktober lalu. Militer menuding “teroris Rohingya” bertanggung jawab atas serangan itu, meski tidak ada bukti jelas. Alih-alih menangkap pelaku, militer Myanmar diduga malah menyerang kaum Rohingya hingga menewaskan sekitar 86 orang dan menyebabkan ribuan lainnya melarikan diri keluar Myanmar.

Kekerasan terhadap etnis Muslim di Myanmar ini bukan yang pertama kali terjadi. Kekerasan sektarian terparah terhadap warga Rohingya dilakukan oleh kelompok Buddha pada 2012 lalu. Insiden ini menewaskan sekitar 200 orang dan menyebabkan 140 ribu orang kehilangan tempat tinggal. 

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Arsenal Menang Dramatis Atas Burnley

Edin Dzeko Bawa Roma Tempel Juventus