SEMARANG – Pengenaan pajak bagi koperasi dinilai menjadi salah satu penghambat perkembangan koperasi di Tanah Air. Tidak ada satu negara pun yang menerapkan pajak bagi koperasi, kecuali Indonesia, sehingga koperasi mereka bisa maju pesat. “Saya akui, pajak koperasi masih terbilang tinggi. Lihat saja, SHU kena pajak, sebelum dibagi pun sudah kena pajak. Pajak ganda istilahnya. Kami sudah sampaikan mengenai hal ini sejak dua tahun lalu.
Semoga bisa segera direalisasikan oleh Kementerian Keuangan sekarang ini,” kata Menteri Koperasi dan UKM, AAGN Puspayoga, dalam acara peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-70 tahun 2017 tingkat provinsi yang diselenggarakan Pemprov Jawa Tengah di Semarang, Jawa Tengah, akhir pekan lalu.
Puspayoga mencontohkan di negara maju seperti Singapura, koperasinya tidak dikenakan beban pajak. “Di Singapura, koperasi tidak kena pajak. Makanya, koperasi di sana bisa maju pesat. Di Singapura, sekitar 62 persen usaha ritel mampu dikuasai koperasi,” ungkapnya. Sementara itu, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, mengaku bahwa dirinya pernah melakukan polling kecil-kecilan, hasilnya menyebutkan sekitar 62 persen responden menganggap koperasi sebagai lembaga keuangan yang masih diminati masyarakat.
Koperasi dianggap bisa berkembang sesuai keinginan para anggotanya. Bahkan, lanjutnya, ada harapan besar di mana koperasi bisa melindungi produk-produknya di pasaran. “Intinya, koperasi dianggap bisa untuk melawan korporasi, namun di sisi lain juga bisa bersinergi dengan korporasi,” ungkap Ganjar. Dalam kesempatan itu, Ganjar juga menyebutkan ada sekitar tujuh maklumat dari masyarakat koperasi di Jateng bagi pengembangan koperasi.
Maklumat itu, pertama, melakukan revolusi pola pikir dalam berkoperasi sesuai amanat Pancasila, UUD 1945, serta nilai-nilai gotong royong. Kedua, melakukan sosialisasi asas, nilai-nilai, dan prinsip berkoperasi melalui pendidikan formal dan nonformal kepada pelaku koperasi, pemuda, dan pemimpin opini. Ketiga, membudayakan pelaksanaan asas, nilai, dan prinsip dalam praktik berkoperasi.
Keempat, memerlukan penyempurnaan UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1, peraturan perundangan dan turunannya yang berpihak, dapat memberikan kemudahan dan perlindungan sesuai dengan kaidah pokok perkoperasian. Kelima, merevitalisasi gerakan koperasi menuju penguatan kelembagaan. Keenam, mengembangkan usaha koperasi melalui kerja sama yang saling menyejahterakan dengan mengintegrasikan simpul-simpul produksi dari hulu sampai hilir.
“Ketujuh, mengembangkan dan mengelola koperasi secara kreatif dan inovatif serta didukung dengan teknologi informasi,” papar Ganjar. Aneka Atraksi Dalam kesempatan itu, Puspayoga mengaku kagum atas atraksi yang disuguhkan dalam gelaran acara peringatan Harkopnas ke-70 yang selenggarakan Pemprov Jateng.
“Saya bangga dan apresiasi atas gelaran acara Harkopnas yang dipadukan dengan aneka atraksi budaya khas daerah Jawa Tengah. Ini luar biasa,” ucapnya. Puspayoga mengakui bahwa acara tersebut mengandung nuansa budaya sangat tinggi di mana dalam pawai yang melibatkan seluruh kabupaten dan kota se-Jateng tersebut, menampilkan aneka kesenian, tari-tarian, gamelan, kerajinan tangan, dan sebagainya.
Bahkan, dalam arak-arakan ditampilkan juga “gunungan” yang di dalamnya berisi aneka produk khas dan hasil bumi dari koperasi dan UKM yang mewakili daerahnya masing- masing. “Saya pikir, ini pertama kali acara Harkopnas yang diramu dengan nilai budaya yang tinggi. Karena dalam pengembangan produk koperasi dan UKM tidak bisa lepas dari seni budaya khas daerah. Bila seni budaya dijaga tetap hidup maka produk UKM kita akan ikut terangkat. Tema seperti ini harus terus dipertahankan,” tandas Menkop. Puspayoga juga berharap agar komitmen para kepala daerah, khususnya di Jateng, dalam mengembangkan koperasi dan UKM dapat terus ditingkatkan. SM/E-3